A. Pengertian
Bayi baru lahir normal adalah bayi cukup bulan (aterm) dengan umur antara 37 – 42 minggu, berat badan antara 2500 – 4000 gram (Sulaiman Sastrawinata, 1981 : 7 ).
Seorang bayi normal beratnya kira-kira 2,5 kg dengan panjang 50 cm mulai dari kepala hingga telapak kaki dan mempunyai keliling oksitofrontal 34 – 35 cm. Kepala berukuran seperempat tubuhnya. Tubuhnya sintal dan perutnya buncit tubuhnya masih lentur dalam keadaan terlentang kepalanya condong ke samping dan sebelah bahunya terangkat dari kasur, tangisnya kencang (Bannet V.K and Brown L.K, 1999 : 2 – 8).
Ciri-ciri Bayi Normal, Bayi baru lahir normal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Berat badan : 2500 – 4000 gram
2. Panjang badan : 48 – 52 cm
3. Lingkar dada : 30 – 38 cm
4. Lingkar kepala :
a. Ukuran melingkar
1) Circumferentalia suboccipito bregmantika (lingkar kepala kecil ) : 32 cm.
2) Circumferentia fronto occipitalis (lingkar kepala sedang) : 34 cm.
3) Circumferentia mento occipitalis (lingkar kepala besar) : 35 cm
b. Ukuran melintang
1) Diameter biparentalis : 9 cm
2) Diameter bitemporalis : 8 cm
c. Ukuran muka belakang
1) Diameter suboccipito bregmantika : 9,5 cm
2) Diameter suboccipito frontalis : 11 cm
3) Diameter fronto occipitalis : 12 cm
4) Diameter mento occipitalis : 13,5 cm
5) Diameter submento bregmantika : 9,5 cm
5. Denyut jantung pertama 180 x/ menit turun 120 x/mnt
6. Bernafas 80 x / menit turun 40 x . menit
7. Kulit kemerahan dan licin
8. Rambut lanugo tidak terlihat
9. Kuku agak panjang dan lembek
10. Genetalia :
a. Labia mayora menutupi labia minora pada bayi perempuan.
b. Testis sudah pada serotum pada bayi laki-laki.
11. Reflek hisap dan menelan, reflek moro, gerak refelek sudah baik.
12. Eliminasi baik urine dan mekanium keluar dalam 24 jam pertama.
B. Adaptasi Fisiologis Bayi Baru Lahir
1. Perubahan Sistem Pernafasan
Perkembangan paru-paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx, yang bercabang dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus. Proses ini terus berlanjut setelah kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun sampai jumlah bronkiolus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin memperlihatkan adanya bukti gerakan napas sepanjang trimester kedua dan ketiga (Varney’s, halaman 551). Ketidak matangan paru-paru terutama akan mengurangi peluang kelangsungan hidup bayi baru lahir sebelum usia kehamilan 24 minggu, yang disebabkan oleh keterbatasan permukaan alveolus, ketidakmatangan system kapiler paru-paru dan tidak mencukupinya jumlah surfaktan.
Dua factor yang berperan pada rangsangan napas pertama bayi.
a. Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar rahim yang merangsang pusat pernapasan di otak.
b. Tekanan terhadap rongga dada, yang terjadi karena kompresi paru-paru selama persalinan, yang merangsang masuknya udara kedalam paru-paru secara mekanis. Interaksi antara system pernapasan, kardiovaskuler dan susunan saraf pusat menimbulkan pernapasan yang teratur dan berkesinambungan serta denyut yang diperlukan untuk kehidupan. Jadi system-sistem harus berfungsi secara normal. Surfaktan dan upaya respirasi untuk bernafas Upaya pernapasan pertama seorang bayi berfungsi untuk :
- Mengeluarkan cairan dalam paru-paru.
- Mengembangkan jaringan alveolus paru-paru untuk pertama kali Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup dan aliran darah ke paru-paru.
Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan dan jumlahnya akan meningkat sampai paru-paru matang sekitar 30-34 minggu kehamilan. Surfaktan ini mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan Tanpa surfaktan, alveoli akan kolaps setiap saat setelah akhir setiap pernapasan, yang menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan energi ini memerlukan penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Peningkatan kebutuhan energi ini memerlukan penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini menyebabkan stress pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu. Dari cairan menuju udara Bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru-parunya. Pada saat bayi melalui jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru-paru. Seorang bayi yang dilahirkan melalui seksio sesaria kehilangan keuntungan dari kompresi rongga dada ini dan dapat menderita paru-paru basah dalam jangka waktu lebih lama. Dengan beberapa kali tarikan napas pertama, udara memenuhi ruangan trakea dan bronkus bayi baru lahir. Dengan sisa cairan di dalam paru-paru dikeluarkan dari paru dan diserap oleh pembuluh limfe dan darah. Semua alveolus paru-paru akan berkembang terisi udara sesuai dengan perjalanan waktu.
Fungsi system pernapasan dalam kaitanya dengan fungsi kardiovaskuler Oksigenasi yang memadai merupakan factor yang sangat penting dalam mempertahankan kecukupan pertukaran udara. Jika terdapat hipoksia, pembuluh darah paru-paru akan mengalami vasokonstriksi. Pengerutan pembuluh ini berarti tidak ada pembuluh darah yang terbuka guna menerima oksigen yang berada dalam alveoli, sehingga menyebabkan penurunan oksigenasi jaringan, yang akan memperburuk hipoksia.
Peningkatan aliran darah paru-paru akan memperlancar pertukaran gas dalam alveolus dan menghilangkan cairan paru-paru. Peningkatan aliran darah ke paru-paru akan mendorong terjadinya peningkatan sirkulasi limfe dan membantu menghilangkan cairan paru-paru dan merangsang perubahan sirkulasi janin menjadi sirkulasi luar rahim.
2. Perubahan Sistem Sirkulasi
Setelah lahir, darah bayi baru lahir harus melewati paru untuk mengambil oksigen dan mengadakan sirkulasi melalui tubuh guna mengantarkan oksigen ke jaringan. Untuk membuat sirkulasi yang baik guna mendukung kehidupan luar rahim, harus terjadi dua perubahan besar:
a. Penutupan foramen ovale pada atrium jantung.
b. Penutupan duktus arteriosus antara arteri paru-paru dan aorta.
Perubahan sirkulasi ini terjadi akibat perubahan tekanan pada seluruh system pembuluh tubuh. Ingat hokum yang menyatakan bahwa darah akan mengalir pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi yang kecil. Jadi perubahan-perubahan tekanan langsung berpengaruh pada aliran darah. Oksigen menyebabkan system pembuluh mengubah tekanan dengan cara mengurangi atau meningkatkan resistensinya, sehingga mengubah aliran darah. Hal ini terutama penting kalau kita ingt bahwa sebagian besar kematian dini bayi baru lahir berkaitan dengan oksigen (asfiksia). Dua peristiwa yang mengubah tekanan dalam system pembuluh darah :
1) Pada saat tali pusat dipotong, resistensi pembuluh sistemik meningkat dan tekanan atrium kanan menurun. Tekanan atrium kanan menurun karena berkurangnya aliran darah ke atrium kanan tersebut. Hal ini menyebabkan penurunan volume dan tekanan atrium kanan itu sendiri. Kedua kejadian ini membantu darah dengan kandungan oksigen sedikit mengalir ke paru-paru untuk menjalani proses oksigenasi ulang.
2) Pernapasan pertama menurunkan resistensi pembuluh darah paru-paru dan meningkatkan tekanan atrium kanan. Oksigen pada pernapasan pertama ini menimbulkan relaksasi dan terbukanya system pembuluh darah paru-paru (menurunkan resistensi pembuluh darah paru-paru). Peningkatan sirkulasi ke paru-paru mengakibatkan peningkatan volume darah dan tekanan pada atrium kanan. Dengan peningkatan volume darah dan tekanan pada atrium kiri, foramen ovale secara fungsional akan menutup. Vena umbilicus, duktus venosus dan arteri hipogastrika dari tali pusat menutup secara funsional dalam beberapa menit setelah lahir dan setelah tali pusat diklem. Penutupan anatomi jaringan fibrosa berlangsung dalam 2-3 bulan.
3. Perubahan Sistem Termoregulasi
Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuh mereka, sehingga akan mengalami stress dengan adanya perubahan-perubahan lingkungan. Pada saat bayi meninggalkan lingkungan rahim ibu yang hangat, bayi tersebut kemudian masuk ke dalam lingkungan ruang bersalin yang jauh lebih dingin. Suhu dingin ini menyebabkan air ketuban menguap lewat kulit, sehingga mendinginkan darah bayi. Pada lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi yang kedinginan untuk mendapatkan kembali panas tubuhnya. Pembentukan suhu tanpa menggigil ini merupakan hasil penggunaan lemak coklat terdapat di seluruh tubuh, dan mereka mampu meningkatkan panas tubuh sampai 100 %. Untuk membakar lemak coklat, seorang bayi harus menggunakan glukosa guna mendapatkan energi yang akan mengubah lemak menjadi panas. Lemak coklat tidak dapat diproduksi ulang oleh bayi baru lahir dan cadangan lemak coklat ini akan habis dalam waktu singkat dengan adanya stress dingin. Semakin lama usia kehamilan, semakin banyak persediaan lemak coklat bayi. Jika seorang bayi kedinginan, dia akan mulai mengalami hipoglikemia, hipoksia dan asidosis. Oleh karena itu, upaya pencegahan kehilangan panas merupakan prioritas utama dan bidan berkewajiban untuk meminimalkan kehilangan panas pada bayi baru lahir. Disebut sebagai hipotermia bila suhu tubuh turun dibawah 360 C. Suhu normal pada neonatus adalah 36 5 – 370 C. Bayi baru lahir mudah sekali terkena hipotermia yang disebabkan oleh:
a. Pusat pengaturan suhu tubuh pada bayi belum berfungsi dengan sempurna.
b. Permukaan tubuh bayi relative lebih luas.
c. Tubuh bayi terlalu kecil untuk memproduksi dan menyimpan panas.
d. Bayi belum mampu mengatur possisi tubuh dan pakaiannya agar ia tidak kedinginan.
Hipotermia dapat terjadi setiap saat apabila suhu disekeliling bayi rendah dan upaya mempertahankan suhu tubuh tidak diterapkan secara tepat, terutama pada masa stabilisasi yaitu 6 – 12 jam pertama setelah lahir. Misal: bayi baru lahir dibiarkan basah dan telanjang selama menunggu plasenta lahir atau meskipun lingkungan disekitar bayi cukup hangat namun bayi dibiarkan telanjang atau segera dimandikan.
Gejala hipotermia:
- Sejalan dengan menurunnya suhu tubuh, bayi menjadi kurang aktif, letargis, hipotonus, tidak kuat menghisap ASI dan menangis lemah.
- Pernapasan megap-megap dan lambat, denyut jantung menurun.
- Timbul sklerema : kulit mengeras berwarna kemerahan terutama dibagian punggung, tungkai dan lengan.
- Muka bayi berwarna merah terang.
- Hipotermia menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang akan berakhir dengan kegagalan fungsi jantung, perdarahan terutama pada paru-paru, ikterus dan kematian.
Mekanisme terjadinya Hipotermia:
Hipotermia pada bayi baru lahir timbul karena penurunan suhu tubuh yang dapat terjadi melalui:
Radiasi : Yaitu panas tubuh bayi memancar kelingkungan sekitar bayi yang lebih dingin, misal : BBL diletakkan ditempat yang dingin.
Evaporasi : Yaitu cairan/air ketuban yang membasahi kulit bayi menguap, misal : BBL tidak langsung dikeringkan dari air ketuban.
Konduksi : Yaitu pindahnya panas tubuh bayi karena kulit bayi langsung kontak dengan permukaan yang lebih dingin, misal : popok/celana basah tidak langsung diganti.
Konveksi : Yaitu hilangnya panas tubuh bayi karena aliran udara sekeliling bayi, misal : BBL diletakkan dekat pintu/jendela terbuka.
4. Perubahan Sistem Metabolisme
Untuk memfungsikan otak memerlukan glukosa dalam jumlah tertentu. Dengan tindakan penjepitan tali pusat dengan klem pada saat lahir seorang bayi harus mulai mempertahankan kadar glukosa darahnya sendiri. Pada setiap baru lahir, glukosa darah akan turun dalam waktu cepat (1 sampai 2 jam). Koreksi penurunan gula darah dapat dilakukan dengan 3 cara :
a. Melalui penggunaan ASI (bayi baru lahir sehat harus didorong untuk menyusu ASI secepat mungkin setelah lahir).
b. Melalui penggunaan cadangan glikogen (glikogenesis).
c. Melalui pembuatan glukosa dari sumber lain terutama lemak (glukoneogenesis). Bayi baru lahir yang tidak dapat mencerna makanan dalam jumlah yang cukup akan membuat glukosa dari glikogen (glikogenolisis). Hal ini hanya terjadi jika bayi mempunyai persediaan glikogen yang cukup. Seorang bayi yang sehat akan menyimpan glukosa sebagai glikogen, terutama dalam hati, selama bulan-bulan terakhir kehidupan dalam rahim. Seorang bayi yang mengalami hipotermia pada saat lahir yang mengakibatkan hipoksia akan menggunakan persediaan glikogen dalam jam pertama kelahiran. Inilah sebabnya mengapa sangat penting menjaga semua bayi dalam keadaan hangat. Perhatikan bahwa keseimbangan glukosa tidak sepenuhnya tercapai hingga 3-4 jam pertama pada bayi cukup bulan yang sehat. Jika semua persediaan digunakan pada jam pertama maka otak bayi dalam keadaan beresiko. Bayi baru lahir kurang bulan, lewat bulan, hambatan pertumbuhan dalam rahim dan distress janin merupakan resiko utama, karena simpanan energi berkurang atau digunakan sebelum lahir.
Gejala-gejala hipoglikemia bisa tidak jelas dan tidak khas meliputi :
- kejang-kejang halus
- Sianosis
- Apnu
- Tangis lemah
- Tetargis
- Lunglai dan menolak makanan.
Bidan harus selalu ingat bahwa hipoglikemia dapat tanpa gejala pada awalnya. Akibat jangka panjang hipoglikemia ialah kerusakan yang meluas di seluruh sel-sel otak.
5. Perubahan Sistem Gastrointestinal
Sebelum lahir, janin cukup bulan akan mulai menghisap dan menelan. Refleks gumoh dan refleks batuk yang matang sudah terbentuk dengan baik pada saat lahir. Kemampuan bayi baru lahir cukup bulan untuk menelan dan mencerna makanan (selain susu) masih terbatas. Hubungan antara esophagus bawah dan lambung masih belum sempurna yang mengakibatkan “gumoh” pada bayi baru lahir dan neonatus. Kapasitas lambung sendiri sangat terbatas, kurang dari 30 cc untuk seorang bayi baru lahir cukup bulan. Kapasitas lambung ini akan bertambah secara lambat bersamaan dengan tumbuhnya bayi baru lahir. Pengaturan makan yang sering oleh bayi sendiri penting contohnya memeberi ASI on demand. Usus bayi masih belum matang sehingga tidak mampu melindungi dirinya sendiri dari zat-zat berbahaya kolon. Pada bayi baru lahir kurang efisien dalam mempertahankan air disbanding orang dewasa, sehingga menyebabkan diare yang lebih serius pada neonatus.
6. Perubahan Sistem Kekebalan Tubuh
Sistem imunitas bayi baru lahir masih belum matang, sehingga menyebabkan neonatus rentan terhadap berbagai infeksi dan alergi. Sistem imunitas yang matang akan memberikan kekebalan alami maupun yang didapat. Kekebalan alami terdiri dari struktur pertahanan tubuh yang mencegah atau meminimalkan infeksi. Berikut beberapa contoh kekebalan alami meliputi:
a. Perlindungan oleh kulit membrane mukosa.
b. Fungsi saringan saluran napas.
c. Pembentukan koloni mikroba oleh kulit dan usus.
d. Perlindungan kimia oleh lingkungan asam lambung.
Kekebalan alami juga disediakan pada tingkat sel oleh sel darah yang membantu bayi baru lahir membunuh mikroorganisme asing. Tetapi pada bayi baru lahir sel-sel darah ini masih belum matang, artinya bayi baru lahir tersebut belum mampu melokalisasi dan memerangi infeksi secara efisien. Kekebalan yang didapat akan muncul kemudian. Bayi baru lahir yang lahir dengan kekebalan pasif mengandung banyak virus dalam tubuh ibunya. Reaksi antibody keseluruhan terhadap antigen asing masih belum bisa dilakukan sampai awal kehidupan anak. Salah satu tuges utama selama masa bayi dan balita adalah pembentukan system kekebalan tubuh. Karena adanya defisiensi kekebalan alami dan didapat ini, bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi. Reaksi bayi baru lahir terhadap infeksi masih lemah dan tidak memadai. Oleh karena itu, pencegahan terhadap mikroba (seperti pada praktek persalinan yang aman dan menyusui ASI dini terutama kolostrum) dan detekdi dini serta pengobatan dini infeksi menjadi sangat penting.
C. Perilaku Bayi Baru Lahir
1. Menangis
Begitu lahir, bayi harus menangis. Ini merupakan reaksi pertama yang bisa dilakukan. Dengan menangis, otomatis paru-parunya berfungsi. Paru-paru akan membuka dan mengisap oksigen. Selain itu, menangis juga sebagai reaksi dari perubahan yang dialami si bayi. Ketika di kandungan, ia merasakan kehangatan dan kenyamanan; ia merasa terlindungi. Suasana di rahim pun gelap. Sementara begitu lahir, ia merasakan udara luar yang dingin dan ada cahaya terang. Perubahan ini disikapinya dengan menangis.
Itu sebab, jika setelah lahir bayi tak menangis, berarti tak normal. Biasanya, ia mengalami asfiksia, yaitu kurang masukan oksigen ke dalam tubuhnya.
Bahayanya, otak pun akan kekurangan oksigen hingga dapat merusak otak. Kejadian ini biasanya berkaitan dengan keadaan sejak di kandungan. Maka itu, bila ada sesuatu dengan kandungan ibu yang bermasalah, harus segera mendapat penanganan yang adekuat dan benar dari ahlinya. Ini untuk menghindari, salah satunya kejadian bayi tak menangis.
Ketika bayi menangis, anggota geraknya pun ikut aktif. Tangisan bayi yang sehat bila suaranya keras, bukan merintih atau melengking. Jika suara tangisannya merintih/melengking, pertanda ada sesuatu pada si bayi atau ia sakit.
Menangis pada bayi juga merupakan ungkapan ekspresinya. Bayi akan menangis lantaran minta perhatian, lapar, basah popoknya karena BAB/BAK, atau lainnya. Jadi, bayi menangis tak selalu berarti lapar.
2. Kaget
Bayi akan bereaksi seperti kaget. Ini merupakan refleks naluriah. Sejauh refleks ini tak berlebihan terjadinya, tak masalah. Bila ia kaget, biasanya tubuhnya bergerak semua. Gerakannya itu harus simetris semua, tak hanya sebagian tubuhnya saja yang bergerak. Kalau tidak, harus dicurigai ada sesuatu di otaknya. Segera periksakan ke dokter.
Gerak refleks ini bisa karena ia melihat cahaya yang menyilaukan atau lantaran ia sudah bisa mendengar suara/bunyi yang mengagetkannya. Itu sebab, jika bayi sedang tidur, biasanya orang di sekitarnya diminta untuk tak terlalu berisik.
Refleks ini masih boleh ada sampai usia 5 bulan. Jika setelah itu masih tetap ada, berarti tak normal, ada sesuatu pada diri si bayi hingga mesti dicari penyebabnya. Kemungkinan ada kerusakan di otaknya.
3. Bersin
Jika sesekali atau tak berlebihan, wajar saja. Sebenarnya, bersin pertanda ia ingin mengeluarkan sesuatu/kotoran dari hidungnya. Lagi pula hidung bayi itu sensitif; dengan bersin, lubang hidungnya dibersihkan. Jadi, bersin merupakan reaksi bayi untuk pertahanan tubuhnya. Selain itu, bersin bisa juga karena ia terekspos udara dingin.
Jadi, bersin tak selalu berarti bayi akan flu. Tapi jika keseringan, misal, tiap jam bersin, memang bisa jadi pertanda si bayi sakit. Mungkin ketularan pilek dari ibunya.
Karena itu, untuk menghindarinya dari sakit, jangan sering-sering menciumi si bayi. Bila di rumah ada orang dewasa yang sedang sakit, sebaiknya tak mencium bayi dan harus menggunakan masker.
4. Mengisap
Refleks ini merupakan refleks paling primitif untuk mempertahankan hidup. Lapar atau tidak, bila kita taruh jari di mulutnya, ia akan mencari dan membuka mulutnya dan jari tersebut akan diisapnya. Kemampuan inilah yang membuatnya bisa menyusu dan mendapatkan makanan.
Bila usia kehamilan ibu 34 minggu ke atas dan bayi dilahirkan di usia itu, sudah ada refleks mengisapnya. Jika refleks ini tak ada, berarti si bayi sakit, apakah infeksi atau sakit berat lainnya, semisal ada kerusakan otak hingga pusat yang mengatur refleksnya tak berfungsi.
Refleks mengisap akan terus ada sampai dewasa. Maka itu, adakalanya anak usia setahun pun masih suka mengisap ibu jarinya.
5. Tersedak
Normalnya di tenggorokan ada jalan napas dan jalan makanan atau kerongkongan. Jika bayi sedang minum/makan, jalan napasnya akan menutup. Pada bayi normal, lahir cukup bulan, dan sehat, ia punya refleks otomatis seperti itu. Jadi, bila kebanyakan minum, ia akan berhenti dulu, tak akan gelagapan tersedak sampai masuk ke paru-paru. Bayi bisa mengatur seberapa banyak harus mengisapnya. Jadi, jarang bayi tersedak.
Jika hanya sekali-kali tersedaknya tak apa-apa, asalkan jangan sampai masuk ke jalan napas dan menyebabkannya biru. Bila sampai tersedak pun ia punya refleks untuk membatukkan. Kecuali jika bayi dicekoki, kebanyakan bisa tersedak.
Pada bayi yang menyusu ASI, tak mungkin tersedak karena bayi mengisap dan memompa ASI sesuai isapannya. Tersedak justru lebih sering terjadi pada bayi yang minum susu botol. Terutama karena posisi dalam memberikan susu botol yang mungkin tak benar/tak hati-hati. Selain itu, susu akan menetes terus dari dotnya hingga bayi sulit mengatur isapannya. Akibatnya, jika kebanyakan netesnya, ia jadi gelagapan. Maka itu, dalam menyusui bayi, mata ibu tak boleh ke mana-mana, harus memperhatikan dengan baik apakah si bayi mengisapnya dengan enak atau tidak. Bila si bayi tersedak, hentikan dulu menyusunya, lalu angkat dan sendawakan.
Ada kelainan pada bayi yang membuatnya sering tersedak, misal, refleks isapnya tak ada karena ia sakit berat dan badannya lemah. Sebab, refleks tersebut akan timbul jika si bayi sehat. Karena refleksnya itu tak ada lalu dipaksa, hingga membuatnya tersedak. Seharusnya bayi-bayi seperti ini dipasangkan selang dari mulut ke lambungnya.
Bayi juga bisa tersedak karena kelainan anatomis, misal, fistula esophagus (ada lubang antara jalan napas dan jalan makan). Jadi, makanan/minuman yang masuk, sebagian masuk ke paru-paru hingga membuatnya tersedak. Kelainan ini harus diperbaiki dengan operasi.
6. Mengeluarkan air liur
Air liur diproduksi terus dan harus ditelan. Jika air liur keluar dari mulutnya hanya sekali-kali/tak berlebihan, itu normal. Nanti juga lama-lama hilang sendiri sejalan pertambahan usianya. Tapi, jika air liur sudah terlalu banyak dan berlebihan, berarti ada penyakit. Misal, ada atresia esophagus (buntunya saluran kerongkongan), hingga bayi tak bisa menelan dan produksi air liurnya berlebihan. Mengatasinya, dengan operasi. Biasanya kelainan ini harus dicurigai ada pada bayi bila ibunya dalam kehamilan mengalami polihidramnion atau air ketuban banyak atau yang orang bilang dengan hamil kembar air.
7. Buang air besar dan buang air kecil
Sebenarnya, bayi di kandungan sudah makan dan ususnya sudah bisa membentuk yang namanya kotoran. Itu sebab, umumnya bayi baru lahir dalam waktu 24 jam sudah BAB dan BAK. Jika dalam waktu 48 jam tidak BAB/BAK, berarti ada yang tak beres.
Kalau tidak BAB, mungkin ada sumbatan di jalan ususnya hingga kotoran tak bisa keluar. Bisa karena memang jalannya buntu atau karena kotoran yang sudah terbentuk di kandungan begitu keras (mekonium plak). Untuk mengeluarkannya, kotoran ini harus distimulasi dan ini dilakukan di RS.
Pada tiga hari pertama, kotoran bayi masih berwarna hitam kehijauan. Tapi lama-lama warnanya berubah jadi kuning. Pada bayi yang mendapatkan ASI, frekuensi BAB-nya lebih sering. Dalam sehari bisa sampai 10 kali, tapi hanya sedikit-sedikit. Jadi, kita tak perlu bingung dan menganggapnya diare. Yang penting bukan frekuensinya, tapi konsistensinya. Jika konsistensinya berupa cairan dan jumlahnya banyak, berarti diare.
Kalau tidak BAK, biasanya karena bayi sakit berat (syok) hingga aliran darah ke ginjal kurang. Dalam keadaan syok, aliran darahnya diutamakan ke otak dan jantung hingga aliran darah yang ke ginjal kurang. Bayi akan lebih sering BAK jika ia memang banyak minum. Atau, bisa juga karena udara dingin membuatnya lebih sering BAK. Bisa 10-12 kali ganti popok dalam sehari. Jika sudah BAK, otomatis cairan tubuhnya berkurang dan bayi pun akan minta minum kembali. Jadi berikan saja, tak perlu pakai jam-jaman.
8. Tangan dan kaki lebih sering menekuk
Ketika ditaruh dalam posisi telentang, biasanya tubuhnya tak lurus sama sekali, tapi menekuk di siku tangan dan lututnya. Tubuhnya pun lebih banyak bergerak. Posisi anggota gerak bayi normal ini, namanya fleksi. Mungkin posisi secara fisiologis ini seperti kala di kandungan, bayi dalam keadaan meringkuk.
Jadi, posisinya ini tak perlu dikhawatirkan, apalagi sampai membedongnya kuat-kuat dengan tujuan agar tubuhnya jadi lurus. Biarkan saja. Sebetulnya, bedong digunakan hanya agar bayi tak kedinginan.
Namun bila tubuhnya menekuk berlebihan, dalam arti menekuk sekali dan tampak kaku atau tak relaks, namanya spastis. Ini berarti ada saraf yang tak beres. Umumnya, setelah usia 5-6 bulan posisinya mulai tidur lurus. Tapi jika dari awal sudah lurus dan kaku, namanya ekstensi. Kemungkinan ada sesuatu di otaknya.
9. Melihat ke atas
Bayi baru lahir cuma bisa membedakan terang dan gelap, ada sinar atau tidak. Fungsi penglihatannya belum sempurna. Jadi, jika bayi tampak seolah sering melihat ke atas, sebenarnya bukanlah demikian. Itu hanya reaksi karena ada sinar yang membuatnya silau dan matanya tampak bergerak-gerak. Mungkin karena ia melihat bayangan saja atau sesuatu seperti bayangan yang bergerak. Usia 2 bulan penglihatannya masih kabur dan buram, ia tahu hanya ada bayangan. Setelah 4 bulan, barulah penglihatannya lebih jelas.
10. Perut sering tampak bergerak
Pernapasan bayi masih dominan dengan menggunakan otot perut. Itu sebab, otot perutnya akan bergerak. Setelah 6 bulan, pernapasannya berganti dengan otot dada. Maka itu, para ibu jangan memakaikan gurita/bedong pada bayinya. Sebab, pemakaian gurita/bedong tak hanya mengekang pergerakan dinding perut, tapi juga gerakan usus untuk mencerna makanan pun akan terganggu. Bahkan, makanan yang masuk bisa keluar alias muntah lagi. Bila khawatir si kecil kedinginan, sebaiknya jangan dibedong kuat-kuat, gunakan saja celana, popok dan kaos singlet. Biarkan bayi bernapas lega.
11. Gumoh/muntah
Tak apa-apa bayi gumoh. Itu bagian dari refleksnya. Apalagi jarak antara kerongkongan dan jalan nasofaring ini pendek, hingga mudah terjadi gumoh. Gumoh pertanda bayi kebanyakan minum atau sudah kenyang. Lambung bayi itu kecil, jika makanan/minumannya terlalu banyak akan membuatnya gumoh.
Bila gumoh terus-terusan, kita tak boleh berpikir terlalu jelek seperti halnya muntah. Mungkin saja karena kita mencekoki si bayi susu terus. Apalagi kadang bila bayi menangis, umumnya ibu akan menjejalkan mulut si bayi dengan susu. Padahal, mungkin saja si bayi tak lapar, tapi pipis atau hanya ingin digendong. Tak apa-apa juga bila gumoh keluar lewat hidung, selama bayi tak tampak biru. Jika sampai biru dan tersedak, artinya sudah masuk ke jalan napas.
Kita harus bisa membedakan antara gumoh dan muntah. Gumoh keluar begitu saja dari mulut dan sedikit. Sedangkan muntah, ada tekanan negatif dari perut mendorong diafragma. Jika muntahnya hanya sekali, mungkin bisa dipikirkan kekenyangan. Tapi jika muntahnya lebih dari 3 kali atau setiap minum muntah, mungkin ada obstruksi/sumbatan, baik di sekitar lambung atau lebih ke bagian bawahnya. Jika demikian, harus dibawa ke dokter. Kalau ternyata ada obstruksi, harus dilakukan operasi.
12. Tidur
Dalam sehari, bayi baru lahir bisa tidur sampai 18 jam. Bangunnya hanya untuk minum, lalu tidur lagi. Secara perlahan, makin usia bertambah, waktu tidurnya akan berkurang atau makin sedikit.
Bayi kalau perutnya kenyang, badan kering dan hangat, ia akan tidur. Kalau tidak, ia gelisah. Ada juga bayi-bayi yang susah tidurnya, berarti termasuk bayi rewel atau ada sesuatu yang dirasanya atau sakit. Lebih ekstremnya, jika bayi banyak tak tidurnya alias melotot terus, ia akan sangat aktif, bertemperamen tinggi, seperti mengamuk, dan sebagainya. Biasanya bayi seperti ini karena ada keracunan dari sang ibu, misal, ibunya pecandu narkoba. Harus ditangani dokter untuk pengobatannya.
Saat ditidurkan, sebaiknya bayi tak ditaruh telentang tapi menyamping agar jika muntah tak akan ditelannya. Bayi bisa memilih sendiri posisi tidurnya yang dirasakannya nyaman.
13. Menguap
Normal, jika bayi sesekali menguap, bisa berarti ia mengantuk. Tapi, jika sebentar-sebentar menguap atau sering, bisa termasuk dalam salah satu sindrom keracunan obat-obatan, misal, dari ibu yang pecandu narkotika. Harus ditangani dokter untuk pengobatannya.
14. Menggeliat
Menggeliat berarti menggerakkan otot-ototnya. Normal, kok, karena ia belum bisa tengkurap atau membalikkan badannya, maka gerakannya hanya sebatas menggeliat.
Bayi memang harus banyak bergerak. Di kandungan saja, bayi banyak menendang-nendang. Hanya, seberapa banyak/aktifnya bergerak, sangat individual sifatnya, entah bayi laki atau perempuan. Justru kalau bayi diam saja, harus dicurigai, berarti ada sesuatu atau sakit.
15. Tersenyum
Orang tua dulu mengatakan, jika bayi tersenyum berarti sedang tersenyum dengan saudaranya atau malaikat. Sebenarnya, senyumnya itu tak berarti apa-apa. Apalagi bayi belum bisa melihat dengan jelas, masih berupa bayangan saja. Bayi tersenyum sekadar reaksinya menggerakkan otot-otot wajahnya. (Dedeh Kurniasih)
D. Rythme Bayi Baru Lahir
Tidur merupakan prioritas utama bagi bayi. Bayi perlu banyak tidur. Pertumbuhan dan perkembangannya sangat tergantung dari tidur, tanpa tidur bayi tidak akan tumbuh secara optimal, karena pada saat inilah terjadi perbaikan (repair) sel-sel otak dan kurang lebih 75% hormon pertumbuhan diproduksi. Telah dibuktikan tidur mempunyai efek yang besar terhadap kesehatan mental, emosi dan fisik, dan sistem imunitas tubuh. Adanya abnormalitas pada otak juga dapat diketahui dari bagaimana pola tidur anak tersebut. Dan gangguan tidur akan mengakibatkan efek yang sebaliknya.
Tahapan tidur pada anak dan orang dewasa ternyata terdapat pula pada bayi baru lahir yaitu, tidur tenang atau nonREM (non rapid eye movement) dan tidur aktif atau REM. Pada bayi normal, anak dan orang dewasa mempunyai periode REM dan nonREM yang berubah-ubah beberapa kali selama tidur malam hari.
Pada masa bayi, terjadi beberapa perubahan. Pola siklus tidur-bangun baru jelas terlihat pada umur 3-4 bulan, dimana proporsi tidur mulai lebih banyak pada malam hari. Umumnya morning naps berhenti pada umur 1 tahun dan afternoon naps terus berlangsung hingga umur 3 tahun. Pada akhirnya jumlah total tidur menurun bertahap selama periode anak-anak. Perkembangan tidur ini berkaitan dengan umur dan bertambah besarnya anak (maturitas otak), maka jumlah total tidur ynag diperlukan berkurang dan diikuti dengan penurunan proporsi REM dan nonREM. Dari rata-rata 16,5 jam pada umur 1 minggu, 14 jam pada umur satu tahun, 13 jam pada umur 2 tahun, 11 jam pada umur 5 tahun dan 10 jam pada umur 9 tahun.
2. Tidur nonREM
Tidur nonREM terdiri dari 4 tahap, dimana setiap tahapnya mempunyai ciri tersendiri.
Tahap 1. Tidur tahap I terjadi bila merasakan ngantuk dan mulai tertidur. Jika telepon berbunyi atau ada sesuatu sampai terbangun, sering kali tidak merasakan bahwa sebenarnya kita telah tertidur. Gelombang listrik otak memperlihatkan ‘gelombang alfa’dengan penurunan voltase. Tahap I ini berlangsung 30 detik sampai 5 menit pertama dari siklus tidur.
Tahap 2. Selama tidur tahap dua, seluruh tubuh kita seperti berada pada tahap tidur yang lebih dalam. Tidur masih mudah dibangunkan, meskipun kita benar-benar berada dalam keadaan tidur. Gambaran EEG memperlihatkan gelombang berfrekuensi 14-18 siklus per detik, dan ini dinamakan gelombang tidur (sleep spindle). Periode tahap 2 berlangsung dari 10 sampai 40 menit. Kadang-kadang selama tahap tidur 2 seseorang dapat terbangun karena sentakan tiba-tiba dari ekstremitas tubuhnya. Ini normal. Kejadian sentakan ini, sebagai akibat masuknya tahapan REM.
Tahap 3 dan 4. Tahap ini merupakan tahap tidur dalam. Pada tahap 3, Orang yang tertidur cukup pulas, rileks sekali karena tonus otot lenyap sama sekali, dan EEG memperlihatkan gelombang lambat delta (20-50%). Tahap 4 adalah tidur paling nyenyak, tanpa mimpi dan sulit dibangunkan, dan orang akan binggung bila terbangun langsung dari tahap ini, dan memerlukan waktu beberapa menit untuk meresponnya. EEG memperlihatkan dominasi gelombang delta (>50%) dan gelombang tidur (sleep spindle) sulit didapat. Orang yang tidur pada ke dua tahap ini, pola pernafasan dan denyut jantungnya teratur. Kadang-kadang pada bayi timbul keringat banyak. Setelah periode ini, suatu saat kembali ke tidur tahap 2 sebelum masuk ke periode tidur REM. Pada tahap ini, diproduksi hormon pertumbuhan guna memulihkan tubuh, memperbaiki sel, membangun otot dan jaringan pendukung. Perasaan enak dan segar setelah tidur nyenyak, setidak-tidaknya disebabkan karena hormon pertumbuhan bekerja baik.
3. Tidur REM
Tidur REM. Tahap tidur REM sangat berbeda dari tidur nonREM. Tidur REM adalah tahapan tidur yang sangat aktif. Pola nafas dan denyut jantung tak teratur dan tidak terjadi pembentukan keringat. Selama tahap tidur nonREM bola mata tidak bergerak secepat tahap tidur REM, oleh karena itu tahap tidur ini disebut tidur REM. Kadang-kadang timbul twitching pada tangan, kaki, atau muka, dan pada laki-laki dapat timbul ereksi pada periode tidur REM. Walaupun ada aktivitas demikian orang masih tidur lelap dan sulit untuk dibangunkan. Sebagian besar anggota gerak tetap lemah dan rileks. Tahap tidur ini diduga berperan dalam memulihkan pikiran, menjernihkan rasa kuatir dan daya ingat dan mempertahankan fungsi sel-sel otak.
4. Siklus Tidur.
Siklus tidur pada orang dewasa biasanya terjadi setiap 90 menit. Pada 90 menit pertama seluruh tahapan tidurnya adalah nonREM. Setelah 90 menit, akan muncul periode tidur REM, yang kemudian kembali ke tahap tidur nonREM. Setelah itu hampir setiap 90 menit tahap tidur REM terjadi. Pada tahap awal tidur, periode REM sangat singkat, berlangsung hanya beberapa menit. Namun menjelang pagi hari sebagian besar tidur ada pada tahap REM. Hal ini menjelaskan mengapa sebagian besar orang ingat akan mimpinya bila terbangun pagi hari, dan juga menerangkan mengapa laki-laki bangun pada keadaan ereksi.
Bila terjadi gangguan tidur, periode REM akan muncul lebih awal pada malam itu, setelah kira-kira 30-40 menit. Orang juga akan mendapatkan tidur tahap3 & 4 lebih banyak , bila hari sebelumnya terjadi gangguan tidur. Selama tidur, tahapan tidur akan berpindah-pindah dari satu tahap ke tahapan yang lain, tanpa harus menuruti aturan yang biasanya terjadi. Artinya suatu malam, mungkin saja tidak ada tahap 3 atau 4. Tapi malam lainnya seluruh tahapan tidur akan didapatkannya.
Pola tidur bayi sangat berbeda dengan tidur pada anak, remaja, dan orang dewasa. Pola tidur pada bayi dimulai sejak di dalam kandungan, sebelum lahir. Fetus berumur 6 – 7 bulan masa gestasi, mengawali tidur dengan REM, segera kemudian diikuti tidur nonREM. Bayi dapat segera mulai tidur dengan REM, yang tidak biasa terjadi pada orang dewasa. Empat tahapan tidur nonREM pada bayi, baru terlihat jelas dengan teratur pada umur 6 bulan. Sedangkan ke empat tahapanya sendiri telah ada sebelum umur 3 bulan.
5. Mekanisme Tidur-Bangun di Otak
Tidur merupakan aktivitas dari area tertentu di otak yang menyebabkan tidur, daripada masukan sensorik yang menurun di korteks serebri. Stimulasi pada area ini akan menghasilkan tidur, sebaliknya kerusakan akan mengakibatkan gangguan tidur.
Siklus tidur-bangun dikontrol oleh aktivitas neuron di dalam sistem reticular activating system (RAS). RAS terdiri dari sistem retikularis batang otak, posterior hipotalamus dan basal otak depan. Mekanisme tidur-bangun ini sesungguhnya belum diketahui secara pasti. Aktivitas neuron di pons, mid brain, dan posterior hipotalamus penting untuk keadaan bangun. Sedangkan aktivitas di medulla sangat penting untuk stimulasi keadaan tidur. Siklus tidur-bangun ini mungkin terintegrasi di basal otak depan.
Terdapat pula mekanisme spesifik otak, yang dapat membangkitkan tidur nonREM dan tidur REM. Lesi di anterior hipotalamus dan area yang berdekatan dengan otak depan (basal otak depan) akan mengakibatkan insomnia yang berkepanjangan. Sebaliknya stimulasi kimia atau elektrik di basal otak depan akan menghasilkan tidur nonREM. Aktivitas neuron di area ini maksimal selama tidur nonREM, dan sangat kurang selama tidur REM dan keadaan bangun. Area lain yang diduga sebagai regulator tidur nonREM adalah nukleus traktus solitarius.
Lateral pons dan area retikularis di medial medulla merupakan area yang sangat aktive selama periode tidur REM dan sangat kurang active pada tidur nonREM. Sel-sel neuron di medula yang mengontrol tidur REM, diduga berpengaruh supresi terhadap tonus otot pada waktu tidur REM, yaitu melalui aktivasi neuron di batang otak dan inhibisi motorneuron di medula spinalis.
Secara farmakologik, kini sudah ada bukti bahwa tidur nonREM sangat berhubungan dengan mekanisme serotoninergik dan tidur REM dipengaruhi oleh mekanisme adrenergik. Sebagai contoh, pemberian serotonin dapat mengurangi latensi mula tidur secara bermakna, sebaliknya kerusakan area serotonin di pons akan menyebabkan insomnia. Injeksi asetilkolin ke dalam pons akan menimbulkan tidur REM. Sistem katekolamin (noradrenalin dan dopamine) juga mempunyai peran penting pada keadaan bangun dan tidur REM. Konsentrasi norepineprin dan serotonin di korkteks mencapai puncak pada waktu bangun, terendah dalam tidur REM dan intermediet pada tidur nonREM. Sebaliknya neuron kolinergik melepaskan asetilkolin dengan kadar yang tinggi pada tidur REM dan waktu bangun; dan terendah pada waktu tidur nonREM.
6. Fungsi Endokrin Selama Tidur
Siklus tidur ini mempunyai kaitan-kaitan dengan hormon tubuh, seperti hormon pertumbuhan (growth hormon), prolaktin, dan kortisol. Hormon pertumbuhan disekresi pada awal periode tidur lelap, tahap 3 & 4 dan dihambat selama tidur REM. Hormon ini berfungsi merangsang pertumbuhan tulang panjang, tulang rawan dan jaringan lunak. Selain berperan juga mengatur metabolisme tubuh termasuk otak. Penting diketahui bahwa sekresi hormon ini mencapai puncaknya pada usia 5 tahun pertama, saat terjadi pacu tumbuh otak (brain growth spurts). Kadar prolaktin mencapai puncaknya antara jam 05.00 dan 07.00 pagi. Sekresi kortikosteroid yang biasanya terjadi selama malam hari, dapat berubah sesuai dengan siklus tidur-bangunnya. Bila pola tidur berubah, sekresi kortisol pada awalnya seperti semula, tetapi secara bertahap melakukan penyesuaian atau resinkronisasi dengan siklus yang baru.
Fluktuasi hormon selama tidur bergantung pada 3 faktor utama, yaitu irama sirkadian, siklus tidur-bangun dan tahapan tidur nonREM dan REM. Penyebab dari variasi ini masih belum diketahui dengan jelas. Sekresi horman kortisol dan adrenokortikotropik (ACTH) mengikuti irama sirkadian, dengan puncaknya di pagi hari (6-8 jam tidur sampai 1 jam setelah bangun tidur) dengan titik terendah pada larut malam. Thyrotropin-stimulating hormon juga berhubungan dengan irama sirkadian dengan puncaknya pada larut malam dan awal dari siklus tidur.
Meskipun puncak kadar aldosteron terjadi selama periode tidur lelap, namun tidak barkaitan secara khusus dengan tahapan tidur nonREM atau REM. Renin, meningkat selama tidur, tetapi menurun secara relatif selama tidur REM. Hormon pertumbuhan, prolaktin, luteinizing hormon (LH), dan testosteron berhubungan dengan tidur dan tahapan tidur. Kadar prolaktin pada laki-laki dan perempuan mencapai puncaknya selama siklus nonREM, dengan titik terendah pada tidur REM. Jika waktu tidur berubah, maka kadar puncak prolaktin segera berubah pula, dan mengikuti dengan pola tidur baru. Siklus sirkadian LH sangat berhubungan dengan tingkat maturitas seks pada kedua jenis kelamin. Pada anak prepubertal dan pubertal, sekresi LH meningkat selama periode tidur, dan puncaknya terjadi pada periode tidur REM. Oleh karena itu makin tinggi presentase tidur nonREM, makin rendah kadar LH nya.
Melatonin atau hormon tidur, dapat membantu mengontrol ritme tubuh dan siklus tidur-bangun. fluktuasi hormon ini bergantung pada irama sirkadian (terang atau gelap). Adanya cahaya akan menghambat pelepasan melatonin dari kelenjar Pineal, oleh karena itu sekresi hormon ini lebih banyak pada malam hari daripada siang hari. Hormon ini disekresi secara teratur sebelum bayi umur 6 bulan .
7. Pengaruh Tidur: Tumbuh Kembang Bayi
Tidur merupakan interaksi yang kompleks dari multiple sistim neurotransmiter, dan sistim regulasi tidur dengan mekanisme lain, sebagai contoh mekanisme yang mengatur temperatur, pola pernapasan dan tekanan darah. Kira-kira 2/3 kehidupan bayi baru lahir digunakan untuk tidur. Seluruh kejadian selama tidur merupakan refleksi dari aktivitas neuron tertentu di susunan saraf pusat, yang berubah secara dramatis sesuai dengan perkembangan bayi. Oleh karena itu tidur sangat berhubungan dengan perkembangan anak, dan sekaligus merupakan jendela dari perkembangan otak anak selanjutnya.
Pada waktu bangun, tubuh menggunakan oksigen dan makanan (energi) untuk keperluan kegiatan fisik dan mentalnya. Keadaan ‘katabolik’ ini juga banyak mengunakan hormon adrenalin (epineprin) dan kortikosteroid tubuh. Selama tidur, terjadi keadaan sebaliknya yaitu ‘anabolik’, dimana terjadi konservasi energi, perbaikan sel-sel tubuh dan pertumbuhan. Karena konsentrasi adrenalin dan kortisol turun, maka tubuh mulai membentuk hormon pertumbuhan. Selain berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan, hormon ini juga memungkinkan tubuh memperbaiki dan memperbaharui seluruh sel-sel yang ada di tubuh, mulai dari sel kulit, sel darah dan sel neuron di otak .
Proses pembaruan sel ini berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan waktu bangun. Hal ini merupakan bukti yang penting bahwa tidur berefek pada tumbuh kembang anak.
Tidur yang sering pada waktu menderita sakit infeksi, dapat membantu mempercepat proses penyembuhan. Hal ini karena pengaruh meningkatnya sistem imunitas tubuh yang memproduksi protein tertentu untuk merespon infeksi. Oleh karena itu tidur berperan juga dalam meningkatkan daya tahan tubuh terhasdap infeksi. Sebaliknya gangguan tidur dapat menurunkan kadar sel darah putih tubuh sehingga menurunkan efektivitas sistem daya tahan, mudah jatuh sakit, pertumbuhannya terganggu, kemampuan konsentrasi menurun, sulit mengerjakan sesuatu dan menjadi irritable.
Tidur pagi ternyata lebih banyak komponen REMnya dibandingkan tidur siang hari. Studi terakhir menunjukkan bahwa tingginya komponen tidur REM, dengan kadar melatonin yang rendah, sangat membantu proses maturasi otak bayi. Hal serupa didapat pada orang dewasa bahwa tidur REM penting sekali untuk restorasi emosional atau spikologis, sedangkan tidur nonREM lebih penting untuk restorasi fisik. Tingginya kadar hormon pertumbuhan yang diproduksi selama tidur dalam nonREM sangat berhubungan dengan status kesehatan fisik, sementara meningkatnya aliran darah ke otak selama tidur REM berperan penting untuk kesehatan mental, aktivitas otak sehingga memungkinkan otak dapat tumbuh optimal. Menurut theory autostimulation tingginya komponen tidur REM pada bayi, merupakan cara dimana otak menstimulasi sendiri. Dan stimulasi ini sangat vital bagi pertumbuhan sistem susunan saraf pusat. Dukungan teori ini terlihat pada fetus dan bayi prematur yang mempunyai tidur REM lebih banyak, dan kurang dapat beradaptasi dengan stimulasi eksternal dibandingkan bayi cukup bulan. Sehingga aktivitas gelombang listrik otak pada tidur REM berperan sebagai safeguards susunan saraf pusat, sementara gerakan mata cepat (REM) berfungsi melindungi kesehatan mata. Pada keadaan tidur dalam nonREM mata dan cairan mata (vitreous humor) tidak bersirkulasi sehingga aliran darah dan oksigen tidak terjadi, penglihatan rentan terhadap anoksia karena mata tidak dapat memberikan darah sendiri.
8. Pengaruh Tidur: Kecerdasan, Belajar dan Penampilan di Sekolah
Tidur juga berpengaruh pada proses pembelajaran, intelegensia dan penampilan di sekolah. Banyak penelitian yang setuju dengan butir-butir diatas yang dilakukan pada anak dari berbagai umur. Studi di University of Connecticut memperlihatkan hubungan yang kuat antara lamanya tidur REM dengan lamanya bayi dalam keadaan ‘quiet alert’. Pada kondisi ini, bayi terlihat cerah, matanya cerdas, rileks, sangat responsif, meskipun tubuhnya relatif kurang aktif, yang sering disebut dengan ‘alooker dan a thinker’. Studi perkembangan tidur di Stanford University menunjukkan bahwa proporsi tidur REM bayi tidak saja karena proses maturitas otak , tetapi juga karena pengaruh faktor lingkungan meskipun belum jelas, namun peran orang tua diduga berpengaruh. Bayi yang irritable mungkin disebabkan karena ketidak seimbangan faktor kimiawi seperti progesterone atau kortisol. Tingginya konsentrasi kortisol pada bayi ternyata berhubungan dengan penurunan lamamya tidur nonREM. Jadi ada kaitannya antara faktor kimiawi, pola tidur dan perilaku pada saat bangun. Studi yang dilakukan pada bayi umur 2-3 bulan memperlihatkan bahwa makin irritable dan impersisten bayi tersebut, makin lambat kecepatan belajarnya.
Tidur pagi dan atau siang (naps) ternyata mempunyai pengaruh tersendiri terhadap proses tumbuh kembang anak, begitu pula antara tahapan tidur nonREM dan REM. Penelitian memperlihatkan hubungan yang kuat antara tidur siang dengan lamanya atensi, lamanya berada dalam keadaan ‘quiet alert’, dan cepatnya proses pembelajaran.
Studi lain memperlihatkan anak berumur 3 tahun yang tidur siang akan lebih adaptatif , artinya anak akan mudah menyesuaikan dengan keadaan lingkungan yang baru. Adaptasi adalah proses yang sangat penting untuk keberhasilan sekolahnya. Anak yang tidak tidur siang, dan tidak adaptif ternyata lebih sering mengalami sulit tidur malam. Penelitian tahun 1925,yang dilakukan terhadap 600 anak dengan IQ > 140 memperlihatkan bahwa anak yang mendapat penghargaan ternyata tidurnya lebih lama.
Hasil yang sama juga diperlihatkan pada 5500 anak sekolah di Jepang. Temuan ini dikonfirmasi pada tahun 1983 di pusat tidur Canada, bahwa anak dengan IQ superior mempunyai total tidur lebih lama kira-kira 30-40 menit setiap malamnya dibandingkan rata-rata anak pada umur yang sama. Studi lain juga mengatakan bahwa tidur dapat meningkatkan pergaulan anak dan penampilan di sekolah. Pada orang dewasa efek gangguan tidur lebih mengarah pada faktor emosi, sedangkan pada bayi dan anak lebih pada kognitif, pertumbuhan, penampilan motoriknya dan perkembangan otaknya.
9. Konsekuensi Kurang Tidur
Bayi dan anak yang tidak dapat tidur dengan baik akan menjadi overaroused dan menjadi lebih sulit untuk memulai tidur. Berbagai manifestasi dari bayi atau anak yang kualitas tidurnya tidak adekuat dapat berupa mengantuk sampai hiperaktif. Mereka cenderung iritabel, inatensi, kurang kooperatif dan sulit dikontrol. Untuk usia pra-sekolah, terlambat tidur selama 30 menit saja akan mempengaruhi emosi mereka pada keesokan harinya. Bayi normal umumnya mempunyai perilaku rewel antara umur 3-14 minggu, hal ini karena immaturitas sistim susunan saraf pusatnya terlalu dipenuhi oleh berbagai rangsangan. Bayi yang rewel dan sering terganggu tidur malamnya cenderung kurang mampu memfokuskan perhatiannya atau berkonsentrasi. Akibatnya mereka mengalami keterlambatan dalam ketrampilan motoriknya. Bila sulit tidur ini berlanjut, maka anak akan menjadi kurang motivasi, rasa keingintahuannya hilang, daya tangkap dan ingat berkurang sehingga proses belajar dan perkembangan mentalnya terganggu.
Banyak keadaan yang dapat menganggu tidur nyenyak bayi, diantaranya yang paling sering adalah kondisi lapar, ngompol dan teething selain faktor lingkungan yang kurang nyaman. Sebagai contoh, bayi usia 6 bulan dapat ngompol 5-6 kali semalam, oleh karena itu menjaga agar bayi tetap kering sepanjang malam, berperan penting dalam membantu meningkatkan kualitas tidur bayi.
Defisit tidur yang berkepanjangan tidak hanya berdampak pada bayi atau anak itu sendiri seperti perubahan fisik, emosi, spikologis, sosial dan status kesehatanya, tetapi juga berdampak pada orang tua, keluarga dan bahkan tetangga.
Daftar Pustaka
- Blum NJ, Carey WB. Sleep Problem Among Infants And Young Children. Pediatr Rev 1996;3(17):87-92.
- DiPietro JA, Hodgson DM, Costigan KA. Fetal Neurobehavioral Development.
- http://id.shvoong.com/medicine-and-health/medicine-history/2053292-konsep-dasar-bayi-baru-lahir/#ixzz1foCnFxlZ
- http://id.shvoong.com/medicine-and-health/medicine-history/2053292-konsep-dasar-bayi-baru-lahir/#ixzz1foHCb7Rv
0 comments:
Post a Comment