RSS
Facebook
Twitter

Friday 19 October 2012

Defisit Perawatan Diri

A.    Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).
Jenis–Jenis Perawatan Diri
  1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
  2. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
  3. Kurang perawatan diri : Makan adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan.
  4. Kurang perawatan diri : Toileting adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004, 79 ).



B. Etiologi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai berikut :
1.    Kelelahan fisik
2.    Penurunan kesadaran
Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1.    Faktor prediposisi
a.    Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b.    Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
c.    Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d.    Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2.    Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
a.    Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b.    Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
c.    Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d.    Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e.    Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f.    Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
g.    Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
1.    Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2.    Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

C. Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
1.    Fisik
a.    Badan bau, pakaian kotor.
b.    Rambut dan kulit kotor.
c.    Kuku panjang dan kotor
d.    Gigi kotor disertai mulut bau
e.    penampilan tidak rapi
2.    Psikologis
a.    Malas, tidak ada inisiatif.
b.    Menarik diri, isolasi diri.
c.    Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3.    Sosial
a.    Interaksi kurang.
b.    Kegiatan kurang .
c.    Tidak mampu berperilaku sesuai norma.
d.    Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah :
1.    Data subyektif
a.    Pasien merasa lemah
b.    Malas untuk beraktivitas
c.    Merasa tidak berdaya.
2.     Data obyektif
a.    Rambut kotor, acak – acakan
b.    Badan dan pakaian kotor dan bau
c.    Mulut dan gigi bau.
d.    Kulit kusam dan kotor
e.    Kuku panjang dan tidak terawatt
D. Mekanisme Koping
1.    Regresi
Adalah Kemunduran akibat stress terhadap perilaku dan merupakan cirri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini
2.    Penyangkalan
Penyangkalan merupakan mekanisme koping / pertahanan untuk mengurangi kesulitan untuk menegakkan diagnosis.
3.    Isolasi diri, menarik diri
Bila individu menyangkal kenyataan, maka dia menganggap tidak ada atau menolak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan (sebenarnya mereka sadari sepenuhnya) dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri. Penyangkalan kenyataan juga mengandung unsur penipuan diri.
4.    Intelektualisasi
Apabila individu menggunakan teknik intelektualisasi, maka dia menghadapi situasi yang seharusnya menimbulkan perasaan yang amat menekan dengan cara analitik, intelektual dan sedikit menjauh dari persoalan. Dengan kata lain, bila individu menghadapi situasi yang menjadi masalah, maka situasi itu akan dipelajarinya atau merasa ingin tahu apa tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat dengan persoalan tersebut secara emosional. Dengan intelektualisasi, manusia dapat sedikit mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya, dan memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau permasalah secara obyektif.
E. Rentang Respon Kognitif
Asuhan yang dapat dilakukan keluarga bagi klien yang tidak dapat merawat diri sendiri adalah :
1.    Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
a.    Bina hubungan saling percaya.
b.    Bicarakan tentang pentingnya kebersihan.
c.    Kuatkan kemampuan klien merawat diri.
2.    Membimbing dan menolong klien merawat diri.
a.    Bantu klien merawat diri
b.    Ajarkan ketrampilan secara bertahap
c.    Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3.    Ciptakan lingkungan yang mendukung
a.    Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk mandi.
b.    Dekatkan peralatan mandi biar mudah dijangkau oleh klien.
c.    Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi klien misalnya, kamar mandi yang dekat dan tertutup.
F. Diagnosa Keperawatan
Menurut Depkes (2000: 32) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien defisit perawatan diri sesuai dengan bagan 1.1 yaitu:
1.    Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2.    Defisit perawatan diri.
3.    Isolasi Sosial.
Fokus Intervensi
Diagnosa keperawatan: penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri.
1.    Tujuan Umum
Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan kebersihan diri.

2.    Tujuan Khusus
a.    TUK I : klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
1)    Kriteria evaluasi
Dalam berinteraksi klien menunjukan tanda-tanda percaya pada perawat:
a)    Wajah cerah, tersenyum
b)    Mau berkenalan
c)     Ada kontak mata
d)    Menerima kehadiran perawat
e)    Bersedia menceritakan perasaannya
2)    Intervensi
a)    Berikan salam setiap berinteraksi.
b)    Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
c)    Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d)    Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e)    Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f)    Buat kontrak interaksi yang jelas.
g)    Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h)    Penuhi kebutuhan dasar klien.
b.    TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
1)     Kriteria evaluasi
Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan, mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri.
2)     Intervensi
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
a)    Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
b)    Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
c)    Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
d)    Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan diri.
e)    Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan diri.
f)    Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.
c.    TUK III : klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
1)    Kriteria evaluasi
Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai air sampai bersih, mengganti pakaian bersih sehari–hari, dan merapikan penampilan.
2)    Intervensi
a)    Motivasi klien untuk mandi.
b)    Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c)    Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d)    Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e)    Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f)    Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.
d.    TUK IV : klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.
1)    Kriteria evaluasi
Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi.
2)    Intervensi
Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
e.    TUK V : klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
1)    Kriteria evaluasi
Klien selalu tampak bersih dan rapi.
2)    Intervensi
Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.
f.    TUK VI : klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.
1)    Kriteria evaluasi
Keluarga selalu mengingatkan hal–hal yang berhubungan dengan kebersihan diri, keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan diri, dan keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga kebersihan diri.
2)    Intervensi
a)    Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.
b)    Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS.
c)    Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang telah dialami di RS.
d)    Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga kebersihan diri klien.
e)    Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
f)    Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri.
g)    Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.
G. Asuhan Keperawata DPD ( deficit Perawatan Diri )
1.    Pengkajian
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan merawat kebersihan diri, makan secara mandiri, berhias diri secara mandiri, dan toileting {Buang Air Besar (BAB)/Buang Air Kecil(BAK)} secara mandiri. Untuk mengetahui apakah pasien mengalami masalah kurang perawatan diri maka tanda dan gejala dapat diperoleh melalui observasi pada pasien yaitu:
•    Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor, kulit berdaki dan bau, kuku panjang dan kotor.
•    Ketidakmampuan berhias/berdandan, ditandai dengan rambut acak-acakan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaian tidak sesuai, pada pasien laki-laki tidak bercukur, pada pasien wanita tidak berdandan.
•    Ketidakmampuan makan secara mandiri, ditandai dengan ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan makan tidak pada tempatnya.
•    Ketidakmampuan BAB/BAK secara mandiri, ditandai dengan BAB/BAK tidak pada tempatnya, tidak membersihkan diri dengan baik setelah BAB/BAK
2.    Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data yang didapat ditetapkan diagnosa keperawatan :
•    Kurang Perawatan Diri : ± Kebersihan dir i
•    Berdandan
•    Makan
•    BAB/BAK
Latihan 1: Percakapan saat melakukan pengkajian pada pasien dengan kurang perawatan diri :
kebersihan diri
Orientasi :
³Selamat pagi Tina, bagaimana perasaannya hari ini ? Bagaimana kalau saat ini kita mendiskusikan tentang kegiatan Tina sehari- hari 15 menit disini, bagaimana Tin?´
Kerja :
Pengkajian Kebersihan diri
Berapa kali Tina mandi dalam sehari? Apakah Tina sudah mandi hari ini? Menurut Tina apa kegunaannya mandi ?Apa alasan Tina sehingga tidak bisa merawat diri ? Menurut Tina apa manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang mer awat diri dengan baik seperti apa? Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut Tina yang bisa muncul ?´
•    Pengkajian Berdandan untuk pasien wanita
Apa yang Tina lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja Tina menyisir rambut ?
Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud atau tujuan sisiran dan berdandan ?´
•    Pengkajian Ber dandan untuk pasien laki-laki
Berapa kali Tono cukuran dalam seminggu? Kapan Tono cukuran terakhir? Apa gunanyacukuran? Apa alat-alat yang diper lukan?´
•    Pengkajian Makan
Berapa kali makan sehar i? Apa saja persiapan makan? Di mana tempat kita makan? Bagaimana cara makan yang baik? Apa yang dilakukan sebelum makan ? Apa pula yang dilakukan setelah makan?´
•    Pengkajian kemampuan BAB/BAK
Di mana biasanya Tina berak/kencing? Bagaimana membersihkannya?´
Terminasi :
Bagaimana per asaan Tina setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya kebersihan dir i tadi ?
Sekarang coba Tina ulangi lagi tanda-tanda bersih dan rapi ? Setengah jam lagi kita akan mendiskusikan tentang cara-cara merawat diri sekaligus Tina mempraktekkannya. Bagaimana Tina? Setuju?´
(Perawat menyiapkan alat kebersihan diri yang akan digunakan).
Data yang didapat berdasarkan komunikasi diatas didokumentasikan pada kartu berobat pasien di puskesmas. Contoh pendokumentasiannya sebagai berikut:
Data : Pasien berpenampilan kotor, tidak rapi, badan bau dan gigi tampak kuning dan ter lihat banyak sisa makanan. Pasien mengatakan bahwa ia sudah 3 bulan tidak mandi. Keluarga mengatakan pasien BAB dan BAK disembarang tempat.
3.    Tindakan keperawatan
Tindakan keperawatan untuk pasien kurang perawatan diri juga ditujukan untuk keluarga sehingga keluarga mampu mengarahkan pasien dalam melakukan perawatan diri.
a.    Tindakan keperawatan untuk pasien
1)    Tujuan:
•    Pasien mampu melakukan keber sihan diri secara mandiri
•    Pasien mampu melakukan berhias/berdandan secar a baik
•    Pasien mampu melakukan makan dengan baik
•    Pasien mampu melakukan BAB/BAK secara mandiri
b.    Tindakan keperawatan
1)    Melatih pasien cara-cara perawatan kebersihan diri
Untuk melatih pasien dalam menjaga kebersihan diri Saudara dapat melakukan tanapan tindakan yang meliputi:
•    Menjelasan pentingnya menjaga kebersihan diri.
•    Menjelaskan alat-alat untuk menjaga kebersihan diri
•    Menjelaskan cara- cara melakukan kebersihan diri
•    Melatih pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
Latihan 2. Percakapan saat melatih pasien tentang cara-cara perawatan kebersihan diri
Orientasi :
Selamat pagi Tina? Apakah masih ingat apa tanda-tandanya bersih ? Selama setengah jam ini kita akan membicarakan bagaimana cara mandi, gosok gigi, keramas, berpakaian dan gunting kuku yang benar. Selanjutnya « akan mencoba cara-cara yang telah kita diskusikan ini. Siap ?
Kerja :
Menurut Tina kalau mandi itu kita harus bagaimana ? sebelum mandi apa yang perlu kitapersiapkan ? Benar sekali..Tina perlu menyiapkan pakaian ganti, handuk, sikat gigi, shampo dansabun serta sisir. Bagaimana kalau sekarang kita ke kamar mandi, suster  akan membimbing Tina melakukannya. Sekarang Tina siram seluruh tubuh Tina termasuk rambut lalu ambil shampoogosokkan pada kepala Tina sampai berbusa lalu bilas sampai bersih.. bagus sekali.. Selanjutnya ambil sabun, gosokkan di seluruh tubuh secara merata lalu siram dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol.. giginya disikat mulai dari arah atas ke bawah. Gosok seluruh gigi Tina. mulai dari depan sampai belakang.. Bagus, lalu kumur-kumur sampai bersih. Terakhir siram lagi seluruh tubuh Tina. sampai bersih lalu keringkan dengan handuk. Tina bagus sekali melakukannya. Selanjutnya Tina pasang baju dan sisir rambutnya dengan baik.´
Terminasi :
Bagaimana per asaan Tina setelah mandi dan mengganti pakaian ? Coba Tina sebutkan lagi apa saja cara-cara mandi yang baik yang sudah Tina. lakukan tadi ?´
Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan, jam berapa saja? Nah, dikerjakan ya Tina! Dua hari lagi kita ketemu lagi untuk latihan berdandan. Oke?´
2)    Melatih pasien berdandan/berhias
Saudara sebagai perawat dapat melatih pasien berdandan. Untuk pasien laki-laki tentu harus dibedakan dengan wanita. Untuk pasien laki- laki latihan meliputi :
•    Berpakaian
•    Menyisir rambut
•    Bercukur
Untuk pasien wanita, latihannya meliputi :
•    Berpakaian
•    Menyisir rambut
•    Berhias
Latihan 3. Percakapan saat melatih pasien laki-laki berdandan
Orientasi
Selamat pagi Pak Tono?
Bagaimana per asaan Bpk har i ini? Bagaimana mandinya?´
Hari ini kita akan latihan berdandan, mau dimana latihannya. Bagaimana kalau di ruang tamu ?
lebih kurang setengah jam´.
Kerja
Apa yang bapak lakukan setelah selesai mandi ?´
Apakah bapak menyisir rambut ? Bagaimana cara bersisir ?´
Bagaimana cara bapak memakai baju ? Berapa kali ganti baju dalam sehari ?´Apakah bapak suka bercukur ?Berapa har i sekali bercukur ?´
Untuk menyisir rambut sebaiknya tiap selesai mandi bapak bersisir. Pakailah sisir´ yang bersih dan tidak tajam. Coba bapak praktekkan« ya, bagus!´
Tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari Pak dirapikan ! Ya, Bagus !´
(catatan: janggut dir apihkan bila pasien tidak memelihara janggut)
³Untuk ber pakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti pakaian yang sehat 2x/har i. Sekarang coba bapak ganti baju.. Ya, bagus seperti itu´.
Terminasi
Bagaimana per asaan bapak setelah berdandan´.
Coba pak, sebutkan cara berdandan yang baik sekali lagi´..
Selanjutnya bapak setiap hari setelah mandi berdandan dan pakai baju seperti tadi ya! Masukkan ke jadwal ya?´
Minggu depan kita latihan makan yang baik. Kita akan makan bersama. Saya akan datang jam 12 siang´.
Latihan 4. Percakapan melatih berdandan untuk pasien wanita
Orientasi
Selamat pagi, bagaimana perasaaan Tina hari ini ?Bagaimana mandinya?´
Sesuai janji kita hari ini kita akan latihan berdandan supaya ibu tampak rapi dan cantik. Di mana alat-alat dandannya?´
Kerja
Bagaimana cara Ibu ber dandan ? Apakah menyisir rambut ? Bagaimana cara ibu menyisir ?
Bagus sekali!´
Apa kebiasaan ibu dalam ber dandan/berpakaian ?´
Apakah ibu biasa memakai bedak ?´
Nah sekar ang kita praktek ya mulai dengan ganti pakaian. Ya bagus. Sekarang menyisir rambut.. ya.. Bagus sekali.., lanjutkan dengan merias muka. Ya bagus. Ibu tampak cantik.
Saya jelaskan bahwa ganti baju sebaiknya 2x/har i kemudian menyisir rambut setelah mandi. Berbedak dilakukan setelah mandi.´
Terminasi:
³Bagaimana per asaan Ibu setelah belajar berdandan. ³
³Untuk ber dandan caranya bagaimana ?´
³Hari- hari ber ikutnya saya berhar ap Ibu berdandan dengan baik. Mari masukkan dalam jadwalnya ya!´
³Minggu depan kita bertemu lagi untuk belajar cara makan yang baik.´
3)    Melatih pasien makan secara mandiri
Untuk melatih makan pasien Saudara dapat melakukan tahapan sebagai berikut:
•    Menjelaskan cara mempersiapkan makan
•    Menjelaskan cara makan yang tertib
•    Menjelaskan cara merapihkan per alatan makan setelah makan
•    Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik
Latihan 5. Percakapan melatih pasien makan secara mandiri
Orientasi
Selamat pagi Tina? Bagaimana perasaannya har i ini ?´
Apakah berdandan sudah dilakukan tiap hari ?´
Hari ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan selama satu jam langsung di ruang makan ya..!´
Kerja
Bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun setelah makan ? Dimana Tina makan ?´
Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita praktekkan ! Bagus !
Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap kita berdoa dulu. Silakan Tina yang pimpin !. Bagus..
Mari kita makan. saat makan kita harus menyuap makanan satu-satu dengan pelan-pelan. Ya, mar i kita makan´..
Setelah makan kita bereskan pir ing, gelas yang kotor. Ya betul dan kita akhiri dengan cuci
tangan. Ya bagus´!
Terminasi
Bagaimana per asaan Tina setelah kita makan bersama-sama´.
Setelah makan apa yang sebaiknya kita lakukan ?´
Hari- hari ber ikutnya saya berhar ap Ibu Asih melakukan cara tadi dengan baik. Dua hari lagi saya datang lagi untuk melihat hasil kegiatan Tina. Sampai jumpa!´
4)    Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
Saudara dapat melatih pasien untuk BAB dan BAK mandiri sesuai tahapan berikut:
•    Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai
•    Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK
•    Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK
Latihan 6. Percakapan mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
Orientasi
Selamat pagi Tono ? Bagaimana per asaan Tono hari ini ?´
Sesuai dengan janji kita, selama setengah jam ini kita akan membicarakan tentang cara berak dan kencing yang baik?´
Kerja
Dimana biasanya Tono berak dan kencing?´ ³Benar Tono, berak atau kencing yang baik itu di WC/kakus, kamar mandi atau tempat lain yang tertutup dan ada saluran pembuangan kotorannya.
Jadi kita tidak berak/kencing di sembarang tempat ya«..´
Sekarang, coba Tono jelaskan kepada saya bagaimana cara Tono cebok?´
Sudah bagus ya Tono Yang perlu diingat saat Tono cebok adalah Tono member sihkan anus atau kemaluan dengan air yang ber sih dan pastikan tidak ada tinja/air kencing yang masih tersisa di tubuh Tono´.

4.    Tindakan keperawatan pada keluarga
Tujuan
Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kurang perawatan diri.
a.    Tindakan keperawatan
Untuk memantau kemampuan pasien dalam melakukan cara perawatan diri yang baik maka Saudara harus melakukan tindakan kepada keluarga agar keluarga dapat meneruskan melatih pasien dan mendukung agar kemampuan pasien dalam perawatan dir inya meningkat.
Serangkaian intervensi ini dapat Saudara lakukan:
1) Diskusikan dengan keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang dibutuhkan oleh pasien untuk menjaga per awatan diri pasien.
2) Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri pasien dan membantu mengingatkan pasien dalam merawat diri (sesuai jadual yang telah disepakati).
3) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan pasien dalam merawat dir i.



H. Evaluasi

1. Kemampuan pasien dan keluarga

PENILAIAN KEMAMPUAN PASIEN DAN KELUARGA
DENGAN MASALAH KURANG PERAWATAN DIRI

Nama pasien         : .................
Nama ruangan    : ...................
Nama perawat    : ...................

Petunjuk pengisian:
1.    Berilah tanda (V) jika pasien dan keluarga mampu melakukan kemampuan di bawah ini.
2.    Tuliskan tanggal setiap dilakukan penilaian

No   
Kemampuan    Tgl    Tgl    Tgl    Tgl
A    Pasien
1    Menyebutkan pentingnya kebersihan diri               
2    Menyebutkan cara membersihkan diri               
3    Mempraktekkan cara membersihkan diri dan memasukkan dalam jadual               
4    Menyebutkan cara makan yang baik               
5    Mempraktekkan cara makan yang baik dan memasukkan dalam jadual                
6    Menyebutkan cara BAB/BAK yang baik               
7    Mempraktekkan cara BAB/BAK yang baik dan memasukkan dalam jadual               
8    Menyebutkan cara berdandan               
9    Mempraktekkan cara berdandan dan memasukkan dalam jadual           
   
B    Keluarga
1    Menyebutkan pengertian perawatan diri dan proses terjadinya masalah kurang perawatan diri               
2    Menyebutkan cara merawat pasien dengan kurang perawatan diri               
3    Mempraktekkan cara merawat pasien dengan kurang perawatan diri               
4    Membuat jadual aktivitas dan minum obat klien di rumah (discharge planning)               


2. Kemampuan perawat    

PENILAIAN KEMAMPUAN PERAWAT DALAM MERAWAT PASIEN  DEFISIT PERAWATAN DIRI

Nama pasien         : .................
Nama ruangan    : ...................
Nama perawat    : ...................

Petunjuk pengisian:
Penilaian tindakan keperawatan untuk setiap SP dengan menggunakan instrumen penilaian kinerja (No 04.01.01).
Nilai tiap penilaian kinerja masukkan ke tabel pada baris nilai SP.


No   
Kemampuan    Tgl    Tgl    Tgl    Tgl    Tgl    Tgl    Tgl
                               
A    Pasien
    SP I p                           
1    Menjelaskan pentingnya kebersihan diri                           
2    Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri                           
3    Membantu pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri                            
4    Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian                           
    Nilai SP I p                           
    SP Iip                           
1    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien                           
2    Menjelaskan cara makan yang baik                           
3    Membantu pasien mempraktekkan cara makan yang baik                             
4    Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian                           
    Nilai SP IIp                           
    SP III p                           
1    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien                           
2    Menjelaskan cara eliminasi yang baik                           
3    Membantu pasien mempraktekkan cara eliminasi yang baik dan memasukkan dalam jadual                           
4    Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian                           
    Nilai SP III p                           
    SP IV p                           
1    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien                           
2    Menjelaskan cara berdandan                           
3    Membantu pasien mempraktekkan cara berdandan                            
4    Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian                           
    Nilai SP IV p                           
B    Keluarga
    SP I k                           
1    Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien                           
2    Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri, dan jenis defisit perawatan diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya                           
3    Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri                             
    Nilai SP I k                           
    SP II k                           
1    Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan defisit perawatan diri                           
2    Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien defisit perawatan diri                           
    Nilai SP II k                           
    SP III k                           
1    Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah termasuk minum obat  (discharge planning)                           
2    Menjelaskan  follow up pasien setelah pulang                           
    Nilai SP IIIk                           
    Total nilai: SPp + SP k   
    Rata-rata   

I.    Dokumentasi Asuhan Keperawatan

Panduan pengkajian pada pasien yang mengalami masalah kurang perawatan diri.

VI. Status Mental
1.    Penampilan
    Tidak rapi   
    Penggunaan pakaian tidak sesuai
    Cara berpakaian tidak seperti biasanya
Jelaskan …………………………………………………………………………..
Masalah Keperawatan:…………………………………………………………….

     VII. Kebutuhan Sehari-hari   
1.    Makan
        Bantuan minimal            Bantuan total   


2.    BAB/BAK
        Bantuan minimal            Bantuan total   

3.    BAB/BAK
        Bantuan minimal            Bantuan total

4.    Berpakaian/berhias
        Bantuan minimal            Bantuan total   
Jelaskan      …..………………………………………………………………….
Masalah Keperawatan:…………………………………………………………….



DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.
Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri edisi 3. Jakarta. EGC


Jiwa

LAPORAN PENDAHULUAN

I.    MASALAH UTAMA

II.    PROSES TERJADINYA MASALAH
(Meliputi : pengertian, faktor predisposisi, presipitasi, tanda dan gejala serta akibat)

III.    A. POHON MASALAH


B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
1.    Masalah keperawatan
DS    :

DO :

2.    Masalah keperawatan
DS :

DO :

3.    Masalah keperawatan
DS :

DO :

4.    dst..

IV.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.

2.

3.

4. dst….

V.    RENCANA TINDAKAN
(Sesuai dengan SOP, buat table)

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
KOMUNIKASI KEPERAWATAN


Tanggal :                       Interaksi ke :
                                                                  Jam             :


A.    PROSES KEPERAWATAN
1.    Kondisi Klien :
2.    Diagnosa Keperawatan :
3.    Tujuan Khusus :
4.    Tindakan Keperawatan :



B.    STRATEGI KOMUNIKASI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
1.    Fase Orientasi
a.    Salam Terapeutik :
b.    Evaluasi/Validasi    :


c.    Kontrak (topik, waktu, tempat) :


2.    Fase Kerja :
(Operasional apa yang akan diucapkan oleh perawat sesuai dengam tujuan khusus dan tindakan keperawatan)


3.    Fase Terminasi :
a.    Evaluasi Respon :
    Subyektif    :
    Obyektif    :
b.    Rencana Tindak Lanjut :
c.    Kontrak yang akan datang (topik, waktu, tempat) :


D. KOMUNIKASI TERAPEUTIK
1. Teknik komunikasi terapeutik yang digunakan :
2. Sikap komunikasi terapeutik yang digunakan :


FORMAT  ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN  DI  IGD


1.    PENGKAJIAN
Dilakukan pada tanggal :                           jam :            oleh :
Informan :

a.    Identitas Klien.
Nama            :
Umur            :
Jenis kelamin        :
Suku/Bangsa        :
Agama            :
Status            :
Pendidikan            :       
Pekerjaan            :
Alamat            :
Diagnosa Medis        :

b.    Identitas Penanggung jawab.
Nama            :
Umur            :
Jenis Kelamin        :
Pekerjaan            :
Alamat            :
Hubungan dengan klien    :

c.    Alasan masuk         :

d.    Data  Fokus
       
      Data Subyektif        :

      Data obyektif        :   
   

2.    DIAGNOSA  KEPERAWATAN :

3.    INTERVENSI            :

4.    IMPLEMENTASI        :

5.    EVALUASI            :

S    :

O    :
   
    A    :
   
    P    :




FORMAT  LAPORAN KEGIATAN DI RUANG ECT


Nama Mahasiswa    :
Hari/Tanggal        :................................. jam ..............................

1.    IDENTITAS KLIEN

Nama            :
Umur            :
Jenis kelamin        :
Suku/Bangsa        :
Agama            :
Status            :
Pendidikan            :   
Pekerjaan            :
Alamat            :
Diagnosa Medis        :
No Register        :
Ruang rawat        :
Diagnosa Keperawatan    :
ECT ke            :     kali


2.    PROSEDUR PELAKSANAAN ECT

a.    Persiapan ECT

b.    Pelaksanaan ECT

c.    Perawatan post ECT

FORMAT  LAPORAN KEGIATAN DI RUANG REHABILITASI


Nama Mahasiswa    :
Hari/Tanggal        :................................. jam ..............................

1.    IDENTITAS KLIEN

Nama            :
Umur            :
Jenis kelamin        :
Suku/Bangsa        :
Agama            :
Status            :
Pendidikan            :   
Pekerjaan            :
Alamat            :
Diagnosa Medis        :
No Register        :
Ruang rawat        :
Diagnosa Keperawatan    :
Rehabilitasi ke        :     kali
Jenis Rehabilitasi        :


2.    PROSEDUR PELAKSANAAN REHABILITASI

a.    Persiapan

b.    Pelaksanaan

c.    Manfaat Rehabilitasi bagi Pasien

d.    Rencana Pasien Setelah Rehabilitasi dan setelah pulang ke rumah




PRE PLANNING  TERAPI AKTIFITAS  KELOMPOK (TAK)

A.    TOPIK            :
B.    TUJUAN            :
C.    KRITERIA  KLIEN    :
D.    URAIAN STRUKTUR KELOMPOK : (susunan acara yang akan dilaksanakan)
E.    METODE            :
F.    ANTISIPASI MASALAH
G.    KRITERIA EVALUASI
H.    PROSES EVALUASI    :
I.    MEDIA/ALAT        :
J.    LANGKAH-LANGKAH  KEGIATAN   
1.    Persiapan
a.    Memilih klien sesuai dengan indikasi (contoh :  klien dengan perubahan sensori persepsi: halusinasi)
b.    Membuat kontrak dengan klien.
c.    Mempersiapkan alat, tempat dan setting pertemuan.

2.    Orientasi
a.    Salam terapeutik
1)    Salam dari terapis kepada klien
2)    Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama)
3)    Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)
b.    Evaluasi dan validasi: menanyakan perasaan klien saat ini
c.    Kontrak:
1)    Terapis menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan, yaitu mengenal suara-suara yang datang
2)    Terapis menjelaskan aturan main berikut:
•    Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin kepada terapis.
•    Lama kegiatan 45 menit.
•    Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.

3.    Tahap kerja
Menjelaskan secara operasional langkah kerja TAK yang akan dilaksanakan satu persatu

4.    Tahap terminasi
a.    Evaluasi
1)    Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2)    Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b.    Rencana Tindak lanjut : terapis meminta klien melaporkan isi, waktu, situasi, dan perasaan
c.    Kontrak yang akan datng
1)    Menyepakati TAK yang akan datang (topik, waktu, tempat)



KEGIATAN HARIAN PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN JIWA


Nama Mahasiswa    :
Ruang praktek        :

HARI/TANGGAL
   
WAKTU   
KEGIATAN


PEDOMAN STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN



MASALAH   
TINDAKAN KE KLIEN   
TINDAKAN KELUARGA

PERILAKU
KEKERASAN   
i.    SP I
1.    Mengidentifikasi penyebab PK
2.    Mengidentifikasi tanda & gejala PK
3.    Mengidentifikasi PK yang dilakukan
4.    Mengidentifikasi penyebab PK
5.    Menyebutkan cara mengontrol PK
6.    Membantu klien mempraktekan  latihan cara mengontrol fisik I
7.    Menganjurkan klien memasukkan dalam kegiatan harian

ii.    SP II
1.    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2.    Melatih klien mengontrol PK dengan cara fisik II
3.    Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian



iii.    SP III
1.    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2.    Melatih klien mengontrol PK dengan cara verbal
3.    Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

iv.    SP IV
1.    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2.    Melatih klien mengontrol PK dengan cara spiritual
3.    Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

v.    SP V
1.    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2.    Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum obat
3.    Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
   
A.    SP I
1.    Mendiskusikan  masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
2.    Menjelaskan pengertian PK, tanda & gejala serta proses terjadinya
3.    menjelaskan cara merawat klien  dengan PK


B.    SP II
1.    Melatih keluarga mempraktekan cara merawat klien dengan PK
2.    Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien PK

C.    SP III
1.    Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk  minum obat (discharge planning)
2.    Menjelaskan follow up klien setelah pulang


ISOLASI SOSIAL :   
A.    SP I
1.    Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial 
2.    berdiskusi dengan klien tentang keuntungan berinteraksi dg orang lain
3.    Berdiskusi dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4.    Mengjarkan klien cara berkenalan dengan satu orang
5.    Menganjurkan klien memasukkan dalam kegiatan harian

B.    SP II
1.    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2.    Memberikan kesempatan kepada klien mempraktekan cara berkenalan dengan satu orang (perawat)
3.    Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

C.    SP III
1.    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2.    Memberikan kesempatan kepada klien mempraktekan cara berkenalan dengan satu orang (klien lain)
3.    Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

D.    SP IV
1.    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2.    Memberikan kesempatan kepada klien  untuk mempraktekan cara  berkenalan dengan dua orang atau lebih (kelompok)
3.    Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

E.    SP V
1.    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian   klien
2.    Menjelaskan cara patuh minum obat
3.    Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
   
A.    SP I
1.    Mendiskusikan  masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
2.    Menjelaskan pengertian, tanda & gejala serta proses terjadinya isolasi sosial
3.    Menjelaskan cara merawat klien  dengan isolasi sosial


B.    SP II
1.    Melatih keluarga mempraktekan cara merawat klien dengan
2.    Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien


C.    SP III
1.    Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk  minum obat (discharge planning)
2.    Menjelaskan follow up klien setelah pulang


GANGGUAN
KONSEP
DIRI : HARGA DIRI RENDAH   
A.    SP I
1.    Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
2.    Membantu klien menilai kemampuan klien yang masih dapat digunakan
3.    Membantu klien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai  dengan kemampuan klien
4.    Melatih klien sesuai kemampuan yang dipilih
5.    Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan klien
6.    Menganjurkan klien memasukan dlm jadwal kegiatan harian

B.    SP II
1.    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2.    Melatih kemampuan ke dua
3.    Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian


C.    SP III
1.    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2.    Melatih kemampuan ke tiga dan seterusnya
3.    Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
   
A.    SP I
1.    Mendiskusikan  masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
2.    Menjelaskan pengertian , tanda & gejala serta proses terjadinya HD
3.    Menjelaskan cara merawat klien  dengan HD




B.    SP II
1.    Melatih keluarga mempraktekan cara merawat klien dengan HD
2.    Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien HD

C.    SP III
1.    Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk  minum obat (discharge planning)
2.    Menjelaskan follow up klien setelah pulang

PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI   
A.    SP I
1.    Mengidentifikasi jenis halusinasi klien
2.    Mengidentifikasi isi halusinasi klien
3.    Mengidentifikasi waktu halusinasi klien
4.    Mengidentifikasi frekwensi halusinasi klien
5.    Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
6.    Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi
7.    Mengajarkan klien menghardik halusinasi
8.    Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

B.    SP II
1.    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2.    Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain
3.    Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian


C.    SP III
1.    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2.    Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan (kegiatan yang biasa dilakukan klien)
3.    Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

D.    SP IV
1.    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2.    Memberikan pendidikan kesehatanntentang penggunaan obat secara teratur
3.    Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
   
A.  SP I
1.    Mendiskusikan  masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
2.    Menjelaskan pengertian , tanda & gejala, jenis halusinasi serta proses terjadinya Halusinasi
3.    Menjelaskan cara merawat klien  dengan Halusinasi



B.    SP II
1.    Melatih keluarga mempraktekan cara merawat klien dengan Halusinasi
2.    Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien Haslusinasi

C.    SP III
1.    Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk  minum obat (discharge planning)
2.    Menjelaskan follow up klien setelah pulang


DEFISIT PERAWATAN DIRI   
A.    SP I
1.    Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
2.    Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
3.    Membantu klien mempraktekan cara menjaga kebersihan diri
4.    Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian




B.    SP II
1.    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2.    Menjelaskan cara makan yang baik
3.    Membantu klien mempraktekan cara makan    yang baik
4.    Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

C.    SP III
1.    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2.    Menjelaskan cara eliminasi yang baik
3.    Membantu klien mempraktekan cara eliminasi  yang baik
4.    Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian

D.    SP IV
1.    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2.    Menjelaskan cara berdandan
3.    Membantu klien mempraktekan cara  berdandan
4.    Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian
   
A.    SP I
1.    Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
2.    Menjelaskan pengertian, tanda & gejala defisit perawatan diri, jenis perawatan diri yang dialami klien beserta prosesnya
3.    Menjelaskan cara-cara merawat klien defisit perawatan diri

B.    SP II
1.    Melatih keluarga mempraktekan cara merawat klien dengan defisit perawatan diri
2.    Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien defisit perawatan diri

C.    SP III
1.    Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk  minum obat (discharge planning)
2.    Menjelaskan follow up klien setelah pulang


WAHAM   
A.    SP I
1.    Membantu orientasi realita
2.    Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
3.    Membantu klien memenuhi kebutuhannya
4.    Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

B.    SP II
1.    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2.    Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
3.    Melatih kemampuan yang dimiliki

C.    SP III
1.    Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2.    Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
3.    Menganjurkan klien memasukan dalam jadwal kegiatan harian   
B.    SP I
1.    Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien
2.    Menjelaskan pengertian, tanda & gejala waham, jenis waham yang dialami klien beserta prosesnya
3.    Menjelaskan cara-cara merawat klien waham

C.    SP II
1.    Melatih keluarga mempraktekan cara merawat klien dengan waham
2.    Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien waham

D.    SP III
1.    Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk  minum obat (discharge planning)
2.    Menjelaskan follow up klien setelah pulang































anatomi dan fisiologi neurologi

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM SARAF (NEUROLOGI KLINIK)

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM SARAF
Struktur dan FungsiSistem persarafan terdiri dari sel-sel saraf yang disebut neuron dan jaringan penunjang yang disebut neuroglia . Tersusun membentuk sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (SST). SSP terdiri atas otak dan medula spinalis sedangkan sistem saraf tepi merupakan susunan saraf diluar SSP yang membawa pesan ke dan dari sistem saraf pusat. Sistem persarafan berfungsi dalam mempertahankan kelangsungan hidup melalui berbagai mekanisme sehingga tubuh tetap mencapai keseimbangan. Stimulasi yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber dari lingkungan internal maupun eksternal menyebabkan berbagai perubahan dan menuntut tubuh dapat mengadaptasi sehingga tubuh tetap seimbang. Upaya tubuh dalam mengadaptasi perubahan berlangsung melalui kegiatan saraf yang dikenal sebagai kegiatan refleks. Bila tubuh tidak mampu mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang tidak seimbang atau sakit.

Stimulasi dapat Menghasilkan Suatu Aktifitas

Stimulasi diterima oleh reseptor sistem saraf yang selanjutnya akan dihantarkan oleh sistem saraf tepi dalam bentuk impuls listrik ke sistem saraf pusat. Bagian sistem saraf tepi yang menerima rangsangan disebut reseptor, dan diteruskan menuju sistem saraf pusat oleh sistem saraf sensoris. Pada sistem saraf pusat impuls diolah dan diinterpretasi untuk kemudian jawaban atau respon diteruskan kembali melalui sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir. Sistem saraf yang membawa jawaban atau respon adalah sistem saraf motorik. Bagian sistem saraf tepi yang mencetuskan jawaban disebut efektor. Jawaban yang terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (volunter) dan jawaban yang tidak dipengaruhi oleh kemauan (involunter). Jawaban volunter melibatkan sistem saraf somatis sedangkan yang involunter melibatkan sistem saraf otonom. Efektor dari sitem saraf somatik adalah otot rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom, efektornya adalah otot polos, otot jantung dan kelenjar sebasea.
Fungsi Saraf

1. Menerima informasi (rangsangan) dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf sensori . Saraf sensori disebut juga Afferent Sensory Pathway.

2. Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat.

3. Mengolah informasi yang diterima baik ditingkat medula spinalis maupun di otak untuk selanjutnya menentukan jawaban atau respon.
4. Mengantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik ke organ-organ tubuh sebagai kontrol atau modifikasi dari tindakan. Saraf motorik disebut juga Efferent Motorik Pathway.

Sel Saraf (Neuron)
Merupakan sel tubuh yang berfungsi mencetuskan dan menghantarkan impuls listrik. Neuron merupakan unit dasar dan fungsional sistem saraf yang mempunyai sifat exitability artinya siap memberi respon saat terstimulasi. Satu sel saraf mempunyai badan sel disebut soma yang mempunyai satu atau lebih tonjolan disebut dendrit. Tonjolan-tonjolan ini keluar dari sitoplasma sel saraf. Satu dari dua ekspansi yang sangat panjang disebut akson. Serat saraf adalah akson dari satu neuron. Dendrit dan badan sel saraf berfungsi sebagai pencetus impuls sedangkan akson berfungsi sebagai pembawa impuls. Sel-sel saraf membentuk mata rantai yang panjang dari perifer ke pusat dan sebaliknya, dengan demikian impuls dihantarkan secara berantai dari satu neuron ke neuron lainnya. Tempat dimana terjadi kontak antara satu neuron ke neuron lainnya disebut sinaps. Pengahantaran impuls dari satu neuron ke neuron lainnya berlangsung dengan perantaran zat kimia yang disebut neurotransmitter

Jaringan Penunjang

Jaringan penunjang saraf terdiri atas neuroglia. Neuroglia adalah sel-sel penyokong untuk neuron-neuron SSP, merupakan 40% dari volume otak dan medulla spinalis. Jumlahnya lebih banyak dari sel-sel neuron dengan perbandingan sekitar 10 berbanding satu. Ada empat jenis sel neuroglia yaitu: mikroglia, epindima, astrogalia, dan oligodendroglia

Mikroglia

Mempunyai sifat fagositosis, bila jaringan saraf rusak maka sel-sel ini bertugas untuk mencerna atau menghancurkan sisa-sisa jaringan yang rusak. Jenis ini ditemukan diseluruh susunan saraf pusat dan di anggap berperan penting dalam proses melawan infeksi. Sel-sel ini mempunyai sifat yang mirip dengan sel histiosit yang ditemukan dalam jaringan penyambung perifer dan dianggap sebagai sel-sel yang termasuk dalam sistem retikulo endotelial sel.

Epindima

Berperan dalam produksi cairan cerebrospinal. Merupakan neuroglia yang membatasi sistem ventrikel susunan saraf pusat. Sel ini merupakan epitel dari pleksus choroideus ventrikel otak.

Astroglia

Berfungsi sebagai penyedia nutrisi esensial yang diperlukan oleh neuron dan membantu neuron mempertahankan potensial bioelektris yang sesuai untuk konduksi dan transmisi sinaptik. Astroglia mempunyai bentuk seperti bintang dengan banyak tonjolan. Astrosit berakhir pada pembuluh darah sebagai kaki I perivaskuler dan menghubungkannya dalam sistem transpot cepat metabolik. Kalau ada neuron-neuron yang mati akibat cidera, maka astrosit akan berproliferasi dan mengisi ruang yang sebelumnya dihuni oleh badan sel saraf dan tonjolan-tonjolannya. Kalau jaringan SSP mengalami kerusakan yang berat maka akan terbentuk suatu rongga yang dibatasi oleh astrosit

Oligodendroglia

Merupakan sel yang bertanggungjawab menghasilkan myelin dalam SSP. Setiap oligodendroglia mengelilingi beberapa neuron, membran plasmanya membungkus tonjolan neuron sehingga terbentuk lapisan myelin. Myelin merupakan suatu komplek putih lipoprotein yang merupakan insulasi sepanjang tonjolan saraf. Myelin menghalangi aliran ion kalium dan natrium melintasi membran neuronal .

Sistem Saraf Pusat

Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan medula spinalis. SSP dibungkus oleh selaput meningen yang berfungsi untuk melindungi otak dan medula spinalis dari benturan atau trauma. Meningen terdiri atas tiga lapisan yaitu durameter, arachnoid dan piamater.

Rongga Epidural

Berada diantara tulang tengkorak dan durameter. Rongga ini berisi pembuluh darah dan jaringan lemak yang berfungsi sebagai bantalan. Bila cidera mencapai lokasi ini akan menyebabkan perdarahan yang hebat oleh karena pada lokasi ini banyak pembuluh darah sehingga mengakibatkan perdarahan epidural

Rongga Subdural

Berada diantara durameter dan arachnoid, rongga ini berisi berisi cairan serosa.

Rongga Sub Arachnoid

Terdapat diantara arachnoid dan piameter. Berisi cairan cerebrospinalis yang salah satu fungsinya adalah menyerap guncangan atau shock absorber. Cedera yang berat disertai perdarahan dan memasuki ruang sub arachnoid yang akan menambah volume CSF sehingga dapat menyebabkan kematian sebagai akibat peningkatan tekanan intra kranial (TIK).

Otak

Otak, terdiri dari otak besar yang disebut cerebrum, otak kecil disebut cerebellum dan batang otak disebut brainstem. Beberapa karateristik khas Otak orang dewasa yaitu mempunyai berat lebih kurang 2% dari berat badan dan mendapat sirkulasi darah sebenyak 20% dari cardiac out put serta membutuhkan kalori sebesar 400 Kkal setiap hari. Otak merupakan jaringan yang paling banyak menggunakan energi yang didukung oleh metabolisme oksidasi glukosa. Kebutuhan oksigen dan glukosa otak relatif konstan, hal ini disebabkan oleh metabolisme otak yang merupakan proses yang terus menerus tanpa periode istirahat yang berarti. Bila kadar oksigen dan glukosa kurang dalam jaringan otak maka metabolisme menjadi terganggu dan jaringan saraf akan mengalami kerusakan. Secara struktural, cerebrum terbagi menjadi bagian korteks yang disebut korteks cerebri dan sub korteks yang disebut struktur subkortikal. Korteks cerebri terdiri atas korteks sensorik yang berfungsi untuk mengenal ,interpretasi impuls sensosrik yang diterima sehingga individu merasakan, menyadari adanya suatu sensasi rasa/indra tertentu. Korteks sensorik juga menyimpan sangat banyak data memori sebagai hasil rangsang sensorik selama manusia hidup. Korteks motorik berfungsi untuk memberi jawaban atas rangsangan yang diterimanya.

Struktur sub kortikal

a. Basal ganglia; melaksanakan fungsi motorik dengan merinci dan mengkoordinasi gerakan dasar, gerakan halus atau gerakan trampil dan sikap tubuh.

b. Talamus; merupakan pusat rangsang nyeri

c. Hipotalamus; pusat tertinggi integrasi dan koordinasi sistem saraf otonom dan terlibat dalam pengolahan perilaku insting seperti makan, minum, seks dan motivasi

d. Hipofise

Bersama dengan hipothalamus mengatur kegiatan sebagian besar kelenjar endokrin

dalam sintesa dan pelepasan hormon.

Cerebrum

Terdiri dari dua belahan yang disebut hemispherium cerebri dan keduanya dipisahkan oleh fisura longitudinalis. Hemisperium cerebri terbagi menjadi hemisper kanan dan kiri. Hemisper kanan dan kiri ini dihubungkan oleh bangunan yang disebut corpus callosum. Hemisper cerebri dibagi menjadi lobus-lobus yang diberi nama sesuai dengan tulang diatasnya, yaitu:

1. Lobus frontalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang frontalis

2. Lobus parietalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang parietalis

3. Lobus occipitalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang occipitalis

4. Lobus temporalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang temporalis

Cerebelum (Otak Kecil)

Terletak di bagian belakang kranium menempati fosa cerebri posterior di bawah lapisan durameter Tentorium Cerebelli. Di bagian depannya terdapat batang otak. Berat cerebellum sekitar 150 gr atau 8-8% dari berat batang otak seluruhnya. Cerebellum dapat dibagi menjadi hemisper cerebelli kanan dan kiri yang dipisahkan oleh vermis. Fungsi cerebellum pada umumnya adalah mengkoordinasikan gerakan-gerakan otot sehingga gerakan dapat terlaksana dengan sempurna.

Batang Otak atau Brainstern

Terdiri atas diencephalon, mid brain, pons dan medula oblongata. Merupakan tempat berbagai macam pusat vital seperti pusat pernafasan, pusat vasomotor, pusat pengatur kegiatan jantung dan pusat muntah, bersin dan batuk.

Komponen Saraf Kranial

a. Komponen sensorik somatik : N I, N II, N VIII

b. Komponen motorik omatik : N III, N IV, N VI, N XI, N XII

c. Komponen campuran sensorik somatik dan motorik somatik : N V, N VII, N IX, N X

d. Komponen motorik viseral

Eferen viseral merupakan otonom mencakup N III, N VII, N IX, N X. Komponen eferen viseral yang 'ikut' dengan beberapa saraf kranial ini, dalam sistem saraf otonom tergolong pada divisi parasimpatis kranial.

1. N. Olfactorius

Saraf ini berfungsi sebagai saraf sensasi penghidu, yang terletak dibagian atas dari mukosa hidung di sebelah atas dari concha nasalis superior.

2. N. Optikus

Saraf ini penting untuk fungsi penglihatan dan merupakan saraf eferen sensori khusus. Pada dasarnya saraf ini merupakan penonjolan dari otak ke perifer.

3. N. Oculomotorius

Saraf ini mempunyai nucleus yang terdapat pada mesensephalon. Saraf ini berfungsi sebagai saraf untuk mengangkat bola mata

4. N. Trochlearis

Pusat saraf ini terdapat pada mesencephlaon. Saraf ini mensarafi muskulus oblique yang berfungsi memutar bola mata

5. N. Trigeminus

Saraf ini terdiri dari tiga buah saraf yaitu saraf optalmikus, saraf maxilaris dan saraf mandibularis yang merupakan gabungan saraf sensoris dan motoris. Ketiga saraf ini mengurus sensasi umum pada wajah dan sebagian kepala, bagian dalam hidung, mulut, gigi dan meningen.

6. N. Abducens

Berpusat di pons bagian bawah. Saraf ini menpersarafi muskulus rectus lateralis. Kerusakan saraf ini dapat menyebabkan bola mata dapat digerakan ke lateral dan sikap bola mata tertarik ke medial seperti pada Strabismus konvergen.

7. N. Facialias

Saraf ini merupakan gabungan saraf aferen dan eferen. Saraf aferen berfungsi untuk sensasi umum dan pengecapan sedangkan saraf eferent untuk otot wajah.

8. N. Statoacusticus

Saraf ini terdiri dari komponen saraf pendengaran dan saraf keseimbangan

9. N. Glossopharyngeus

Saraf ini mempersarafi lidah dan pharing. Saraf ini mengandung serabut sensori khusus. Komponen motoris saraf ini mengurus otot-otot pharing untuk menghasilkan gerakan menelan. Serabut sensori khusus mengurus pengecapan di lidah. Disamping itu juga mengandung serabut sensasi umum di bagian belakang lidah, pharing, tuba, eustachius dan telinga tengah.

10 N. Vagus

Saraf ini terdiri dari tiga komponen: a) komponen motoris yang mempersarafi otot-otot pharing yang menggerakkan pita suara, b) komponen sensori yang mempersarafi bagian bawah pharing, c) komponen saraf parasimpatis yang mempersarafi sebagian alat-alat dalam tubuh.

11. N. Accesorius

Merupakan komponen saraf kranial yang berpusat pada nucleus ambigus dan komponen spinal yang dari nucleus motoris segmen C 1-2-3. Saraf ini mempersarafi muskulus Trapezius dan Sternocieidomastoideus.

12. Hypoglosus

Saraf ini merupakan saraf eferen atau motoris yang mempersarafi otot-otot lidah. Nukleusnya terletak pada medulla di dasar ventrikularis IV dan menonjol sebagian pada trigonum hypoglosi.

Medula Spinalis

Medula spinalis merupakan perpanjangan medula oblongata ke arah kaudal di dalam kanalis vertebralis mulai setinggi cornu vertebralis cervicalis I memanjang hingga setinggi cornu vertebralis lumbalis I - II. Terdiri dari 31 segmen yang setiap segmennya terdiri dari satu pasang saraf spinal. Dari medula spinalis bagian cervical keluar 8 pasang , dari bagian thorakal 12 pasang, dari bagian lumbal 5 pasang dan dari bagian sakral 5 pasang serta dari coxigeus keluar 1 pasang saraf spinalis. Seperti halnya otak, medula spinalispun terbungkus oleh selaput meninges yang berfungsi melindungi saraf spinal dari benturan atau cedera.

Gambaran penampang medula spinalis memperlihatkan bagian-bagian substansia grissea dan substansia alba. Substansia grisea ini mengelilingi canalis centralis sehingga membentuk columna dorsalis, columna lateralis dan columna ventralis. Massa grisea dikelilingi oleh substansia alba atau badan putih yang mengandung serabut-serabut saraf yang diselubungi oleh myelin. Substansi alba berisi berkas-berkas saraf yang membawa impuls sensorik dari SST menuju SSP dan impuls motorik dari SSP menuju SST. Substansia grisea berfungsi sebagai pusat koordinasi refleks yang berpusat di medula spinalis.Disepanjang medulla spinalis terdapat jaras saraf yang berjalan dari medula spinalis menuju otak yang disebut sebagai jaras acenden dan dari otak menuju medula spinalis yang disebut sebagai jaras desenden. Subsatansia alba berisi berkas-berkas saraf yang berfungsi membawa impuls sensorik dari sistem tepi saraf tepi ke otak dan impuls motorik dari otak ke saraf tepi. Substansia grisea berfungsi sebagai pusat koordinasi refleks yang berpusat dimeudla spinalis.

Refleks-refleks yang berpusat di sistem saraf puast yang bukan medula spinalis, pusat koordinasinya tidak di substansia grisea medula spinalis. Pada umumnya penghantaran impuls sensorik di substansia alba medula spinalis berjalan menyilang garis tenga. ImPuls sensorik dari tubuh sisi kiri akan dihantarkan ke otak sisi kanan dan sebaliknya. Demikian juga dengan impuls motorik. Seluruh impuls motorik dari otak yang dihantarkan ke saraf tepi melalui medula spinalis akan menyilang.

Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari korteks motorik serebri atau batang otak yang seluruhnya (dengan serat saraf-sarafnya ada di dalam sistem saraf pusat. Lower motor neuron (LMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari sistem saraf pusat tetapi serat-serat sarafnya keluar dari sistem saraf pusat dan membentuk sistem saraf tepi dan berakhir di otot rangka. Gangguan fungsi UMN maupun LMN menyebabkan kelumpuhan otot rangka, tetapi sifat kelumpuhan UMN berbeda dengan sifat kelumpuhan UMN. Kerusakan LMN menimbulkan kelumpuhan otot yang 'lemas', ketegangan otot (tonus) rendah dan sukar untuk merangsang refleks otot rangka (hiporefleksia). Pada kerusakan UMN, otot lumpuh (paralisa/paresa) dan kaku (rigid), ketegangan otot tinggi (hipertonus) dan mudah ditimbulkan refleks otot rangka (hiperrefleksia). Berkas UMN bagian medial, dibatang otak akan saling menyilang. Sedangkan UMN bagian Internal tetap berjalan pada sisi yang sama sampai berkas lateral ini tiba di medula spinalis. Di segmen medula spinalis tempat berkas bersinap dengan neuron LMN. Berkas tersebut akan menyilang. Dengan demikian seluruh impuls motorik otot rangka akan menyilang, sehingga kerusakan UMN diatas batang otak akan menimbulkan kelumpuhan pada otot-otot sisi yang berlawanan.

Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat adalah sebagai pusat refleks. Fungsi tersebut diselenggarakan oleh substansia grisea medula spinalis. Refleks adalah jawaban individu terhadap rangsang, melindungi tubuh terhadap pelbagai perubahan yang terjadi baik dilingkungan internal maupun di lingkungan eksternal. Kegiatan refleks terjadi melalui suatu jalur tertentu yang disebut lengkung refleks

Fungsi medula spinalis

1. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu dikornu motorik atau kornu ventralis.

2. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks tungkai

3. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum

4. Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh.

Lengkung refleks

o Reseptor: penerima rangsang

o Aferen: sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat (ke pusat refleks)

o Pusat refleks : area di sistem saraf pusat (di medula spinalis: substansia grisea), tempat terjadinya sinap ((hubungan antara neuron dengan neuron dimana terjadi pemindahan /penerusan impuls)

o Eferen: sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke sel efektor. Bila sel efektornya berupa otot, maka eferen disebut juga neuron motorik (sel saraf /penggerak)

o Efektor: sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir sebagai jawaban refleks. Dapat berupa sel otot (otot jantung, otot polos atau otot rangka), sel kelenjar.

Sistem Saraf Tepi

Kumpulan neuron diluar jaringan otak dan medula spinalis membentuk sistem saraf tepi (SST). Secara anatomik digolongkan ke dalam saraf-saraf otak sebanyak 12 pasang dan 31 pasang saraf spinal. Secara fungsional, SST digolongkan ke dalam: a) saraf sensorik (aferen) somatik : membawa informasi dari kulit, otot rangka dan sendi, ke sistem saraf pusat, b) saraf motorik (eferen) somatik : membawa informasi dari sistem saraf pusat ke otot rangka, c) saraf sesnsorik (eferen) viseral : membawa informasi dari dinding visera ke sistem saraf pusat, d) saraf mototrik (eferen) viseral : membawa informasi dari sistem saraf pusat ke otot polos, otot jantung dan kelenjar. Saraf eferen viseral disebut juga sistem saraf otonom. Sistem saraf tepi terdiri atas saraf otak (s.kranial) dan saraf spinal.

Saraf Otak (s.kranial)

Bila saraf spinal membawa informasi impuls dari perifer ke medula spinalis dan membawa impuls motorik dari medula spinalis ke perifer, maka ke 12 pasang saraf kranial menghubungkan jaras-jaras tersebut dengan batang otak. Saraf cranial sebagian merupakan saraf campuran artinya memiliki saraf sensorik dan saraf motorik

Saraf Spinal

Tiga puluh satu pasang saraf spinal keluar dari medula apinalis dan kemudian dari kolumna vertabalis melalui celah sempit antara ruas-ruas tulang vertebra. Celah tersebut dinamakan foramina intervertebrelia. Seluruh saraf spinal merupakan saraf campuran karena mengandung serat-serat eferen yang membawa impuls baik sensorik maupun motorik. Mendekati medula spinalis, serat-serat eferen memisahkan diri dari serat –serat eferen. Serat eferen masuk ke medula spinalis membentuk akar belakang (radix dorsalis), sedangkan serat eferen keluar dari medula spinalis membentuk akar depan (radix ventralis). Setiap segmen medula spinalis memiliki sepasang saraf spinal, kanan dan kiri. Sehingga dengan demikian terdapat 8 pasang saraf spinal servikal, 12 pasang saraf spinal torakal, 5 pasang saraf spinal lumbal, 5 pasang saraf spinal sakral dan satu pasang saraf spinal koksigeal. Untuk kelangsungan fungsi integrasi, terdapat neuron-neuron penghubung disebut interneuron yang tersusun sangat bervariasi mulai dari yang sederhana satu interneuron sampai yang sangat kompleks banyak interneuron. Dalam menyelenggarakan fungsinya, tiap saraf spinal melayani suatu segmen tertentu pada kulit, yang disebut dermatom. Hal ini hanya untuk fungsi sensorik. Dengan demikian gangguan sensorik pada dermatom tertentu dapat memberikan gambaran letak kerusakan.

Sistem Saraf Somatik

Dibedakan 2 berkas saraf yaitu saraf eferen somatik dan eferen viseral. Saraf eferen somatik : membawa impuls motorik ke otot rangka yang menimbulkan gerakan volunter yaitu gerakan yang dipengaruhi kehendak. Saraf eferen viseral : membawa impuls mototrik ke otot polos, otot jantung dan kelenjar yang menimbulkan gerakan/kegiatan involunter (tidak dipengaruhi kehendak). Saraf-saraf eferen viseral dengan ganglion tempat sinapnya dikenal dengan sistem saraf otonom yang keluar dari segmen medula spinalis torakal 1 – Lumbal 2 disebut sebagai divisi torako lumbal (simpatis). Serat eferen viseral terdiri dari eferen preganglion dan eferen postganglion. Ganglion sistem saraf simpatis membentuk mata rantai dekat kolumna vertebralis yaitu sepanjang sisiventrolateral kolumna vertabralis, dengan serat preganglion yang pendek dan serat post ganglion yang panjang. Ada tiga ganglion simpatis yang tidak tergabung dalam ganglion paravertebralis yaitu ganglion kolateral yang terdiri dari ganglion seliaka, ganglion mesenterikus superior dan ganglion mesenterikus inferior. Ganglion parasimpatis terletak relatif dekat kepada alat yang disarafinya bahkan ada yang terletak didalam organ yang dipersarafi.

Semua serat preganglion baik parasimpatis maupun simpatis serta semua serat postganglion parasimpatis, menghasilkan asetilkolin sebagai zat kimia perantara. Neuron yang menghasilkan asetilkolin sebagai zat kimia perantara dinamakan neuron kolinergik sedangkan neuron yang menghasilkan nor-adrenalin dinamakan neuron adrenergik. Sistem saraf parasimpatis dengan demikian dinamakan juga sistem saraf kolinergik, sistem saraf simpatis sebagian besar merupakan sistem saraf adrenergik dimana postganglionnya menghasilkan nor-adrenalin dan sebagian kecil berupa sistem saraf kolinergik dimana postganglionnya menghasilkan asetilkolin. Distribusi anatomik sistem saraf otonom ke alat-alat visera, memperlihatkan bahwa terdapat keseimbangan pengaruh simpatis dan parasimpatis pada satu alat. Umumnya tiap alat visera dipersarafi oleh keduanya. Bila sistem simpatis yang sedang meningkat, maka pengaruh parasimpatis terhadap alat tersebut kurang tampak, dan sebaliknya. Dapat dikatakan pengaruh simpatis terhadap satu alat berlawanan dengan pengaruh parasimpatisnya. Misalnya peningkatan simpatis terhadap jantung mengakibatkan kerja jantung meningkat, sedangkan pengaruh parasimpatis menyebabkan kerja jantung menurun. Terhadap sistem pencernaan, simpatis mengurangi kegiatan, sedangkan parasimpatis meningkatkan kegiatan pencernaan. Atau dapat pula dikatakan, secara umum pengaruh parasimpatis adalah anabolik, sedangkan pengaruh simpatis adalah katabolik.

Sirkulasi Darah pada Sistem Saraf Pusat

Sirkulasi darah pada sistem saraf terbagi atas sirkulasi pada otak dan medula spinalis. Dalam keadaan fisiologik jumlah darah yang dikirim ke otak sebagai blood flow cerebral adalah 20% cardiac out put atau 1100-1200 cc/menit untuk seluruh jaringan otak yang berat normalnya 2% dari berat badan orang dewasa. Untuk mendukung tercukupinya suplai oksigen, otak mendapat sirkulasi yang didukung oleh pembuluh darah besar.

Suplai Darah Otak

1. Arteri Carotis Interna kanan dan kiri

– Arteri communicans posterior

Arteri ini menghubungkan arteri carotis interna dengan arteri cerebri posterior

– Arteri choroidea anterior, yang nantinya membentuk plexus choroideus di dalam ventriculus lateralis

– Arteri cerebri anterrior

Bagian ke frontal disebelah atas nervus opticus diantara belahan otak kiri dan kanan. Ia kemudian akan menuju facies medialis lobus frontalis cortex cerebri. Daerah yang diperdarahi arteri ini adalah: a) facies medialis lobus frontalis cortex cerebro, b) facies medialis lobus parietalis, c) facies convexa lobus frontalis cortex cerebri, d) facies convexa lobus parietalis cortex cerebri, e) Arteri cerebri media

– Arteri cerebri media

2. Arteri Vertebralis kanan dan kiri

Arteri Cerebri Media

Berjalan lateral melalui fossa sylvii dan kemudian bercabang-cabang untuk selanjutnya menuju daerah insula reili. Daerah yang disuplai darah oleh arteri ini adalah Facies convexa lobus frontalis coretx cerebri mulai dari fissura lateralis sampai kira-kira sulcus frontalis superior, facies convexa lobus parielatis cortex cerebri mulai dari fissura lateralis sampai kira-kira sulcus temporalis media dan facies lobus temporalis cortex cerebri pada ujung frontal.

Arteri Vertebralis kanan dan kiri

Arteri vertebralis dipercabangkan oleh arteri sub clavia. Arteri ini berjalan ke kranial melalui foramen transversus vertebrae ke enam sampai pertama kemudian membelok ke lateral masuk ke dalam foramen transversus magnum menuju cavum cranii. Arteri ini kemudian berjalan ventral dari medula oblongata dorsal dari olivus, caudal dari tepi caudal pons varolii. Arteri vertabralis kanan dan kiri akan bersatu menjadi arteri basilaris yang kemudian berjalan frontal untuk akhirnya bercabang menjadi dua yaitu arteri cerebri posterior kanan dan kiri. Daerah yang diperdarahi oleh arteri cerbri posterior ini adalah facies convexa lobus temporalis cortex cerebri mulai dari tepi bawah sampai setinggi sulcus temporalis media, facies convexa parietooccipitalis, facies medialis lobus occipitalis cotex cerebri dan lobus temporalis cortex cerebri. Anastomosis antara arteri-arteri cerebri berfungsi utnuk menjaga agar aliran darah ke jaringan otak tetap terjaga secara continue. Sistem carotis yang berasal dari arteri carotis interna dengan sistem vertebrobasilaris yang berasal dari arteri vertebralis, dihubungkan oleh circulus arteriosus willisi membentuk Circle of willis yang terdapat pada bagian dasar otak. Selain itu terdapat anastomosis lain yaitu antara arteri cerebri media dengan arteri cerebri anterior, arteri cerebri media dengan arteri cerebri posterior.

Suplai Darah Medula Spinalis

Medula spinalis mendapat dua suplai darah dari dua sumber yaitu: 1) arteri Spinalis anterior yang merupakan percabangan arteri vertebralis, 2) arteri Spinalis posterior, yang juga merupakan percabangan arteri vertebralis.

Antara arteri spinalis tersebut diatas terdapat banyak anastomosis sehingga merupakan anyaman plexus yang mengelilingi medulla spinalis dan disebut vasocorona. Vena di dalam otak tidak berjalan bersama-sama arteri. Vena jaringan otak bermuara di jalan vena yang terdapat pada permukaan otak dan dasar otak. Dari anyaman plexus venosus yang terdapat di dalam spatum subarachnoid darah vena dialirkan kedalam sistem sinus venosus yang terdapat di dalam durameter diantara lapisan periostum dan selaput otak.

Cairan Cerebrospinalis (CSF)

Cairan cerebrospinalis atau banyak orang terbiasa menyebutnya cairan otak merupakan bagian yang penting di dalam SSP yang salah satu fungsinya mempertahankan tekanan konstan dalam kranium. Cairan ini terbentuk di Pleksus chroideus ventrikel otak, namun bersirkulasi disepanjang rongga sub arachnoid dan ventrikel otak. Pada orang dewasa volumenya berkisar 125 cc, relatif konstan dalam produksi dan absorbsi. Absorbsi terjadi disepanjang sub arachnoid oleh vili arachnoid. Ada empat buah rongga yang saling berhubungan yang disebut ventrikulus cerebri tempat pembentukan cairan ini yaitu: 1) ventrikulus lateralis , mengikuti hemisfer cerebri, 2) ventrikulus lateralis II, 3) ventrikulus tertius III dtengah-tengah otak, dan 4) ventrikulus quadratus IV, antara pons varolli dan medula oblongata.

Ventrikulus lateralis berhubungan dengan ventrikulus tertius melalui foramen monro. Ventrikulus tertius dengan ventrikulus quadratus melalui foramen aquaductus sylvii yang terdapat di dalam mesensephalon. Pada atap ventrukulus quadratus bagian tengah kanan dan kiri terdapat lubang yang disebut foramen Luscka dan bagian tengah terdapat lubang yang disebut foramen magendi. Sirkulasi cairan otak sangat penting dipahami karena bebagai kondisi patologis dapat terjadi akibat perubahan produksi dan sirkulasi cairan otak. Cairan otak yang dihasilkan oleh flexus ventrikulus lateralis kemudian masuk kedalam ventrikulus lateralis, dari ventrikulus lateralis kanan dan kiri cairan otak mengalir melalui foramen monroi ke dalam ventrikulus III dan melalui aquaductus sylvii masuk ke ventrikulus IV. Seterusnya melalui foramen luscka dan foramen megendie masuk kedalam spastium sub arachnoidea kemudian masuk ke lakuna venosa dan selanjutnya masuk kedalam aliran darah.

Fungsi Cairan Otak

1. Sebagai bantalan otak agar terhindar dari benturan atau trauma pada kepala

2. Mempertahankan tekanan cairan normal otak yaitu 10 – 20 mmHg

3. Memperlancar metabolisme dan sirkulasi darah diotak.

Komposisi Cairan Otak

1. Warna : Jernih , disebut Xanthocrom

2. Osmolaritas pada suhu 30 C : 281 mOSM

3. Keseimbangan asam basa

a. PH : 7,31

b. PCO2 : 47,9 mmHg

c. HCO3 : 22,9 mEq/lt

d. Ca : 2,32mEq/lt

e. Cl : 113 –127 mEq/lt

f. Creatinin : 0,4 –1,5 mg%

g. Glukosa : 54 – 80 mg%

h. SGOT : 0 - 19 unit

i. LDH : 8 – 50 unit

j. Posfat : 1,2 – 2,1 mg%

k. Protein : 20 –40 mg% pada cairan Lumbal

15 25 mg% pada cairan Cisterna

5 – 25 mg% pada cairan Ventrikuler

l. Elektroporesis Protein LCS:

– Prealbumin : 4,6 %

– Albumin : 49,5%

– Alpha 1 Globulin : 6,7%

– Alpha 2 Globulin : 8,7%

– Beta dan Lamda Globulin : 18,5%

– Gamma Globulin : 8,2%

• Kalium : 2,33 – 4,59 mEq/lt

• Natrium : 117 – 137 mEq/lt

• Urea : 8 –28 mg%

• Asam urat : 0,07 –2,8 mg%

• Sel : 1 - 5 limposit/mm3


Refrensi :

1. Neuroanatomi Klinik, Snell, EGC, 2007

2. Diagnosis topik Neurologi, Peter duus, EGC, 2007
  • Total Pageviews

    Ns.Tursino.Skep. Powered by Blogger.
  • Contact Form

    Name

    Email *

    Message *