RSS
Facebook
Twitter

Thursday 19 July 2012

POSTPARTUM BLUES / POSTPARTUM DEPRESI


A. PENGERTIAN 
Postpartum atau masa nifas adalah masa 2 jam setelah lahirnya placenta sampai enam minggu berikutnya. Waktu yang tepat dalam rangka pengawasan postpartum adalah 2-6 jam, 2 jam - 6 hari, 2 jam – 6 minggu (atau boleh juga disebut 6 jam, 6 hari dan 6 minggu ). Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan selanjutnya. Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat. Postpartum blues merupakan kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar dua hari hingga dua minggu sejak kelahiran bayi. Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis, salah satunya yang disebut Postpartum Blues.

B. ETIOLOGI
 Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya postpartum blues, antara lain: 
1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi. 
2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan. 
4. Latar belakang psikososial ibu, seperti; tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan teman memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu pekerjaan rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah) selama ibu menjalani masa kehamilannya atau timbul permasalahan, misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orang tua dan mertua, problem dengan si sulung. 
5. Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya. Namun ada beberapa pendapat yang menyebutkan bahwa Post partum blues tidak berhubungan dengan perubahan hormonal, biokimia atau kekurangan gizi. Antara 8% sampai 12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi sangat tertekan sehingga mencari bantuan dokter. Dengan kata lain para wanita lebih mungkin mengembangkan depresi post partum jika mereka terisolasi secara sosial dan emosional serta baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang menakan. Ada juga yang berpendapat bahwa kemunculan dari postpartum blues ini disebabkan oleh beberapa factor dari dalam dan luar individu. Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen (1985) menunjukkan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga meneliti beberapa teknologi medis (penggunaan alat-alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan dapat memicu depresi postpartum blues ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar, penggunaan tang, tusuk punggung, episiotomi dan sebagainya. 
        Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga dapat dianggap pemicu. Beberapa penyebab Postpartum Blues diantaranya : 
1. Perubahan Hormon 
2. Stress 
3. ASI tidak keluar 
4. Frustasi karena bayi tidak mau tidur, nangis dan gumoh 
5. Kelelahan pasca melahirkan, dan sakitnya akibat operasi. 
6. Suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami. 
7. Problem dengan Orangtua dan Mertua. 
8. Takut kehilangan bayi. 
9. Sendirian mengurus bayi, tidak ada yang membantu. 
10. Takut untuk memulai hubungan suami istri (ML), anak akan terganggu. 
11. Bayi sakit (Kuning, dll). 
12. Rasa bosan si Ibu. 
13. Problem dengan si Sulung. 

C. MANIFESTASI KLINIS 
Beberapa gejala yang dapat timbul pada klien yang mengalami Postpartum Blues diantaranya : 1. Cemas tanpa sebab 2. Menangis tanpa sebab 3. Tidak sabar 4. Tidak percaya diri 5. Sensitive 6. Mudah tersinggung 7. Merasa kurang menyayangi bayinya Jika Postpartum Blues ini dianggap enteng, keadaan ini bisa serius dan bisa bertahan dua minggu sampai satu tahun dan akan berlanjut menjadi Postpartum Sindrome. 

D. PENCEGAHAN
  Menurut para ahli, stres dalam keluarga dan kepribadian si ibu, memengaruhi terjadinya depresi ini. Stres di keluarga bisa akibat faktor ekonomi yang buruk atau kurangnya dukungan kepada sang ibu.Hampir semua wanita, setelah melahirkan akan mengalami stres yang tak menentu, seperti sedih dan takut. Perasaan emosional inilah yang memengaruhi kepekaan seorang ibu pasca melahirkan. Hingga saat ini, memang belum ada jalan keluar yang mujarab untuk menghindari Postpartum Blues. Yang bisa dilakukan, hanyalah berusaha melindungi diri dan mengurangi resiko tersebut dari dalam diri. Sikap proaktif untuk mengetahui penyebab dan resikonya, serta meneliti faktor-faktor apa saja yang bisa memicu juga dapat dijadikan alternative untuk menghindari Postpartum Blues. Selain itu juga dapat mengkonsultasikan pada dokter atau orang yang profesional, agar dapat meminimalisir faktor resiko lainnya dan membantu melakukan pengawasan. 
 Berikut ini beberapa kiat yang mungkin dapat mengurangi resiko Postpartum Blues yaitu : 
1. Pelajari diri sendiri Pelajari dan mencari informasi mengenai Postpartum Blues, sehingga Anda sadar terhadap kondisi ini. Apabila terjadi, maka Anda akan segera mendapatkan bantuan secepatnya. 2. Tidur dan makan yang cukup Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang terbaik dengan makan dan tidur yang cukup. Keduanya penting selama periode postpartum dan kehamilan. 
3. Olahraga Olahraga adalah kunci untuk mengurangi postpartum. Lakukan peregangan selama 15 menit dengan berjalan setiap hari, sehingga membuat Anda merasa lebih baik dan menguasai emosi berlebihan dalam diri Anda. 
4. Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti membeli rumah atau pindah kerja, sebelum atau setelah melahirkan. Tetaplah hidup secara sederhana dan menghindari stres, sehingga dapat segera dan lebih mudah menyembuhkan postpartum yang diderita. 
5. Beritahukan perasaan Jangan takut untuk berbicara dan mengekspresikan perasaan yang Anda inginkan dan butuhkan demi kenyamanan Anda sendiri. Jika memiliki masalah dan merasa tidak nyaman terhadap sesuatu, segera beritahukan pada pasangan atau orang terdekat. 
6. Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan Dukungan dari keluarga atau orang yang Anda cintai selama melahirkan, sangat diperlukan. Ceritakan pada pasangan atau orangtua Anda, atau siapa saja yang bersedia menjadi pendengar yang baik. Yakinkan diri Anda, bahwa mereka akan selalu berada di sisi Anda setiap mengalami kesulitan. 
7. Persiapkan diri dengan baik : persiapan sebelum melahirkan sangat diperlukan. 
8. Senam Hamil Kelas senam hamil akan sangat membantu Anda dalam mengetahui berbagai informasi yang diperlukan, sehingga nantinya Anda tak akan terkejut setelah keluar dari kamar bersalin. Jika Anda tahu apa yang diinginkan, pengalaman traumatis saat melahirkan akan dapat dihindari. 
9. Lakukan pekerjaan rumah tangga Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat membantu Anda melupakan golakan perasaan yang terjadi selama periode postpartum. Kondisi Anda yang belum stabil, bisa Anda curahkan dengan memasak atau membersihkan rumah. Mintalah dukungan dari keluarga dan lingkungan Anda, meski pembantu rumah tangga Anda telah melakukan segalanya. 
10. Dukungan emosional Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga, akan membantu Anda dalam mengatasi rasa frustasi yang menjalar. Ceritakan kepada mereka bagaimana perasaan serta perubahan kehidupan Anda, hingga Anda merasa lebih baik setelahnya. 
11. Dukungan kelompok Postpartum Blues Dukungan terbaik datang dari orang-orang yang ikut mengalami dan merasakan hal yang sama dengan Anda. Carilah informasi mengenai adanya kelompok Postpartum Blues yang bisa Anda ikuti, sehingga Anda tidak merasa sendirian menghadapi persoalan ini. 

E. PENANGANAN POSTPARTUM BLUES 
Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase sbb : 
1. Fase Taking in : yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu focus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering berulang diceritakannya. Hal ini membuat cenderung inu menjadi pasif terhadap lingkungannya. 
2. Fase taking hold : Yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Pada fase ini ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga timbul percaya diri. 
3. Fase letting go : merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang verlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya sudah meningkat. Penanganan gangguan mental postpartum pada prinsipnya tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang praktis. Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut. Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta penanganan. Dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues . Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya. 
Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas dengan postpartum blues ada dua cara yaitu : 1. Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara : a. Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi b. Dapat memahami dirinya c. Dapat mendukung tindakan konstruktif. 2. Dengan cara peningkatan support mental Beberapa cara peningkatan support mental yang dapat dilakukan keluarga diantaranya : a. Sekali-kali ibu meminta suami untuk membantu dalam mengerjakan pekerjaan rumah seperti : membantu mengurus bayinya, memasak, menyiapkan susu dll. b. Memanggil orangtua ibu bayi agar bisa menemani ibu dalam menghadapi kesibukan merawat bayi c. Suami seharusnya tahu permasalahan yang dihadapi istrinya dan lebih perhatian terhadap istrinya d. Menyiapkan mental dalam menghadapi anak pertama yang akan lahir e. Memperbanyak dukungan dari suami f. Suami menggantikan peran isteri ketika isteri kelelahan g. Ibu dianjurkan sering sharing dengan teman-temannya yang baru saja melahirkan h. Bayi menggunakan pampers untuk meringankan kerja ibu i. mengganti suasana, dengan bersosialisasi j. Suami sering menemani isteri dalam mengurus bayinya Selain hal diatas, penanganan pada klien postpartum blues pun dapat dilakukan pada diri klien sendiri, diantaranya dengan cara : a. Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi b. Tidurlah ketika bayi tidur c. Berolahraga ringan d. Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu e. Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi f. Bicarakan rasa cemas dan komunikasikan g. Bersikap fleksibel h. Kesempatan merawat bayi hanya datang 1 x i. Bergabung dengan kelompok ibu 

 F. ASUHAN KEPERAWATAN PADA POST PARTUM BLUES 
Diagnosa keperawatan pada pasien postpartum blues diantaranya Adalah : 1. Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal. 2. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu. 3. Risiko tinggi terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh komplikasi fisik dan emosional 4. Resiko tinggi ketidakefektifan koping individu berkaitan perubahan emosional yang tidak stabil pada ibu 5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal dan psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan. 6. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber. 7. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengan kecukupan pemenuhan kebutuhan – kebutuhan individu dan tugas – tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan. Intervensi 1. Nyeri akut/ketidaknyamanan berhubungan dengan trauma mekanis, edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek-efek hormonal. Tujuan : Mengidentifikasi dan menggunakan intervensi untuk mengatasi ketidaknyamanan. Intervensi Keperawatan : a. Tentukan adanya, lokasi, dan sifat ketidaknyamanan. b. Inspeksi perbaikan perineum dan epiostomi. c. Berikan kompres es pada perineum, khususnya selama 24 jam pertama setelah kelahiran. d. Berikan kompres panas lembab (misalnya ; rendam duduk / bak mandi) e. Anjurkan duduk dengan otot gluteal terkontraksi diatas perbaikan episiotomy. f. Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik 30-60 menit sebelum menyusui. 2. Menyusui berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman sebelumnya, usia gestasi bayi, tingkat dukungan, struktur/karakteristik fisik payudara ibu. Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang proses/situasi menyusui, mendemonstrasikan teknik efektif dari menyusui, menunjukkan kepuasan regimen menyusui satu sama lain. Intervensi Keperawatan : a. Kaji pengetahuan dan pengalaman klien tentang menyusui sebelumnya b. Tentukan sistem pendukung yang tersedia pada klien, dan sikap pasangan / keluarga. c. Berikan informasi, verbal dan tertulis, mengenai fisiologi dan keuntungan menyusui, perawatan putting dan payudara, kebutuhan diet khusus, dan faktor–faktor yang memudahkan atau mengganggu keberhasilan menyusui. d. Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik – teknik menyusui e. Identifikasi sumber-sumber yang tersedia di masyarakat sesuai indikasi ; misalnya ; progam Kesehatan Ibu dan Anak ( KIA ). 3. Risiko tinggi terhadap perubahan peran menjadi orang tua berhubungan dengan pengaruh komplikasi fisik dan emosional Tujuan : Mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang tua, mendiskusikan peran menjadi orang tua secara realistis, secara aktif mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat, mengidentifikasi sumber-sumber. Intervensi Keperawatan : a. Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan, ketersediaan sumber pendukung dan latar belakang budaya. b. Perhatikan respons klien/pasangan terhadap kelahiran dan peran menjadi orang tua. c. Evaluasi sifat dari menjadi orangtua secara emosi dan fisik yang pernah dialami klien/pengalaman selama kanak-kanak. d. Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalinan, adanya komplikasi, dan peran pasangan pada persalinan. e. Evaluasi status fisik masa lalu dan saat ini dan kejadian komplikasi pranatal, intranatal, atau pascapartal. f. Evaluasi kondisi bayi ; komunikasikan dengan staf perawatan sesuai indikasi. g. Pantau dan dokumentasikan interaksi klien/pasangan dengan bayi. h. Anjurkan pasangan/sibling untuk mengunjungi dan menggendong bayi dan berpartisipasi terhadap aktifitas perawatan bayi sesuai izin. i. Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko tinggi terhadap masalah menjadi orang tua atau bila ikatan positif diantara klien/pasangan dan bayi tidak terjadi. 4. Risiko tidak efektif koping individual berhubungan dengan krisis maturasional dari kehamilan/mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan menjadi orang tua (atau melepaskan untuk adopsi), kerentanan personal, ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis Tujuan : Mengungkapkan ansietas dan respon emosional, mengidentifikasi kekuatan individu dan kemampuan koping pribadi, mencari sumber-sumber yang tepat sesuai kebuuhan. Intervensi Keperawatan : a. Kaji respon emosional klien selama pranatal dan dan periode intrapartum dan persepsi klien tentang penampilannya selama persalinan. b. Anjurkan diskusi oleh klien / pasangan tentang persepsi pengalaman kelahiran. c. Kaji terhadap gejala depresi yang fana (" perasaan sedih " pascapartum) pada hari ke-2 sampai ke-3 pascapartum (misalnya ; ansietas, menangis, kesedihan, konsentrasi yang buruk, dan depresi ringan atau berat). d. Evaluasi kemampuan koping masa lalu klien, latar belakang budaya, sistem pendukung, dan rencana untuk bantuan domestik pada saat pulang. e. Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk membantu klien mempelajari peran baru dan strategi untuk koping terhadap bayi baru lahir. f. Anjurkan pengungkapan rasa bersalah, kegagalan pribadi, atau keragu – raguan tentang kemampuan menjadi orang tua g. Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok pendukungan menjadi orang tua, pelayanan sosial, kelompok komunitas, atau pelayanan perawat berkunjung. 5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Respon hormonal dan psikologis (sangat gembira, ansietas, kegirangan), nyeri/ketidaknyamanan, proses persalinan dan kelahiran melelahkan. Tujuan : Mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga baru, melaporkan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat. Intervensi Keperawatan : a. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat. b. Kaji factor-faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat. c. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur/istirahat setelah kembali ke rumah. d. Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI. e. Kaji lingkungan rumah, bantuan dirumah, dan adanya sibling dan anggota keluarga lain. 6. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan perawatan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber – sumber. 
Tujuan : Mengungkapkan berhubungan dengan pemahaman perubahan fisiologis, kebutuhan individu, hasil yang diharapkan, melakukan aktivitas / prosedur yang perlu dan menjelaskan alasan-alasan untuk tindakan. Intervensi Keperawatan : a. Pastikan persepsi klien tentang persalinan dan kelahiran, lama persalinan, dan tingkat kelelahan klien. b. Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar. c. Berikan informasi tentang perawatan diri, termasuk perawatan perineal dan higiene, perubahan fisiologis. d. Diskusikan kebutuhan seksualitas dan rencana untuk kontrasepsi. 7. Potensial terhadap pertumbuhan koping keluarga berhubungan dengankecukupan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan individu dan tugas-tugas adaptif, memungkinkan tujuan aktualisasi diri muncul ke permukaan. Tujuan : Mengungkapkan keinginan untuk melaksanakan tugas-tugas yang mengarah pada kerja sama dari anggota keluarga baru, mengekspresikan perasaan percaya diri dan kepuasan dengan terbentuknya kemajuan dan adaptasi. Intervensi Keperawatan : a. Kaji hubungan anggota keluarga satu sama lain. b. Anjurkan partisipasi seimbang dari orang tua pada perawatan bayi. c. Berikan bimbingan antisipasi mengenai perubahan emosi normal berkenaan dengan periode pascapartum. d. Berikan informasi tertulis mengenai buku-buku yang dianjurkan untuk anak-anak (sibling) tetang bayi baru. e. Kolaborasi dalam merujuk klien/pasangan pada kelompok orang tua pascapartum di komunitas.

0 comments:

  • Total Pageviews

    Ns.Tursino.Skep. Powered by Blogger.
  • Contact Form

    Name

    Email *

    Message *