RSS
Facebook
Twitter

Thursday, 19 July 2012

ASKEP PENYALAHGUNAAN NAPZA

A. Pengertian Zat AdiktifDan Penyalahgunaan Zat Adiktif Zat adiktif adalah obat serta bahan-bahan aktif yang apabila dikonsumsi oleh organisme hidup dapat menyebabkan kerja biologi serta menimbulkan ketergantungan atau adiksi yang sulit dihentikan dan berefek ingin menggunakannya secara terus-menerus yang jika dihentikan dapat memberi efek lelah luar biasa atau rasa sakit luar biasa. Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkansampai setelah terjadimasalah. Penyalahgunaan NAPZA adalah suatu penyimpangan perilaku yang disebabkan oleh penggunaan yang terus menerus sampai terjadi masalah. Syndrome putus obat adalah suatu kondisi dimana individu yang menggunakan Napza menurunkan atau menghentikan penggunaan Napza yang biasa digunakannya, akan menimbulkan gejala kebutuhan biologic terhadap napza. Jadi penyalahgunaan penggunaan zat NAPZA adalah suatu kondisi penyimpangan individu yang menggunakan NAPZA secara terus menerus sampai mngakibatkan suatu masalah pada pengguna. B. Rentang Respons Gangguan Penggunaan NAPZA Rentang respons ganguan pengunaan NAPZA ini berfluktuasi dari kondisi yang ringan sampai yang berat, indikator ini berdasarkan perilaku yang ditunjukkan oleh pengguna NAPZA. Respon Adaptif Respon Maladaptif Eksperimental Rekreasional Situasional Penyalahgunaan Ketergantungan • Eksperimental: Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin tahu dari remaja. Sesuai kebutuan pada masa tumbuh kembangnya, klien biasanya ingin mencari pengalaman yang baru atau sering dikatakan • Rekreasional: Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam mingguan, acara ulang tahun. Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama teman- temannya. • Situasional: Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan zat pada saat sedang mempunyai masalah, stres, dan frustasi. • Penyalahgunaan: Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai digunakan secara rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan. • Ketergantungan: Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma putus zat (suatu kondisi dimana individu yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai, sehingga menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan. Sedangkan toleransi adalah suatu kondisi dari individu yang mengalami peningkatan dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang biasa diinginkannya. C. Mekanisme Terjadinya Penyalahgunaan Zat Adiktif D. Psikodinamik Beberapa macam NAPZA secara alamiah ada di dalam tubuh individu. Zat ini berguna bagi tubuh untuk kehidupan hidup sehari-hari, seperti melakukan aktivitas fisik, meditasi, kadar Napza ini selalu dalam keadaan seimbang di dalam tubuh individu. Apabila individu mengkonsumsi Napza seperti: Tembakau, alcohol, obat-obatan yang legal, obat terlarang dengan penggunaan jarang, maka akan terjadi peningkatan kadar Napza tersebut di dalam tubuh. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan kimia tubuhsehingga menyebabkan terjadinya perubahan perilaku yang lazim disebut: klien dalam keadaan “intoksikasi”. Kondisi yang lebih lanjut bila individu menggunakan Napza sering kali tidak mampu dikontrol lagi, mengakibatkan ketergantungan fisik: sindroma putus zat dan toleransi. E. Jenis-Jenis NAPZA NAPZA dapat dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu: 1. Narkotika Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis yang dapat menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi hilang rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungnya akan zat tersebut secara terus menerus. Contoh narkotika yang terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain, morfin, amfetamin, dan lain-lain. Narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997 adalah zat atau obat berbahaya yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan maupun perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.  Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah: a. Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai sebagai narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung karena terlalu beresiko. Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka. b. Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses yang bersifat sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang rasa sakit/analgesik. Contohnya yaitu seperti amfetamin, metadon, dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya. Narkotika sintetis dapat menimbulkan dampak sebagai berikut: 1) Depresan= membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri. 2) Stimulant= membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas kerja dan merasa badan lebih segar. 3) Halusinogen = dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang mengubah perasaan serta pikiran. c. Narkotika semi sintetis yaitu zat/obat yang diproduksi dengan cara isolasi, ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein, dan lain-lain. 2. Psikotropika Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika adalah zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat yang tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006) adalah: stimulansia yang membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena merangsang syaraf simpatis. Termasuk dalam golongan stimulan adalah amphetamine, ektasy (metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine sering disebut dengan speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan stimulan lainnya adalah halusinogen yang dapat mengubah perasaan dan pikiran sehingga perasaan dapat terganggu.Sedative dan hipnotika seperti barbiturat dan benzodiazepine merupakan golongan stimulan yang dapat mengakibatkan rusaknya daya ingat dan kesadaran, ketergantungan secara fisik dan psikologis bila digunakan dalam waktu lama. 3. Zat Adiktif Lainnya Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahan- bahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam narkotika dan psikotropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek merusak fisik seseorang jika disalahgunakan (Wresniwiro dkk. 1999). Adapun yang termasuk zat adiktif ini antara lain: minuman keras (minuman beralkohol) yang meliputi minuman keras golongan A (kadar ethanol 1% sampai 5%) seperti bir, green sand; minuman keras golongan B (kadar ethanol lebih dari 5% sampai 20%) seperti anggur malaga; dan minuman keras golongan C (kadar ethanol lebih dari 20% sampai 55%) seperti brandy, wine, whisky. Zat dalam alkohol dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bila kadarnya dalam darah mencapai 0,5% dan hampir semua akan mengalami gangguan koordinasi bila kadarnya dalam darah 0,10% (Marviana dkk. 2000). Zat adiktif lainnya adalah nikotin, votaile, dan solvent/inhalasia. F. Manifestasi Klinis Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi.Selain intoksikasi, ada juga sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan zat yang dikurangi atau dihentikan.Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat berbeda pada jenis zat yang berbeda. a. Intoksikasi 1) Alcohol Bicara cadel, gerakan tidak terkoordinir, nistagmus, kesadaran menurun, apatis, somnolens, sopor, koma, vertigo, dilatasi pupil, jalan sempoyongan. 2) Ganja Konjungtiva merah, nafsu makan bertambah, mulut kering, denyut jantung cepat, gerakan tidak terkoordinir, euporia, cemas, waham, daya nilai terganggu, relaksasi mengantuk, dipersonalisasi, gangguan proses kognitif, hipotensi orthostatik. 3) Opioida Pupil menyempit, bicara cadel, euporia, apatis, gerakan lambat, mengantuk, gangguan mengingat, gangguan perhatian, miosis,konstipasi, tingkat kesadaran menurun, hipotensi, orthostatic. 4) Ectasy perilaku diulang, panic, paranoid (selalu curiga), denyut jantung cepat, pupil melebar, tekanan darah naik, banyak keringat, mulut kering, menggigil, mual muntah, agresi bingung, tegang, euporia, cemas, marah-marah, BB menurun, kejang, diskinesia,distonia,tahan tidak tidur. 5) Halusinogen pusing,gangguan persepsi,dipersonalisasi, derealisasi, halusinasi, ilusi, sinestesi, depresi, kecemasan, takut gila, mengantuk, merasa menjadi pusat perhatian, muntah mual, ataksia, daya nilai terganggu. b. Putus zat 1) Alcohol Gelisah, Berkeringat, Denyut jantung cepat, tremor di tangan, mual, muntah, kejang otot, cemas, agresif, halusinasi, ilusi, tinnitus, delirium, insomnia, sakit kepala, lemah. 2) Opioida Kejang perut, Rasa tak enak, mual muntah, nyeri otot sendi dan tulang, lakrimasi, rhinorhoes, pupil melebar, berkeringat, diarhoea, menguap, demam, insomnia, gelisah. 3) Ectasy Lelah, mimpi buruk, insomnia, nafsu makan bertambah, gerakan lambat, agitatif murung, tindakan bunuh diri, iritabilitas, depresi berat, cemas. G. Beberapa Faktor Pendukung Terjadinya Gangguan Penggunaan NAPZA 1. Faktorbiologis a. Genetik(tendensiketurunan) b. Metabolik : etil alkohol bila di metabolisme lebih lama lebih efisien untuk mengurangi individu menjadi ketergantungan. c. Infeksi pada organ otak: intelegensi menjadi rendah (retardasi mental, misalnya ensefhalitis, meningitis) d. Penyakit kronis : kanker, asma bronchial, penyakit menahun lainnya. 2. Faktor Psikologis a. Tipe kepribadian (dependen , asnsieta, depresi,antisocial) b. Harga diri yang rendah : depresi terutama karna kondisi sosial ekonomi , pada penyalahgunaan alcohol,sedative hipnotik yang mencapai tingkat ketergantungan diikuti rasa bersalah. c. Disfungsi keluarga : kondisi keluarga yang tidak stabil , role model ( keteladanaan) yang negative,tidsak terbina saling percaya antara anggota keluarga, keluarga tidak mampu memberikan pendidikan yang sehat pada anggota, orang tua dengan gangguan penggunaan zat adiktif, perceraian. d. Individu yang mempunyai perasaan tidak aman e. Cara pemecahan masalah individu yang menyimpang f. Individu yang mengalami krisis identitas dan kecenderungan untuk mempraktikkanhomoseksual, krisis identitas. g. Rasa bermusuhan dengan keluarga atau dengan orang tua. 3. Faktor sosial Cultural a. Masyarakat yang ambivalensi tentang penggunaan zat seperti tembakau, nikotin, ganja, dan alkohol. b. Norma kebudayaan pada suku bangsa tertentu, menggunakan halusinogen atau alkohol untuk upacara adat dan keagamaan. c. Lingkungan tempat tinggal, sekolah, teman sebaya banyak mengedarkan dan menggunakan zat adiktif. d. Persepsi dan penerimaan masyarakat terhadap penggunaan zat adiktif e. Remaja yang lari dari rumah f. Penyimpangan seksual pada usia dini g. Perilaku tindak kriminal pada usia dini, misalnya mencuri, merampok dalam komunitas. H. Stressor Pencetus Gangguan Penggunaan Zat Adiktif Stressor dalam kehidupan merupakan kondisi pencetus terjadinya gangguan penggunaan zat adiktif bagi seseorang atau remaja, menggunakan zat merupakan cara untuk mengatasi stress yang di alami dalam kehidupannya. Beberapa stressor pencetus adalah: 1. Pernyataan dan tuntutan untuk mandiri dan membutuhkan teman sebaya sebagai pengakuan. 2. Reaksi sebagai cara untuk mencari kesenangan, individu berupaya untuk menghindari rasa sakit dan mencari kesenangan, rilek agarlebih menikmati hubungan interpersonal. 3. Kehilangan orang atau sesuatu yang berarti seperti pacar, orang tua, saudara,drop out dari sekolah atau pekerjaan. 4. Diasingkan oleh lingkungan, rumah, sekolah, kelompok teman sebya, sehingga tidak mempunyai teman. 5. Kompleksitas danketegangan dari kehidupan modern. 6. Tersedianya zat adiktif dilingkungan dimana seseorang berada khususnya pada individu yang mengalami pengalaman kecanduan zat adiktif. 7. Pengaruh dan tekanan teman sebaya (diajak,dibujuk, diancam). 8. Kemudahan mendapatkan zat adiktif dan harganya terjangkau. 9. Pengaruh film dan iklan tentang zat adiktif seperti alcohol dan nikotin. 10. Pesan dari masyarakat bahwa penggunaan zat adiktif dapat menyelesaikan masalah. I. Dampak Penyalahgunaan NAPZA Martono (2006) menjelaskan bahwa penyalahgunaan NAPZA mempunyai dampak yang sangat luas bagi pemakainya (diri sendiri), keluarga, pihak sekolah (pendidikan), serta masyarakat, bangsa, dan Negara. Bagi diri sendiri. Penyalahgunaan NAPZA dapat mengakibatkan terganggunya fungsi otak dan perkembangan moral pemakainya, intoksikasi (keracunan), overdosis (OD), yang dapat menyebabkan kematian karena terhentinya pernapasan dan perdarahan otak, kekambuhan, gangguan perilaku (mental sosial), gangguan kesehatan, menurunnya nilai-nilai, dan masalah ekonomi dan hukum. Sementara itu, dari segi efek dan dampak yang ditimbulkan pada para pemakai narkoba dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan/jenis: 1) Upper yaitu jenis narkoba yang membuat si pemakai menjadi aktif seperti sabu-sabu, ekstasi dan amfetamin, 2) Downer yang merupakan golongan narkoba yang dapat membuat orang yang memakai jenis narkoba itu jadi tenang dengan sifatnya yang menenangkan/sedatif seperti obat tidur (hipnotik) dan obat anti rasa cemas, dan 3) Halusinogen adalah napza yang beracun karena lebih menonjol sifat racunnya dibandingkan dengan kegunaan media. Bagi keluarga.Penyalahgunaan NAPZA dalam keluarga dapat mengakibatkan suasana nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu. Dimana orang tua akan merasa malu karena memilki anak pecandu, merasa bersalah, dan berusaha menutupi perbuatan anak mereka. Stres keluarga meningkat, merasa putus asa karena pengeluaran yang meningkat akibat pemakaian narkoba ataupun melihat anak yang harus berulangkali dirawat atau bahkan menjadi penghuni di rumah tahanan maupun lembaga pemasyarakatan. Bagi pendidikan atau sekolah. NAPZA akan merusak disiplin dan motivasi yang sangat tinggi untuk proses belajar. Penyalahgunaan NAPZA berhubungan dengan kejahatan dan perilaku asosial lain yang menganggu suasana tertib dan aman, rusaknya barang-barang sekolah dan meningkatkan perkelahian. Bagi masyarakat, bangsa, dan negara.Penyalahgunaan NAPZA mengakibatkan terciptanya hubungan pengedar narkoba dengan korbannya sehingga terbentuk pasar gelap perdagangan NAPZA yang sangat sulit diputuskan mata rantainya.Masyarakat yang rawan narkoba tidak memiliki daya tahan dan kesinambungan pembangunan terancam. Akibatnya negara mengalami kerugian karena masyarakatnya tidak produktif, kejahatan meningkat serta sarana dan prasarana yang harus disediakan untuk mengatasi masalah tersebut. J. Penanggulangan Masalah NAPZA Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan mulai dari pencegahan, pengobatan sampai pemulihan (rehabilitasi). 1. Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan: b. Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA c. Deteksi dini perubahan perilaku d. Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan Tidak pada narkoba” 2. Pengobatan Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu: a. Detoksifikasi tanpa subsitusi Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut.Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri. b. Detoksifikasi dengan substitusi Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein, ufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut. 3. Rehabilitasi Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual.Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001). Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi (detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi (Hawari, 2003). Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak sama karena tergantung ada jumlah dan kemampuan sumber daya, fasilitas, dan sarana penunjang kegiatan yang tersedia di rumah sakit. Menurut Hawari (2003), bahwa setelah klien mengalami perawatan selama 1 minggu menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka klien tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja Berdasarkan pengertian dan lama rawat di atas, maka perawatan di ruang rehabilitasi tidak terlepas dari perawatan sebelumnya yaitu di ruangdetoksifikasi.  Jenis Program Rehabilitasi a. Rehabilitasi psikososial Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat (reentry program).Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan berbagai kursus atau balai latihan kerja di pusat-pusat rehabilitasi.Dengan demikian diharapkan bila klien selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja. b. Rehabilitasi kejiwaan Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang semua berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan sesama rekannya maupun personil yang membimbing dan mengasuhnya. Meskipun klien telah menjalani terapi detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif tadi belum hilang, keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali atau craving masih sering muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan dan depresi serta tidak dapat tidur (insomnia) merupakan keluhan yang sering disampaikan ketika melakukan konsultasi dengan psikiater. Oleh karena itu, terapi psikofarmaka masih dapat dilanjutkan, dengan catatan jenis obat psikofarmaka yang diberikan tidak bersifat adiktif (menimbulkan ketagihan) dan tidak menimbulkan ketergantungan.Dalam rehabilitasi kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik secara individual maupun secara kelompok.Untuk mencapai tujuan psikoterapi, waktu 2 minggu (program pascadetoksifikasi) memang tidak cukup; oleh karena itu, perlu dilanjutkan dalam rentang waktu 3 – 6 bulan (program rehabilitasi).Dengan demikian dapat dilaksanakan bentuk psikoterapi yang tepat bagi masing-masing klien rehabilitasi.Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama keluarga broken home.Gerber (1983 dikutip dari Hawari, 2003) menyatakan bahwa konsultasi keluarga perlu dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang mengalami penyalahgunaan NAPZA. c. Rehabilitas Komunitas Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam satu tempat.Dipimpin oleh mantan pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai koselor, setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan.Tenaga profesional hanya sebagai konsultan saja. Di sini klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan perilakunya secara efektif dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi keinginan mengunakan narkoba lagi atau nagih (craving) dan mencegah relaps. Dalam program ini semua klien ikut aktif dalam proses terapi. Mereka bebas menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain. Tiap anggota bertanggung jawab terhadap perbuatannya, penghargaan bagi yang berperilaku positif an hukuman bagi yang berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri. d. Rehabilitasi keagamaan. Masih perlu dilanjutkan karena waktu detoksifikasi tidaklah cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing. Pendalaman, penghayatan, dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini dapat menumbuhkan kerohanian (spiritual power) pada diri seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA apabila taat dan rajin menjalankan ibadah, risiko kekambuhan hanya 6,83%; bila kadang-kadang beribadah risiko kekambuhan 21,50%, dan apabila tidak sama sekali menjalankan ibadah agama risiko kekambuhan mencapai 71,6%. ‘ K. Asuhan Keperawatan pada Klien NAPZA 1. Pengkajian a. Fisik Data fisik yang mungkin ditemukan pada klien dengan penggunaan NAPZA pada saat pengkajian adalah sebagai berikut: Nyeri, gangguan pola tidur, menurunnya selera makan, konstipasi, diare, perilaku seks melanggar normal, kemunduran dalam kebersihan diri, potensi komplikasi, jantung, hati, dan sebagainya, infeksius paru-paru. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah agar klien mampu untuk teratur dalam pola hidupnya. b. Emosional Perasaan gelisah (takut kalau diketahui), tidak percaya diri, curiga dan tidak berdaya.Sasaran yang ingin dicapai adalah agar klien mampu untuk mengontrol dan mengendalikan dirinya sendiri. c. Sosial Lingkungan sosial yang biasa akrab dengan klien biasanya adalah teman pengguna zat, anggota keluarga lain pengguna zat lingkungan sekolah atau kampus yang digunakan oleh para pengedar. d. Intelektual Pikiran yang selalu ingin menggunakan zat adiktif, perasaan ragu untuk berhenti, aktivitas sekolah atau kuliah menurun sampai berhenti, pekerjaan terhenti.Sasaran yang ingin dicapai adalah klien mampu untuk berkonsentrasi dan meningkatkan daya fikir ke hal-hal yang positif. e. Spiritual Kegiatan keagamaan tidak ada, nilai-nilai kebaikan ditinggalkan Karena perubahan perilaku (tidak jujur, mencuri, mengancam dan lain-lain).Sasaran yang ingin dicapai adalah mampu meningkatkan ibadah, pelaksanaan nilai-nilai kebaikan. f. Keluarga Ketakutan akan perilaku klien, malu pada masyarakat, penghamburan dan pengurasan ecara ekonomi oleh klien, komunikasi dan pola asuhan tidak efektif, didukung moril terhadap klien tidak terpenuhi. Sasaran yang henak dicapai adalah keluarga mampu merawat klien yang pada akhirnya mencapai tujuan utama yaitu mengantisipasi terjadinya kekambuhan. g. Faktor presipitasi Stress dalam kehidupan merupakan suatu kondisi pencetus terjadinya gangguan zat adiktif. Bagi remaja penggunaan zat adalah suatu cara untuk mengatasi stress yang dialami dalam kehidupan. Stressor presipitasi untuk terjadinya penyalahgunaan zat adiktif adalah 1) Pernyataan untuk mandiri dan membutuhkan teman-teman sebaya sebagai pengakuan 2) Reaksi sebagai suatu prinsip kesenangan, tujuannya untuk menghindari sakit dan mencari kesenangan 3) Kehilangan orang yang berarti : pacar, orang tua, orang terdekat dll 4) Diasingkan oleh lingkungan 5) Kompleksitas dan ketegangan kehidupan modern 6) Tersedianya obat-obatan 7) Pengaruh dan tekanan teman sebaya 8) Mudah mendapatkan zat adiktif 9) Pesan dari masyarakat “ bahwa zat adiktif dapat menyelesaikan semua masalah. h. Mekanisme koping Mekanisme koping yang digunakan adalah denial dari masalah, proyeksi untuk melepaskan tanggung jawab dan disosiasi sebagai efek dari penggunaan zat adiktif Data khusus yang perlu didapat saat menghadapi orang dengan ketergantungan • Jumlah dan kemurnian zat yang digunakan • Seringnya menggunakan ( hari, minggu, bulan ) • Metode ( rokok, hisap Injeksi, dll ) • Dosis terakhir yang dugunakan • Cara memperoleh zat • Dampak bila tidak menggunakan • Jika over dosis beratnya seberapa • Tujuan pasen datang • Sisem dukungan yang ada ( keluarga, sosial dan finansial) • Tingkah laku manipulaitf 2. Diagnosis Keperawatan Menurut NANDA (The American Nursing Diagnosis Assosiation) , diagnosis keperawatan adalah sebagai berikut : 1) Koping individu tidak efektif sehubungan dengan tidak mampu mengatasi keinginan menggunakan zat. 2) Intoleransi aktivitas sehubungan dengan kurangnya motivasi untuk sembuh. 3) Gangguan pemusatan perhatian sehubungan dengan dampak penggunan zat adiktif. 3. Perencanaan Tujuan yang ingin dicapai dalam memberikan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan penggunaan zat adiktif adalah : • Agar tidak terjadi ancaman terhadap kehidupan • Tidak memburuknya keadaan kesadaran pasien • Aman dari kecelakaan terutama pada kondisi intosikasi atau setelah masa detoksifikasi • Termotivasi untuk mengikuti program terapy jangka panjang. • Mengenal hal-hal positif pada dirinya • Menggunakan koping yang sehat dalam mengatasi masalah • Keluarga bekerja sam dalam program terapi pasien • Mempunyai pengetahuan untuk merawat pasien setelah di rumah 4. Pelaksanaan Usaha pencegahan supaya tidak terjadinya gangguan penggunaan zat dan tindakan keperawatan pada kondisi intoksikasi, sindroma putus zat dan setelah detoksifikasi. a. DIAGNOSA I: Koping individu tidak efektif sehubungan dengan tidak mampu mengatasi keinginan menggunakan zat. Tujuan: Klien mampu untuk mengatasi keinginan menggunakan zat adiktif. Tindakan Keperawatan : • mengidentifikasi situasi yang menyebabkan timbulnya sugesti. • mengidentifikasi perilaku ketika sugesti datang • mendiskusikan cara mengalihkan pikiran dari sugesti ingin menggunakan zat dengan menciptakansugesti yang lebih positif. • melatih menggunakan kata-kata “ingin hidup sehat”, “masa depan penting”, “masih ada harapan”. • membantu klien untuk mengekspresikan perasaannya. b. DIAGNOSA II Intoleransi aktivitas sehubungan dengan kurangnya motivasi untuk sembuh. Tujuan: Klien mampu meningkatkan aktivitas terutama mengisi waktu luang. Tindakan Keperawatan: • mengidentifikasi potensi/ hobi/ aktivitas yang menyenangkan. • mendiskusikan manfaat aktifitas • membantu merencanakan aktivitas (susun jadwal) • memotivasi untuk melakukan aktivitas secara teratur. • memotivasi untuk mengatasi bosan dengan selingan istirahat saat beraktivitas. • mengkompensasikan dengan membaca c. DIAGNOSA III Gangguan pemusatan perhatian sehubungan dengan dampak penggunan zat adiktif Tujuan: Klien mampu memusatkan perhatiannya Tindakan keperawatan: • Mengkaji dan mengevaluasi dengan melakukan psikotes tingkat intelegensi pasien. • Mengkaji sosial ekonomi dan tingkat pendidikan pasien. • Memberikan kegiatan secara bertahap sesuai kebutuhan pasien. • Memberikan reinforcement prestasi yang dicapai pasien. • Mengikutsertakan dan membuat jadwal pada jam-jam tertentu. 5. Evaluasi Pasien dapat mencapai kebutuhan fisik dan harga diri secara alamiah • Tingkah laku pasien dapat direfleksikan melalui tingkat pengertian tentang adanya hubungan antara stress dengan kebutuhan untuk menggunakan zat. • Sumber koping pasien adekuat • Pasien mengenal kecemasan dan sadar akan kesadarannya • Pasien menggunakan sumber koping yang adaptif • Pasien mempunyai alternative untuk mengatasi stress atau cemas • Pasien mampu secara periodic tetap tidak menggunakan zat adiktif • Pasien berpartisifasi dalam program perawatan yang diberikan. DAFTAR PUSTAKA • Doenges, M.E, Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC: Jakarta. • Varcaloris, Elizabeth M. 1994. Foundations of Psychiatric Mental Health Nusing. W.B. Saunder Co: Pennsylvania. • Joewana, Satya. 2003. Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif. EGC: Jakarta. • Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. PT Reflika Aditama: Bandung.

0 comments:

  • Total Pageviews

    Ns.Tursino.Skep. Powered by Blogger.
  • Contact Form

    Name

    Email *

    Message *