RSS
Facebook
Twitter

Saturday 14 January 2012

Ranititis alergi

DEFINISI

¢Rhinitis alergi adalah inflamasi membran mukosa hidung disebabkan oleh paparan terhadap alergen yang terhirup. Alergen ini mengawali respon imunologi spesifik, dengan perantara IgE



EPIDEMIOLOGI

¢Rinitis alergi adalah salah satu penyakit yang paling umum ditemukan pada manusia.

¢Diperkirakan sekitar 20% – 30% populasi orang dewasa Amerika dan lebih dari 40% anak-anak menderita penyakit ini.

¢Rinitis alergi sering diasosiasikan dengan asma, rinosinusitis, infeksi telinga media, radang polip,infeksi saluran nafas, dan maloklusi ortodontik.

ETIOLOGI

¢Genetik

Riwayat keluarga yang menderita rinitis alergi, dermatitis atopik, dan asma dapat memicu rinitis alergi pada anak.

¢Paparan alergen

Paparan alergen dapat memicu timbulnya rinitis alergi. Sementara bukti terbaru menunjukkan bahwa pemaparan anak terhadap bakteri-bakteri yang tidak berbahaya sejak tahun pertama mereka dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit alergi

Alergen yang dapat menimbulkan rinitis alergi musiman adalah serbuk sari tumbuhan yang melakukan penyerbukan dengan bantuan angin. Spora kapang, debu, bulu hewan juga dapat bertindak sebagai alergen.

¢Faktor lainnya yaitu meningkatnya kadar IgE serum (>100 IU/ml) sebelum usia 6 tahun, eksim, dan paparan terhadap asap rokok.

PATOFISIOLOGI

¢Reaksi awal

Alergen masuk ke hidung melalui proses inhalasi, diproses di limfosit, menghasilkan IgE. Terjadi sensitisasi pada orang yang rentan terhadap alergen tersebut.

¢Reaksi segera

Terjadi dalam hitungan menit, menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin, leukotrien, prostaglandin, triptase, kinin



image

MANIFESTASI KLINIK

¢Rinorea, bersin, kongesti hidung, keluarnya ingus (postnasal drip), konjungtivitis alergik, ruam mata, telinga, atau hidung

¢Bila tidak ditangani dapat menyebabkan lemas, lelah, dan memburuknya efisiensi kerja

¢Rhinitis alegik merupakan faktor risiko asma ; 78% penderita asma memiliki gejala nasal, 38 % pasien rhinitis alergik menderita asma

¢Sinusitis berulang dan kronik serta epistaksis (pendarahan hidung yang hebat) adalah komplikasi dari rhinitis alergik

TUJUAN TERAPI

¢Meminimalisasi/mencegah gejala dengan efek samping seminimal mungkin dan biaya pengobatan rasional

¢Pasien dapat mempertahankan pola hidup normal

TERAPI FARMAKOLOGI

1.Antihistamin

Antagonis reseptor histamin H1,,berikatan dengan reseptor H1 tanpa mengaktivasinya. Lebih efektif dalam mencegah respons histamin.

Antihistamin oral dapat dibagi 2 : nonselektif (antihistamin sedasi), dan selektif perifer (nonsedasi). Efek sedasi bergantung pada kemampuan untuk melewati sawar otak.

¢Antihistamin mengantagonis permeabilitas kapiler, pembentukan rasa panas dan gatal.

¢Mengantuk adalah efek samping yang paling sering terjadi

¢Terjadi efek pengeringan (efek antikolinergik) yang berperan dalam efikasi.

¢Efek samping yang mungkin terjadi : mulut kering, kesulitan dalam mengeluarkan urin, konstipasi, efek kardiovaskular.

¢Antihistamin harus diberikan secara hati-hati pada pasien yang memiliki kecenderungan retensi urin, peningkatan tekanan intraokuler, hipertiroidisme, penyakit kardiovaskular

¢Dapat juga terjadi efek samping pada sistem cerna : hilang nafsu makan, mual, muntah, gangguan ulu hati. Dapat dicegah dengan mengkonsumsi obat bersama makanan atau segelas air.

¢Lebih efektif bila dimakan 1-2 jam sebelum paparan alergen

Contoh obat :

a.Klorfeniramin maleat

Indikasi : rinitis, urtikaria, hay fever

Kontraindikasi : hipersensitivitas

Efek samping obat (ESO) : Mulut kering, mengantuk, pandangan kabur

Perhatian : Penderita yang menggunakan obat ini sebaiknya tidak mengendarai kendaraan bermotor, tidak dianjurkan penggunaan pada wanita hamil dan menyusui

Dosis : dewasa 4 mg tiap 6 jam, anak 6-12 th 2 mg tiap 6 jam, 2-5 th 1 mg tiap 6 jam

b. Difenhidramin HCl

Indikasi : antialergi

Kontraindikasi : hipersensitivitas

ESO: mengantuk

Dosis ; dewasa 25-50 mg tiap 8 jam, anak 5mg/kg/hari (sampai 25 mg/dosis)

c. Siproheptadin HCl

Indikasi : rinitis alergi

Kontraindikasi : hipersensitivitas, glaukoma sudut sempit, bayi baru lahir/prematur, penyakit saluran nafas bagian bawah, terapi MAO inhibitor, tukak lambung, gejala hipertrofi prostat, obstruksi leher kandung kemih, pasien lemah atau pasien lansia

Efek samping : mual, pusing, muntah, mengantuk, nervous, tremor, gelisah, kering pada hidung dan tenggorokan, histeria penglihatan kabur, gangguan koordinasi, konvulsi

Perhatian : penderita yang menjalankan alat berat/kendaraan bermotor, wanita hamil dan menyusui, penderita dengan riwayat asma bronkial

Dosis : dewasa max 0,5 kg/BB/hari. Daerah dosis untuk terapi 4-20 mg sehari; disarankan pemberian dimulai dengan dosis 1 tablet 3 x sehari, disesuaikan dengan dosis pasien

2. Dekongestan

Merupakan zat simpatomimetik yang bekerja pada reseptor adrenergik pada mukosa hidung, menyebabkan vasokontriksi, menciutkan pembengkakan mukosa, dan memperbaiki jalannya udara.

¢Dapat dipakai secara topikal ataupun sistemik

¢Penggunaan lama sediaan topikal (lebih dari 3-5 hari) dapat menyebabkan rhinitis medicamentosa (vasodilatasi balikan yang terkait dengan kongesti)

¢Efek samping lain : rasa terbakar, bersin, kekeringan mukosa nasal

¢Gunakan saat betul-betul perlu dan durasi terapi harus dibatasi, maksimal 5 hari.

¢Pseudoefedrin memiliki onset kerja lebih lambat daripada obat topikal, tapi bekerja lebih lokal dan efek iritasi minimal. Tidak terjadi rinitis medicamentosa.

¢Dosis sampai 180 mg tidak menyebabkan perubahan tekanan darah dan laju jantung yang terukur. Dosis 210-240 mg dapat menyebabkan efek ini.

¢Reaksi hipertensif parah dapat terjadi bila pseudoefedrin diberikan bersama MAO inhibitor

Dosis pseudoefedrin: dewasa 60 mg, anak umur 6-12 th 30 mg, anak umur 2-5 th 15 mg, diberikan tiap 4-6 jam

Pseudoefedrin sustained release : 120 mg tiap 12 jam, hanya untuk dewasa

3. Kortikosteroid nasal

Meredakan bersin, rinorea, ruam, kongesti nasal secara efektif dengan efek samping minimal

Mekanisme kerja : mereduksi inflamasi dengan menghambat mediator, penekanan kemotaksis neutrofil, menyebabkan vasokontriksi, menghambat reaksi lambat yang dipengaruhi sel mast

¢Tingkat keefektifan lebih efektif daripada antihistamin, terutama bila digunaka secara tepat.

¢Efek samping : bersin, perih, sakit kepala, epistaksis, infeksi jarang oleh Candida albicans.

¢Respon puncak terjadi dalam 2-3 minggu.

¢Hambatan pada hidung harus dihilangkan dengan dekongestan sebelum pemberian glukokortikoid untuk memastikan penetrasi obat yang memadai

¢Contoh obat:

a. Beklometason dipropionat

Indikasi: Pencegahan dan pengobatan rinitis perennial dan rinitis vasomotor

Kontraindikasi : hipersensitif

ESO: penekanan fungsi adrenal dilaporkan terjadi pada orang dewasa yang menerima dosis >1500 mg/hari, pada beberapa pasien terjadi kandidiasis mulut dan tenggorokan, serak, batuk luka pada tenggorokan

Dosis : >12 th 1 inhalasi (42 mcg) per lubang hidung 2-4 kali sehari (max: 336 mcg/hari)

6-12 th : 1 semprotan 3 kali sehari

b. Triamsinolon Asetonida

Indikasi : Pengobatan simptomatik alergi rinitis seasonal dan perenial untuk dewasa dan anak

Kontraindikasi : tidak boleh diberikan pada infeksi jamur sistemik dan infeksi yang tidak dapat diobati dengan antibiotik

ESO: meningkatkan batuk, epistaksis, faringitis, sakit kepala

Dosis : > 12 th 2 semprot (110 mcg) per nostril sekali sehari, max 440 mcg/hari

4. Kromolyn natrium

Mencegah degranulasi sel mast yang dipacu oleh antigen dan pelepasan mediator.

Efek samping : iritasi lokal

Berupa obat semprot

Dosis pakai (umur > 2 tahun) : 1 semprotan tiap nostril

5. Ipratropium bromida

Merupakan zat antikolinergik yang berguna dalam rhinitis alergi menetap.

Bersifat antisekretori ketika diberikan secara lokal dan meredakan gejala rinorea yang berkaitan dengan alergi dan bentuk lain rinitis kronis.

Larutan 0,03% diberikan dua semprotan 2-3 kali sehari

Efek samping : sakit kepala, epistaksis, hidung kering

6. Montelukast

Antagonis reseptor leukotrien untuk mengatasi rhinitis alergi musiman

Efektif baik dalam bentuk tunggal maupun bila dikombinasikan dengan antihistamin. Tidak lebih efektif bila dibandingkan dengan anthistamin selektif perifer.

Dosis untuk umur >15 tahun : 1 tablet 10 mg/hari. Anak-anak usia 6-14 th : 1 tablet kunyah 5 mg/hari, anak-anak usia 2-5 th : 1 tablet kunyah 4 mg atau 1 bungkus serbuk/hari.

SUMBER DAN REFERENSI

DiPiro, et al. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach (5th ed)

ISFI. 2008. ISO Farmakoterapi
Share this:

Facebook
Twitter
Email
Print

Like this:
Like
Be the first to like this post.

Sinusitis

A. Pengertian
Sinusitis berasal dari akar bahasa Latinnya, akhiran umum dalam kedokteran itis berarti peradangan karena itu sinusitis adalah suatu peradangan sinus paranasal. Di sekitar rongga hidung terdapat empat sinus yaitu sinus maksilaris ( terletak di pipi) , sinus etmoidalis ( kedua mata) , sinus frontalis (terletak di dahi) dan sinus sfenoidalis ( terletak di belakang dahi). (http://id.wikipedia.org/wiki/Sinusitis)

Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus. Sinusitis banyak ditemukan pada penderita hay fever yang mana pada penderita ini terjadi pilek menahun akibat dari alergi terhadap debu dan sari bunga. Sinusitis juga dapat disebabkan oleh bahan bahan iritan seperti bahan kimia yang terdapat pada semprotan hidung serta bahan bahan kimia lainnya yang masuk melalui hidung.








B. Etiologi
Sinusitis dapat terjadi bila terdapat gangguan pengaliran udara dari dan ke rongga sinus serta adanya gangguan pengeluaran cairan mukus. Adanya demam, flu, alergi dan bahan bahan iritan dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan pada ostia sehingga lubang drainase ini menjadi buntu dan mengganggu aliran udara sinus serta pengeluaran cairan mukus. Penyebab lain dari buntunya ostia adalah tumor dan trauma.
Drainase cairan mukus keluar dari rongga sinus juga bisa terhambat oleh pengentalan cairan mukus itu sendiri. Pengentalan ini terjadi akibat pemberiaan obat antihistamin, penyakit fibro kistik dan lain lain. Sel penghasil mukus memiliki rambut halus (silia) yang selalu bergerak untuk mendorong cairan mukus keluar dari rongga sinus. Asap rokok merupakan biang kerok dari rusaknya rambut halus ini sehingga pengeluaran cairan mukus menjadi terganggu. Cairan mukus yang terakumulasi di rongga sinus dalam jangka waktu yang lama merupakan tempat yang nyaman bagi hidupnya bakteri, virus dan jamur.
C. Tipe sinusitis
Secara klinis sinusitis dibagi atas :
1. Sinusitis akut
2. Sinusitis subakut
3. Sinusitis Kronis
Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis :
1. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis
2. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar)
Sinusitis dapat dibagi menjadi dua tipe besar yaitu berdasarkan lamanya penyakit (akut, subakut, khronis) dan berdasarkan jenis peradangan yang terjadi (infeksi dan non infeksi). Disebut sinusitis akut bila lamanya penyakit kurang dari 30 hari. Sinusitis subakut bila lamanya penyakit antara 1 bulan sampai 3 bulan, sedangkan sinusitis khronis bila penyakit diderita lebih dari 3 bulan.

Sinusitis infeksi biasanya disebabkan oleh virus walau pada beberapa kasus ada pula yang disebabkan oleh bakteri. Sedangkan sinusitis non infeksi sebagian besar disebabkan oleh karena alergi dan iritasi bahan bahan kimia. Sinusitis subakut dan khronis sering merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak mendapatkan pengobatan adekuat.
D. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.

Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.1
E. Manifestasi kllinis
Gejala sinusitis yang paling umum adalah sakit kepala, nyeri pada daerah wajah, serta demam. Hampir 25% dari pasien sinusitis akan mengalami demam yang berhubungan dengan sinusitis yang diderita. Gejala lainnya berupa wajah pucat, perubahan warna pada ingus, hidung tersumbat, nyeri menelan, dan batuk. Beberapa pasien akan merasakan sakit kepala bertambah hebat bila kepala ditundukan ke depan. Pada sinusitis karena alergi maka penderita juga akan mengalami gejala lain yang berhubungan dengan alerginya seperti gatal pada mata, dan bersin bersin.
F. Pemeriksaan fisik
Sinusitis sebagian besar sudah dapat didiagnosa hanya berdasarkan pada riwayat keluhan pasien serta pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan adanya kemerahan dan pembengkakan pada rongga hidung, ingus yang mirip nanah, serta pembengkakan disekitar mata dan dahi.
G. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan menggunakan CT Scan dan MRI baru diperlukan bila sinusitis gagal disembuhkan dengan pengobatan awal. Rhinoskopi, sebuah cara untuk melihat langsung ke rongga hidung, diperlukan guna melihat lokasi sumbatan ostia. Terkadang diperlukan penyedotan cairan sinus dengan menggunakan jarum suntik untuk dilakukan pemeriksaan kuman. Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan jenis infeksi yang terjadi.
H. Pengobatan
Sinusitis akut
Untuk sinusitis akut biasanya diberikan:
• Dekongestan untuk mengurangi penyumbatan
• Antibiotik untuk mengendalikan infeksi bakteri
• Obat pereda nyeri untuk mengurangi rasa nyeri.
Dekongestan dalam bentuk tetes hidung atau obat semprot hidung hanya boleh dipakai selama waktu yang terbatas (karena pemakaian jangka panjang bisa menyebabkan penyumbatan dan pembengkakan pada saluran hidung).
Untuk mengurangi penyumbatan, pembengkakan dan peradangan bisa diberikan obat semprot hidung yang mengandung steroid.

Sinusitis kronis
Diberikan antibiotik dan dekongestan<.
Untuk mengurangi peradangan biasanya diberikan obat semprot hidung yang mengandung steroid.
Jika penyakitnya berat, bisa diberikan steroid per-oral (melalui mulut).

Hal-hal berikut bisa dilakukan untuk mengurangi rasa tidak nyaman:
- Menghirup uap dari sebuah vaporizer atau semangkuk air panas
- Obat semprot hidung yang mengandung larutan garam
- Kompres hangat di daerah sinus yang terkena.

Jika tidak dapat diatasi dengan pengobatan tersebut, maka satu-satunya jalan untuk mengobati sinusitis kronis adalah pembedahan.
Pada anak-anak, keadaannya seringkali membaik setelah dilakukan pengangkatan adenoid yang menyumbat saluran sinus ke hidung.
Pada penderita dewasa yang juga memiliki penyakit alergi kadang ditemukan polip pada hidungnya. Polip sebaiknya diangkat sehingga saluran udara terbuka dan gejala sinus berkurang.
Teknik pembedahan yang sekarang ini banyak dilakukan adalah pembedahan sinus endoskopik fungsional.



Untuk sinusitis yang disebabkan oleh karena virus maka tidak diperlukan pemberian antibiotika. Obat yang biasa diberikan untuk sinusitis virus adalah penghilang rasa nyeri seperti parasetamol dan dekongestan. Curiga telah terjadi sinusitis infeksi oleh bakteri bila terdapat gejala nyeri pada wajah, ingus yang bernanah, dan gejala yang timbul lebih dari seminggu. Sinusitis infeksi bakteri umumnya diobati dengan menggunakan antibiotika. Pemilihan antibiotika berdasarkan jenis bakteri yang paling sering menyerang sinus karena untuk mendapatkan antibiotika yang benar benar pas harus menunggu hasil dari biakan kuman yang memakan waktu lama.

Pengobatan sinusitis bertujuan untuk menghilangkan penyumbatan, mengeringkan cairan sinus hidung, serta menghilangkan infeksi dan rasa nyeri. Tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk membantu mengatasi sinusitis mempunyai efek antara lain sebagai antiradang atau anti-infeksi, menghilangkan nyeri, mengurangi sumbatan lendir dan melancarkan pernafasan. Berikut beberapa tumbuhan obat yang dapat digunakan :


1.SAMBILOTO (Andrographis paniculata )
Efek : antiradang, anti-infeksi, meredakan nyeri (analgetik)
Cara pemakaian : 9-15 gram sambiloto kering direbus, diminum airnya. Untuk pemakaian luar dihaluskan lalu airnya diteteskan pada hidung.

2.LIDAH BUAYA ( Aloe vera )
Efek: antiradang, menghilangkan nyeri.
Cara pemakaian : daun dikupas kulitnya, direbus, diminum. Untuk pemakaian luar diteteskan pada hidung.

3.JAHE ( Zingiber officinale )
Efek : pedas, hangat, melapangkan saluran nafas (mengurangi penyumbatan lendir), antiradang.

4.SAMBUNG NYAWA (Gynura procumbens Back.)
Efek : antiradang, melancarkan sirkulasi

5.BAWANG PUTIH ( Allium sativum)
Efek : antibiotik, menstimulasi sistem imun, melancarkan sirkulasi.

6.KUNYIT (Curcuma longa L.)
Efek : menghilangkan sumbatan, antibakteri dan antiradang.

7.SEREH ( Andropogon citratus)
Efek: melancarkan sirkulasi meridian dan darah, antiradang, menghilangkan rasa sakit










Daftar pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Sinusitis
http://www.blogdokter.net/2008/01/30/sinusitis/
http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=Hembing&y=cybermed|0|0|8|82

Akep Katarak

A. Konsep Dasar Teori
1. Pengertian
Katarak adalah istilah kedokteran untuk setiap keadaan kekeruh an yang terjadi pada lensa mata yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.


2. Klasifikasi
a. Katarak dapat diklasifikasikan menjadi :
b. katarak Kongenital: Katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
c. Katarak Juvenil : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
d. Katarak Senil: katarak setelah usia 50 tahun
e. Katarak Trauma: Katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata


3. Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.

Penyebab katarak lainnya meliputi :
a. Faktor keturunan.
b. Cacat bawaan sejak lahir.
c. Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
d. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
e. gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
f. gangguan pertumbuhan,
g. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
h. Rokok dan Alkohol
i. Operasi mata sebelumnya.
j. Trauma (kecelakaan) pada mata.
k. Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.


4. Patofisiologi
Lensa mata mengandung tiga komponen anatomis: nukleus korteks & kapsul. Nukleus mengalami perubahan warna coklat kekuningan seiring dengan bertambahnya usia. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri dianterior & posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna. Perubahan fisik & kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai infulks air kedalam lensa proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang & mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peranan dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dg bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien menderita katarak.


5. Manifestasi Klinik
Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menja di negatif (-).

Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.

Gejala umum gangguan katarak meliputi :
a. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
b. Peka terhadap sinar atau cahaya.
c. Dapat melihat dobel pada satu mata.
d. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
e. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.


6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Keratometri.
b. Pemeriksaan lampu slit.
c. Oftalmoskopis.
d. A-scan ultrasound (echography).
e. Penghitungan sel endotel penting u/ fakoemulsifikasi & implantasi.


7. Pengobatan
Satu-satunya adalah dengan cara pembedahan ,yaitu lensa yang telah keruh diangkat dan sekaligus ditanam lensa intraokuler sehingga pasca operasi tidak perlu lagi memakai kaca mata khusus (kaca mata aphakia). Setelah operasi harus dijaga jangan sampai terjadi infeksi.

Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperi glaukoma dan uveitis.

Teknik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak ekstrakapsular, dimana isi lensa dikeluarkan melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior sehingga korteks dan nukleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan tersebut. Namun dengan tekhnik ini dapat timbul penyulit katarak sekunder. Dengan tekhnik ekstraksi katarak intrakapsuler tidak terjadi katarak sekunder karenaseluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan pada yang matur dan zonula zinn telah rapuh, namun tidak boleh dilakukan pada pasien berusia kurang dari 40 tahun, katarak imatur, yang masih memiliki zonula zinn. Dapat pula dilakukan tekhnik ekstrakapsuler dengan fakoemulsifikasi yaitu fragmentasi nukleus lensa dengan gelombang ultrasonik, sehingga hanya diperlukan insisi kecil, dimana komplikasi pasca operasi lebih sedikit dan rehabilitasi penglihatan pasien meningkat.


8. Komplikasi
Ambliopia sensori, penyulit yg terjadi berupa : visus tdk akan mencapai 5/5
Komplikasi yang terjadi : nistagmus dan strabismus.


9. Pencegahan
Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vit.C ,vit.A dan vit E.


B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

a. Aktivitas/Istrahat
Gejala: Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan

b. Neurosensori
Gejala: Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap. Perubahan pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda: Tampak kecoklatan /putih susu pada pupil. Peningkatan air mata.

c. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Ketidaknyamanan ringan/mata berair

d. Pembelajaran/Pengajaran
Gejala: Riwayat keluarga diabetes, gangguan sistem vaskuler. Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin, diabetes. Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.

Pertimbangan rencana pemulangan: DRG menunjukkan rerata lamanya dirawat: 4,2 hari (biasanya dilakukan sebagai prosedur pasien rawat jalan).
Memerlukan bantuan dengan transportasi, penyediaan makanan, perawatan/pemeliharaan rumah.

e. Prioritas Keperawatan
- Mencegah penyimpangan penglihatan lanjut.
- meningkatkan adaptasi terhadap perubahan/penurunan ketajaman penglihatan.
- mencegah komplikasi.
- memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.

f. Tujuan Pemulangan
- penglihatan dipertahankan pada tingkat sebaik mungkin.
- pasien mengatasi situasi dengan tindakan positif.
- komplikasi dicegah/minimal.
- proses penyakit/prognosis dan program terapi dipahami.


2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul selama periode peri operasi (pre, intra, dan post operasi) adalah:
a. Kecemasan berhubungan dengan kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan pembedahan
b. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan prosedure tindakan invasiv insisi jaringan tubuh
c. Nyeri berhubungan dengan perlukaan sekunder operasi miles prosedur


3. Perencanaan Keperawatan
a. Kecemasan berhubungan dengan kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan pembedahan

Tujuan/kriteria evaluasi:
- Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya.
- Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
- Pasien dapat mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang pembedahan

Intervensi
- Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal dan nonverbal.
R/ Derajat kecemasan akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.

- Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.
R/ Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.

- Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien
R/ Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat kecemasan.

- Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan dan akibatnya
R/ Meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka mengurangi kecemasan dan kooperatif.

- Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap melakukan prosedur tindakan
R/ Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan.

- Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan, petugas, dan peralatan yang akan
digunakan.
R/ Mengurangi perasaan takut dan cemas.


b. Nyeri berhubungan dengan perlukaan sekunder operasi miles prosedur

Tujuan/kriteria evaluasi:
- Klien mengungkapkan nyeri berkurang/hilang
- Tidak merintih atau menangis
- Ekspresi wajah rileks
- Klien mampu beristrahat dengan baik.

Intervensi
- Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik dan intensitas nyeri (skala 0-10).
R/ Untuk membantu mengetahui derajat ketidaknyamanan dan keefektifan analgesic sehingga memudahkan dalam memberi tindakan.

- Motivasi untuk melakukan teknik pengaturan nafas dan mengalihkan perhatian.
R/ Teknik relaksasi dapat mengurangi rangsangan nyeri.

- Hindari sentuhan seminimal mungkin untuk mengurangi rangsangan nyeri.
R/ Sentuhan dapat meningkatkan rangsangan nyeri.

- Berikan analgetik sesuai dengan program medis.
R/ Analgesik membantu memblok nyeri.


c. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan prosedure tindakan invasiv insisi jaringan tubuh (miles prosedur)

Tujuan/kriteria evalusi: Tidak terjadi penyebaran infeksi selama tindakan prosedur pembedahan ditandai dengan penggunaan teknik antiseptik dan desinfeksi secara tepat dan benar.

Intervensi
- Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan secara tepat.
R/ Melindungi klien dari sumber-sumber infeksi, mencegah infeksi silang.

- Ciptakan lingkungan ruangan yang bersih dan babas dari kontaminasi dunia luar
R/ Mengurangi kontaminasi dan paparan pasien terhadap agen infektious.

- Jaga area kesterilan luka operasi
R/ Mencegah dan mengurangi transmisi kuman

- Lakukan teknik aseptik dan desinfeksi secara tepat dalam merawat luka
R/ Mencegah kontaminasi patogen

- Kolaborasi terapi medik pemberian antibiotika profilaksis
R/ Mencegah pertumbuhan dan perkembangan kuman

Friday 13 January 2012

SSJ

A. Pengertian sindrom steven johnson
sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat, kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura (Djuanda, 1993: 127).
B. Penyebab sindrom steven johnson
1. Infeksi virus, Jamur dan bakteri
2. Obat
3. Makanan

C. Tanda dan gejala sindrom steven Johnson
1. Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, korizal, sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.
2. Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir seluruh tubuh.
3. Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada membran mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal, dan meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan gambaran utama.
4. Mata : konjungtivitas kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31 tahun.

D. Pencegahan sindrom steven johnson
1. Pertama, dan paling penting, kita harus segera berhenti penggunaan obat yang dicurigai sebagai penyebab reaksi seperti obat salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis, kontraseptif, klorpromazin, karbamazepin, kinin, analgetik/antipiretik.
2. Menjaga kebersian diri dan lingkungan agar tidak terkena infeksi virus, bakteri dan jamur.
3. Menghindari atau mengkomsumsi makanan dalam jangka waktu lama yang mungkin mengakibatkan sindrom steven Johnson
4. Menghindari terpapar sinar X


E. Penatalaksanaan/pengobatan sindrom steven johnson
1. Terapi suportif merupakan tata laksana standar pada pasien SSJ. Pasien yang umumnya datang dengan keadaan umum berat membutuhkan cairan dan elektrolit, serta kebutuhan kalori dan protein yang sesuai secara parenteral. Pemberian cairan tergantung dari luasnya kelainan kulit dan mukosa yang terlibat. Pemberian nutrisi melalui pipa nasogastrik dilakukan sampai mukosa oral kembali normal. Lesi di mukosa mulut diberikan obat pencuci mulut dan salep gliserin.
2. Untuk infeksi, diberikan antibiotika spektrum luas, biasanya dipergunakan gentamisin 5mg/kgBB/hari intramuskular dalam dua dosis. Pemberian antibiotik selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.
3. Kortikosteroid diberikan parenteral, biasanya deksametason dengan dosis awal 1 mg/kgBB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kgBB tiap 6 jam, setelah itu diturunkan berangsur-angsur dan bila mungkin diganti dengan prednison per oral. Pemberian kortikosteroid sistemik sebagai terapi SSJ masih kontroversial. Beberapa mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa.
4. Penggunaan Human Intravenous Immunoglobulin (IVIG) dapat menghentikan progresivitas penyakit SSJ dengan dosis total 3 gr/kgBB selama 3 hari berturut-turut (1 gr/kgBB/hari selama 3 hari).
5. Dilakukan perawatan kulit dan mata serta pemberian antibitik topikal. Kulit dapat dibersihkan dengan larutan salin fisiologis atau dikompres dengan larutan Burrow. Pada kulit atau epidermis yang mengalami nekrosis dapat dilakukan debridement. Untuk mencegah sekuele okular dapat diberikan tetes mata dengan antiseptik.
6. Faktor penyebab (obat atau faktor lain yang diduga sebagai penyebab) harus segera dihentikan atau diatasi. Deteksi dari penyebab yang paling umum seperti riwayat penggunaan obat-obatan terakhir, serta hubungannya dengan perkembangan penyakit terutama terhadap episode SSJ, terbukti bermanfaat dalam manajemen SSJ.
7. Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah.
8. Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat (Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal.
9. Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi.
10. Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit.
11. Lesi mulut diberi kenalog in orabase.
12. Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari.

HIV/AIDS

A. PENGERTIAN
hiv patient education provides patients with knowledge about hiv ...1. Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain). (Wikipedia.com).
2. Immune Deficiency Syndrome ( AIDS ) adalah kumpulan beberapa gejala akibat menurunnya system kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV ( KPA cilacap.2010).
3. Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab AIDS ( Wikipedia.com).

AIDS adalah sekumpulan gejala karena rusaknya system kekebalan tubuh manusia akibat infeksi HIV

B. ETIOLOGI
AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.
HIV_picTanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi. Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini. Warisan genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV. HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula. Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup.


C. TANDA DAN GEJALA
Lebih dari 80% infeksi HIV diderita oleh kelompok usia produktif terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90 % terjadi dari Ibu pengidap HIV. Hingga beberapa tahun, seorang pengidap HIV tidak menunjukkan gejala-gejala klinis tertular HIV, namun demikian orang tersebut dapat menularkan kepada orang lain. Setelah itu, AIDS mulai berkembang dan menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala. Tanda-tanda klinis penderita AIDS :
1. Saluran pernafasan.
Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk, nyeri dada dan demam seperti terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia). Tidak jarang diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC.
2. Saluran Pencernaan.
Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami diarhea yang kronik.
Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal karena gangguan pada sistem protein dan energy didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena gangguan absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.
3. Sistem Persyarafan.
Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada system persyarafan ujung (Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan Impoten.
4. Sistem Integument (Jaringan kulit).
Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau cacar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau psoriasis.
5. Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita.
Penderita seringkali mengalami penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran kemih, menderita penyakit syphillis dan dibandingkan Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah ‘pelvic inflammatory disease (PID)’ dan mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal).

D. PENULARAN
HIV tidak ditularkan melalui hubungan sosial yang biasa seperti jabatan tangan, bersentuhan, berciuman biasa, berpelukan, penggunaan peralatan makan dan minum, gigitan nyamuk, kolam renang, penggunaan kamar mandi atau WC/Jamban yang sama atau tinggal serumah bersama Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). ODHA yaitu pengidap HIV atau AIDS. Sedangkan OHIDA (Orang hidup dengan HIV atau AIDS) yakni keluarga (anak, istri, suami, ayah, ibu) atau teman-teman pengidap HIV atau AIDS. HIV AIDS dapat ditularkan melalui :

1. Penularan seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV. (Richard D. Muma, dkk. 1997)
Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofag.
Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual. Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.
2. Kontaminasi patogen melalui darah
Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman. Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan. (Richard D. Muma, dkk. 1997).
Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi".
3. Penularan masa perinatal
Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%. Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya). Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%. (Richard D. Muma, dkk. 1997).
HIV AIDS tidak menular melalui :
1. Gigitan nyamuk atau serangan lain
2. Bersalaman, berpelukan, ataupun ciuman
3. Berenang bersama
4. Terpapar batuk atau bersin
5. Memakai toilet bersama
6. Berbagi makanan atau menggunakan alat makan bersama

E. KLASIFIKASI
Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.
a. Kategori Klinis A
Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori klinis B dan C
1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.
2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized Limpanodenophaty )
3. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.
b. Kategori Klinis B
Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :
1. Angiomatosis Baksilaris
2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap terapi
3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
5. Leukoplakial yang berambut
6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu dermaton saraf.
7. Idiopatik Trombositopenik Purpura
8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii
c. Kategori Klinis C
Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :
1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus
2. Kanker serviks inpasif
3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
4. Kriptokokosis ekstrapulmoner
5. Kriptosporidosis internal kronis
6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )
7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
11. Isoproasis intestinal yang kronis
12. Sarkoma Kaposi
13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
14. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
15. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
16. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
17. Pneumonia Pneumocystic Cranii
18. Pneumonia Rekuren
19. Leukoenselophaty multifokal progresiva
20. Septikemia salmonella yang rekuren
21. Toksoplamosis otak
22. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)

F. PENATALAKSANAAN
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1. Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
2. Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
3. Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4. Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.
5. Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :
a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
– Didanosine
– Ribavirin
– Diedoxycytidine
– Recombinant CD 4 dapat larut
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
e. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
f. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

G. PENCEGAHAN
Pencegahan HIV/AIDS sangatlah penting karena "pencegahan" lebih baik dari "Pengobatan" juga karena sampai saat ini belum ditemukan vaksin untuk HIV/AIDS, sehingga penyakit tersebut belum bisa disembuhkan. Ada 5 cara pokok untuk mencegah penluaran HIV/AIDS yaitu :
a. Abstinence : Tidak melakukan hubungan seks pra nikah atau hubungan seks bebas.
b. Be Faithfull : Saling setia, hanya melakukan hubungan seks dengan pasangan yang sah.
c. Condom : Menggunakan kondom bila melakukan hubungan beresiko.
d. Drugs : Tolak penggunaan narkoba “lebih khusus narkoba suntik’’.
e. Equipment : Jangan pakai jarum suntik bersama

Kondom yang kualitasnya terjamin adalah satu-satunya produk yang saat ini tersedia untuk melindungi pemakai dari infeksi seksual karena HIV dan infeksi menular seksual (IMS) lainnya. Ketika digunakan secara tepat, kondom terbukti menjadi alat yang efektif untuk mencegah infeksi HIV di kalangan perempuan dan laki-laki.
Walaupun begitu, tidak ada metode perlindungan yang 100% efektif, dan penggunaan kondom tidak dapat menjamin secara mutlak perlindungan terhadap segala infeksi menular seksual (IMS). Agar perlindungan kondom efektif, kondom tersebut harus digunakan secara benar dan konsisten. Penggunaan yang kurang tepat dapat mengakibatkan lepasnya atau bocornya kondom, sehingga menjadi tidak efektif.

Cara memasang kondom pria :
1) Kondom berpelumas lebih sedikit kemungkinan untuk robek saat dikenakan atau digunakan. Pelumas berbasis minyak, seperti vaselin, hendaknya tidak digunakan karena dapat merusak kondom.
2) Hanya buka bungkusan berisi kondom saat akan digunakan, kalau tidak kondom akan mengering. Berhati-hatilah agar kondom tidak rusak atau sobek ketika anda membuka bungkusnya. Bila kondom ternyata sobek, buang kondom tersebut dan buka bungkusan yang baru.
3) Kondom dikemas tergulung dalam bentuk lingkaran gepeng. Pasanglah kondom yang tergulung itu di ujung penis. Peganglah ujung kondom di antara ibu jari dan jari telunjuk untuk menekan udara supaya keluar dari ujung kondom. Tindakan ini akan menyisakan ruang untuk tempat cairan semen setelah terjadinya ejakulasi. Tetap pegang ujung kondom dengan satu tangan. Dengan tangan yang satunya, gulunglah sepanjang penis yang berereksi ke arah rambut kemaluan. Jika pria pemakai tidak disunat, ia harus menarik kulup ke arah pangkal penis sebelum menggulung kondom.
4) Bila kondom tidak cukup berpelumas, pelumas berbasis air (seperti silikon, gliserin, atau K-Y jelly) dapat ditambahkan. Bahkan air ludah dapat berfungsi dengan baik sebagai pelumas. Pelumas yang terbuat dari minyak-minyak goreng atau lemak, minyak bayi atau minyak mineral, jeli berbasis bahan turunan minyak bumi seperti vaselin dan olesan lainnya – hendaknya jangan digunakan karena dapat merusak kondom.
5) Setelah berhubungan seks, kondom perlu segera dilepaskan secara benar.
6) Segera setelah si pria pemakai mengalami ejakulasi, ia harus menahan pada ujung dekat pangkal penis untuk memastikan agar kondom tidak terlepas.
7) Kemudian, si pria harus menarik keluar penisnya selagi masih dalam keadaan ereksi.
8) Ketika penis mengecil kembali, lepaskan kondom dan buanglah kondom pada tempat yang tepat. Jangan membuang kondom ke dalam toilet dan menyentornya dengan air.
9) Bila anda akan melakukan hubungan seks lagi, gunakan kondom baru, dan ulangi proses di atas dari awal.

Kondom perempuan merupakan metode kontrasepsi pertama dan satu-satunya yang dikendalikan oleh perempuan. Kondom perempuan adalah sarung yang terbuat dari bahan polyuretan yang kuat, lembut, dan tembus pandang yang dimasukkan ke dalam vagina sebelum melakukan hubungan seks. Kondom tersebut sepenuhnya mengikuti bentuk vagina dan karenanya dengan penggunaan yang benar dan konsisten, ia akan memberikan perlindungan dari kemungkinan hamil sekaligus infeksi menular seksual (IMS). Kondom perempuan tidak memiliki risiko dan efek samping, dan tidak memerlukan resep atau intervensi dari staf perawatan kesehatan.

Cara memasang kondom perempuan :
1) Ambil kondom dari dalam bungkus pelindungnya. Bila dipandang perlu, tambahkan pelumas ekstra pada cincin-cincin kondom bagian dalam dan luar.
2) Untuk memasukkan kondom, berjongkoklah, duduk dengan kedua lutut terbuka lebar, atau berdirilah dengan satu kaki bertumpu di atas bangku kecil atau kursi rendah. Pegang kondom dengan bagian ujung yang terbuka menghadap ke arah bawah. Sambil memegang cincin atas “kantung” (ujung kondom yang tertutup), pencet cincin diantara ibu jari dan jari tengah.
3) Kemudian letakkan jari telunjuk di antara ibu jari dan jari tengah. Dengan jari-jari dalam posisi tersebut, jagalah agar bagian ujung kondom tetap terjepit dalam bentuk lonjong pipih. Gunakan tangan yang satunya untuk membuka bibir vagina dan masukkan ujung “kantung” yang tertutup.
4) Setelah ujungnya masuk, gunakan jari telunjuk anda untuk mendorong “kantung” sampai ke ujung vagina. Pastikan bahwa ujung kondom telah terletak melewati tulang kemaluan anda dengan menekukkan jari telunjuk ke arah atas setelah jari berada beberapa inci di dalam vagina. Anda dapat mengenakan kondom perempuan maksimal delapan jam sebelum melakukan hubungan seksual.
5) Pastikan bahwa kondom tersebut tidak terpelintir dalam vagina anda. Jika demikian, keluarkan, berikan satu atau dua tetes cairan pelumas dan masukkan kembali. Catatan: Kira-kira satu inci dari ujung kondom yang terbuka akan berada di luar tubuh anda. Jika pasangan anda memasukkan penisnya di bawah atau di sebelah kantung, mintalah ia untuk menarik keluar kembali. Copot kondomnya, buang dan gunakan yang baru. Sampai anda dan pasangan anda terbiasa dengan kondom perempuan, akan sangat berguna jika anda menggunakan tangan anda untuk membantu memasukkan penisnya ke vagina.
6) Setelah pasangan anda berejakulasi dan menarik keluar penisnya, pencet dan putar ujung kondom yang terbuka agar sperma tidak tumpah. Keluarkan perlahan-lahan. Buanglah kondom bekas tersebut (namun jangan membuangnya ke lubang toilet).
7) Tidak disarankan untuk menggunakan ulang kondom perempuan.
Bagi pengguna narkoba, langkah-langkah tertentu dapat diambil untuk mengurangi risiko kesehatan masyarakat maupun kesehatan pribadi, yaitu:
1) Beralih dari napza yang harus disuntikkan ke yang dapat diminum secara oral.
2) Jangan pernah menggunakan atau secara bergantian menggunakan semprit, air, atau alat untuk menyiapkan napza.
3) Gunakan semprit baru (yang diperoleh dari sumber-sumber yang dipercaya, misalnya apotek, atau melalui program pertukaran jarum suntikan) untuk mempersiapkan dan menyuntikkan narkoba.
4) Ketika mempersiapkan napza, gunakan air yang steril atau air bersih dari sumber yang dapat diandalkan.
5) Dengan menggunakan kapas pembersih beralkohol, bersihkan tempat yang akan disuntik sebelum penyuntikan dilakukan.

Penularan HIV dari seorang ibu yang terinfeksi dapat terjadi selama masa kehamilan, selama proses persalinan atau setelah kelahiran melalui ASI. Tanpa adanya intervensi apapun, sekitar 15% sampai 30% ibu dengan infeksi HIV akan menularkan infeksi selama masa kehamilan dan proses persalinan. Pemberian air susu ibu meningkatkan risiko penularan sekitar 10-15%. Risiko ini tergantung pada faktor- faktor klinis dan bisa saja bervariasi tergantung dari pola dan lamanya masa menyusui.
Penularan dari Ibu ke Anak dapat dikurangi dengan cara berikut:
1) Pengobatan: Jelas bahwa pengobatan preventatif antiretroviral jangka pendek merupakan metode yang efektif dan layak untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak. Ketika dikombinasikan dengan dukungan dan konseling makanan bayi, dan penggunaan metode pemberian makanan yang lebih aman, pengobatan ini dapat mengurangi risiko infeksi anak hingga setengahnya. Regimen ARV khususnya didasarkan pada nevirapine atau zidovudine. Nevirapine diberikan dalam satu dosis kepada ibu saat proses persalinan, dan dalam satu dosis kepada anak dalam waktu 72 jam setelah kelahiran. Zidovudine diketahui dapat menurunkan risiko penularan ketika diberikan kepada ibu dalam enam bulan terakhir masa kehamilan, dan melalui infus selama proses persalinan, dan kepada sang bayi selama enam minggu setelah kelahiran. Bahkan bila zidovudine diberikan di saat akhir kehamilan, atau sekitar saat masa persalinan, risiko penularan dapat dikurangi menjadi separuhnya. Secara umum, efektivitas regimen obat-obatan akan sirna bila bayi terus terpapar pada HIV melalui pemberian air susu ibu. Obat-obatan antiretroviral hendaknya hanya dipakai di bawah pengawasan medis.
2) Operasi Caesar: Operasi caesar merupakan prosedur pembedahan di mana bayi dilahirkan melalui sayatan pada dinding perut dan uterus ibunya. Dari jumlah bayi yang terinfeksi melalui penularan ibu ke anak, diyakini bahwa sekitar dua pertiga terinfeksi selama masa kehamilan dan sekitar saat persalinan. Proses persalinan melalui vagina dianggap lebih meningkatkan risiko penularan dari ibu ke anak, sementara operasi caesar telah menunjukkan kemungkinan terjadinya penurunan risiko. Kendatipun demikian, perlu dipertimbangkan juga faktor risiko yang dihadapi sang ibu.
3) Menghindari pemberian ASI: Risiko penularan dari ibu ke anak meningkat tatkala anak disusui. Walaupun ASI dianggap sebagai nutrisi yang terbaik bagi anak, bagi ibu penyandang HIV-positif, sangat dianjurkan untuk mengganti ASI dengan susu formula guna mengurangi risiko penularan terhadap anak. Namun demikian, ini hanya dianjurkan bila susu formula tersebut dapat memenuhi kebutuhan gizi anak, bila formula bayi itu dapat dibuat dalam kondisi yang higienis, dan bila biaya formula bayi itu terjangkau oleh keluarga.
What are the symptomsof HIV?
Badan Kesehatan Dunia, WHO, membuat rekomendasi berikut:
Ketika makanan pengganti dapat diterima, layak, harganya terjangkau, berkesinambungan, dan aman, sangat dianjurkan bagi ibu yang terinfeksi HIV-positif untuk tidak menyusui bayinya. Bila sebaliknya, maka pemberian ASI eksklusif direkomendasikan pada bulan pertama kehidupan bayi dan hendaknya diputus sesegera mungkin.
Bila anda menduga bahwa anda telah terpapar HIV, anda hendaknya mendapatkan konseling dan melakukan testing/pemeriksaan HIV. Kewaspadaan hendaknya diambil guna mencegah penyebaran HIV kepada orang lain, seandainya anda benar terinfeksi HIV.


KESIMPULAN

1. Immune Deficiency Syndrome ( AIDS ) adalah kumpulan beberapa gejala akibat menurunnya system kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV ( KPA cilacap.2010).
2. Human Imunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab AIDS ( Wikipedia.com).
3. HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritik.
4. HIV menular melalui jarum suntik (secara bergantian, bekas pakai, tidak steril), hubungan seks berganti-ganti pasangan, dari ibu ke bayi melalui proses hamil, melahirkan, dan menyusui.
5. cara pokok untuk mencegah penluaran HIV/AIDS yaitu :
a. Abstinence : Tidak melakukan hubungan seks pra nikah atau hubungan seks bebas.
b. Be Faithfull : Saling setia, hanya melakukan hubungan seks dengan pasangan yang sah.
c. Condom : Menggunakan kondom bila melakukan hubungan beresiko.
d. Drugs : Tolak penggunaan narkoba “lebih khusus narkoba suntik’’.
e. Equipment : Jangan pakai jarum suntik bersama

DAFTAR PUSTAKA

http://find.galegroup.com/menu/commonmenu.do?userGroupName=kpt06082
http://id.wikipedia.org/wiki/AIDS
http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/berita/adakah_obat_untuk_hivaids_saat_ini/
http://netsains.com/2008/02/lebih-jauh-dengan-hivaids-dan-penanggulanggannya/
http://blinxblinx.wordpress.com/2009/05/20/tanda-tanda-aids/
http://find.galegroup.com/gps/retrieve.do?contentSet=IAC-

Thursday 12 January 2012

Hati- Hati

obat-obatan yg terkait dengan abortus

berikut obat-obatan dalam beberapa cara terkait dengan, atau di gunakan dalam pengobatan aborsi.
misoprostol, cytotec, oksitosin, pitocin, mifepristone, cervidil, syntocinon, mifeprex, prostin E2, prepidil, dinoprostone topikal, carboprost.

aborsi bukan tindakan yg bisa di angap sepele, jangan melakukannya tanpa adanya petunjuk yg sesuai dengan keilmuan.
obat-obatan untuk aborsi yg ada di indonesia antara lain:

misoprostol ( ada 6 jenis merek di antaranya yait u cytotec, gastrul )
gynaecosid ( hanya efektif sampai kandungan berusia 1 mingu )
methotrexate (indikasi aslinya obat kanker )
oxytocin ( fungsi sama dengan cytitec )

lebih baik lakukan persalinan dengan SC Disini

Bahaya akan Seks Bebas silahkan kunjungi Disini

Cara ABORTUS (tidak di rekomendasikan)

1. CITOREX 400 mmg or 200 mmg.
( cari di toko obat bebas, atau apotik juga ada. )
cara pemakaian :
1 di makan / di telan, 1 obat lagi di masuki melalui vagina.
kalau yg pake 200mmg caranya double dosis,
2 di masukin ke vagina, 2 di telan.
efeknya : badan sedikit lemas, kurang gairah.
tapi ngak apa-apa itu biasa aja, santai karna obatnya lagi bereaksi
aborsi akan keliatan kerjanya selama 2-5 hari.
cara ini sangat efektip dilakukan max hamil 3 bulan, setelah itu CITOREX tidak akan berreaksi.

2. Cytotec
( sebenarnya ini obat untuk penyakit maah, dan sebenarnya ini sangat di larang di konsumsi
ibu hamil dan menyusui, dan sangat menjut menggugur janin )
tanpa efek samping, janin rontok dalam 2x24 jam.
harga pertablet : 50.000 - 80.000

3. PIL RU 486, hormon prostaglandin
obat ini di kenal di masyarakat indonesia sebagai obat " aborsi prancis "
banyak di jual di toko obat bebas, kalau di apotik harus pake resep.
kalau punya koneksi di apotik lebih bangus, karna yg di jual bebas di toko obat bebas
kadang kala dia jual yg sudah expire.
4. Suntikan Methotrexate (MTX)
ini sangat manjur cara kerjanya, tapi jarang di jual. khusus di pasar gelap
atau di rumah sakit aja. dgn memakai cara suntik ini, Si wanita hamil itu akan mendapatkan pendarahan selama berminggu-minggu.
Efek samping yang tercatat dalam studi kasus adalah sakit kepala, rasa sakit, diare, penglihatan yang menjadi kabur, dan yang lebih serius adalah depresi sumsum tulang belakang, kekuragan darah, kerusakan fungsi hati, dan sakit paru-paru.
dalam kemasan MTX dituliskan, khusus obat kanker.
5. Metode Racun Garam (Saline)
Caranya ialah dengan meracuni air ketuban. Teknik ini digunakan saat kandungan berusia 16 minggu, saat air ketuban sudah cukup melingkupi janin. Jarum disuntikkan ke perut si wanita dan 50-250 ml (kira-kira secangkir) air ketuban dikeluarkan, diganti dengan larutan konsentrasi garam. Janin yang sudah mulai bernafas, menelan garam dan teracuni. Larutan kimia ini juga membuat kulit janin terbakar dan memburuk. Biasanya, setelah kira-kira satu jam, janin akan mati. Kira-kira 33-35 jam setelah suntikan larutan garam itu bekerja, si wanita hamil itu akan melahirkan anak yang telah mati dengan kulit hitam karena terbakar. Kira-kira 97% dari wanita yang memilih aborsi dengan cara ini melahirkan anaknya 72 jam setelah suntikan diberikan. Suntikan larutan garam ini juga memberikan efek samping pada wanita pemakainya yang disebut "Konsumsi Koagulopati" (pembekuan darah yang tak terkendali diseluruh tubuh), juga dapat menimbulkan pendarahan hebat dan efek samping serius pada sistim syaraf sentral. Serangan jantung mendadak, koma, atau kematian mungkin juga dihasilkan oleh suntikan saline lewat sistim pembuluh darah.

6. Metode Dilatasi dan Evakuasi (D&E)
Metode ini digunakan untuk membuang janin hingga usia 24 minggu. Metode ini sejenis dengan D&C, hanya dalam D&E digunakan tang penjepit (forsep) dengan ujung pisau tajam untuk merobek-robek janin. Hal ini dilakukan berulang-ulang hingga seluruh tubuh janin dikeluarkan dari rahim. Karena pada usia kehamilan ini tengkorak janin sudah mengeras, maka tengkorak ini perlu dihancurkan supaya dapat dikeluarkan dari rahim. Jika tidak berhati-hati dalam pengeluarannya, potongan tulang-tulang yang runcing mungkin dapat menusuk dinding rahim dan menimbulkan luka rahim.

7. Prostaglandin
Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi secara alami oleh tubuh dalam proses melahirkan. Injeksi dari konsentrasi buatan hormon ini ke dalam air ketuban memaksa proses kelahiran berlangsung, mengakibatkan janin keluar sebelum waktunya dan tidak mempunyai kemungkinan untuk hidup sama sekali. Sering juga garam atau racun lainnya diinjeksi terlebih dahulu ke cairan ketuban untuk memastikan bahwa janin akan lahir dalam keadaan mati, karena tak jarang terjadi janin lolos dari trauma melahirkan secara paksa ini dan keluar dalam keadaan hidup.

8. minum jamu tradisional.
yg dijual bebas dgn slongan " jamu terlambat bulan ", banyak kok jamu di jual bebas.
jamu ini memaksa tuh janin keluar, atau mau lebih manjur, minta ke mbok-mbok jamu terlambat bulan dia racik sendiri.

Jika ada ingin Aborsi INGAT AKAN KUASA SANG PENCIPTA 
konsultasikan ke Bagian MEDIS yang AHLI jangan ke Dukun


  • Total Pageviews

    Ns.Tursino.Skep. Powered by Blogger.
  • Contact Form

    Name

    Email *

    Message *