I. MASALAH UTAMA
Gangguan persepsi sensori : halusinasi
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. Pengertian
Halusinasi adalah suatu sensori persepsi terhadap sesuatu hal tanpa stimulus dari luar. Haluasinasi merupakan pengalaman terhadap mendengar suara Tuhan, suara setan dan suara manusia yang berbicara terhadap dirinya, sering terjadi pada pasien skizoprenia. (Stuart and Sundeen, 1995 : 501).
Halusinasi adalaha penerapan tanpa ada rangsangan apapun dari pancaindra, dimana orang tersebut sadar dalam keadaan terbangun, dapat disebabknan oleh psikotik, gangguan fungsional organic atau histolik. ( Maramis, 1998 : 119 )
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang mendekat ( yang diprakarsai secara internal / eksternal ) disertai dengan suatu pengurangan / berlebihan, distorsi atau kelainan berespon terhadap stimulus. ( Townsend, M.C, 1998 : 156 )
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologik yang maladaptive yang baru mulai dipahami (Stuart and Sundeen, 1998 : 305
b. Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologik yang maladaptive belum didukung oleh penelitian. Sayangnya, teori psikologik terdahulu menyalahkan keluarga sebagai penyebabgangguan ini.
Sehingga menimbulkan kurangnya rasa percaya diri keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa professional. (Stuart and Sundeen, 1998 : 309-310
c. Social budaya
Stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lain tapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan. (Stuart and Sundeen, 1998 : 309-310
d. Organik
Gangguan orientasi realitas muncul karena kelainan organic yang mana bisa disebabkan infeksi, racun, trauma atau zat-zat substansi yang abnormal sera gangguan metabolic masuk didalamnya. (Shiver, 1998 : 2002)
2. Faktor Presipitasi
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik yang maladaptive termasuk :
• Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengtur proses informasi.
• Abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan secara selektif menanggapi rangsangan.
b. Stres lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang terhadap toleransi stress yang berinteraksi dengan steressor lingkungan untuk menentukkan terjadinya gangguan perilaku.
c. Pemicu gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologik yang maladaptive berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu.
C. Tanda Dan Gejala
Karakteristik perilaku yang dpat ditunjukkan klien dengan kondisi halusinasi berupa : berbicara, senyum dan tertawa sendiri, pembicaraan kacau dan kadang tidak masuk akal, tidak dapat membedakan hal nyata dan tidak nyata, menarik diri dn menghindar dari orang lain, disorientasi, perasaan curiga, takut, gelisah, bingung, ekspresi wajah tegang dan mudah tersinggung, tidak mampu melakukan aktivitas mandiri dan kurang bisa mengontrol diri, menunjukkan perilaku merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungan)
1. FASE HALUSINASI.
Halusinasi yang dialami oleh klien biasanya berbeda intensitas dan keparahannya. Fase halusinasi terbagi empat:
• Fase Pertama
Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
• Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada halusinasi.
Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
• Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
• Fase Keempat.
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat, beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak dilakukan intervensi.
• Pendengaran (70 %)
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
• Penglihatan (20%)
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
• Penghidung
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
• Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
• Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
• Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine
• Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
D. Akibat terjadinya masalah.
1. Adanya gangguan persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
2. Keadaan dimana seeorang melakukan suatu tindakan yang dapat membahaykan secara fisik baik pada diri sendiri maupun orang lain, seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku.
Data subyektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas, dan khawatir.
Data obyektif :
a. Wajah tegang, marah
b. Mondar – mandir
c. Mata melotot, rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar keringat banyak
f. Mata merah
III. A. Pohon masalah
Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan
Perubahan persepsi sensori : Halusinasi
Defisit perawatan diri
Isolasi social : MD
Gangguan konsep diri : HDR
B. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Mu : Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
Data subyektif :
Klien mengatakan melihat / mendengar sesuatu, klien tidak mampu mengenal tempat, waktu, ruangan.
Data obyektif :
Tampak bicara dan termenung sendiri, mulut seperti bicara tapi tidak suara, berhenti bicara seolah mendengar / melihat sesuatu, gerakan mata yang cepat.
2. Mk : penyebab isolasi social menarik diri
Data subyektif :
Kilen mengatakan merasa kesepian
Klien mengatakan tidak dapat berhubungan social, klien mengatakan tidak berguna
Data obyektif ;
Tidak tahan terhadap kontak mata yang lama
Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara, suara pelan dan tidak jelas
Kurang aktivitas dan komunikasi
3. Mk : akibat resiko perilaku kekerasan (resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan)
Data subyektif :
• Kilen mengungkapkan apa yang dilihat dan yang didengar mengancam dan membuat takut
• Klien mengungkapkan takut
Data obyektif :
• Wajah klien tampak tegang, marah, mata melotot, rahang mengatup, tangan mengepal, mondar – mandir
4. Mk : Menurunnya motivasi perawatan diri
Data subyektif :
• klien mengatakan merasa tak berdaya
Data obyektif :
• malas, tidak ada inisiatif
5. Mk : Defisit Perawatan diri
Data subyektif :
• klien mengatakan malas
Data obyektif :
• badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan kotor, gigi kotor disertai bau mulut, penampilan tidak rapi, cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri
6. Mk : Gangguan Konsep diri :
HDR
Data subyektif :
a. Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
b. Mengungkaokan tidak ada lagi yang peduli terhadap dirinya
c. Mengungkapkan tidak bisa apa – apa
d. Mengungkapkan dirinya tidak berguna
e. Mengkritik diri sendiri
f. Perasaan tidak mampu
Data obyektif :
a. Merusak diri sendiri
b. Merusak orang lain
c. Ekspresi malu
d. Menarik diri dari hubungan social
e. Mudah tersinggung
f. Tidak mau makan dan tidak mau tidur
C. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
2. Isolasi social : menarik diri
3
. Resti PK : Resiko menciderai diri, orang lain dan lingkungan
4. Menurunnya motivasi perawatan diri
5. Defisit perawatan diri
6. Gangguan konsep diri
D. Fokus intervensi
Diagnosa Keperawatan 1 : gangguan persepsi sensori halusinasi
1. Tujuan Umum
Klien dapat mengontrol halusinasinya.
2. Tujuan Khusus
a. TUK 1 : Bina hubungan saling percaya
Kriteria hasil :
- Ekspresi wajah bersahabat
- Menunjukkan rasa tenang dan ada kontak mata
- Mau berjabat tangan dan menyebut nama
- Mau menjawab salam dan mau duduk berdampingan dengan perawat
- Mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Intervensi :
Bina hubungan salign percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
1) Sapa klien dengan ramah baik dengan verbal maupun non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Beri perhatian kepada kllien dan perhatika kebutuhan dasar klien
b. TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya.
Kriteria Hasil :
1) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi timbulnya halusinasi
2) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya
Intervensi :
• Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
• Observasi perilaku (verbal dan nonverbal) yang berhubungan dengan halusinasinya.
• Terima halusinasi sebagai hal nyata bagi klien dan tidak nyata bagi perawat.
• Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi, isi halusinasi dan frekuensi timbulnya halusinasi.
• Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi muncul.
• Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi halusinasi.
c. TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteria hasil :
- Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya
- Klien dapat menyebutkan cara baru
- Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasinya
- Klien dapat memilih cara mengendalikan halusinasinya
- Klien mengetahui aktivitas kelompok
Intervensi Keperawatan :
• Identifikasi bersama klien tindakan yang biasa dilakukan jika halusinasi muncul.
• Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan klien yang positif.
• Bersama klien merencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
• Diskusikan cara mencegah timbulnya halusinasi dan mengontrol halusinasi.
• Dorong klien untuk memilih cara yang digunakan dalam menghadapi halusinasi.
• Beri penguatan dan pujian terhadap pilihan klien yang benar.
• Diskusikan dengan klien hasil upaya yang telah dilakukan.
d. TUK 4 : Klien mendapatkan dukungan keluarga untuk mengendalikan halusinasinya
Kriteria hasil :
- Keluarga dapat saling percaya dengan perawat
- Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk mengendalikan halusinasinya
Intervensi Keperawatan :
• Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
• Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinasi dan tindakan yang dilakukan dalam merawat klien.
• Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan yang positif.
• diskusikan dengan keluarga tentang halusinasi, tanda dan cara merawat klien di rumah.
• Anjurkan keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien dirumah.
e. TUK 5 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan benar
Kriteria hasil :
- Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat
- Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar
- Klien mendapat informasi tentang efek samping obat dan akibat berhenti minum obat
- Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat
Intervensi Keperawatan :
• Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis dan frekuensi serta manfaat minum obat
• Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya
• Anjurkan klien untuk bicara dengan dokter tentang manfat dan efek samping obat
• Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa berkonsultasi dengan dokter
• Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI . 1989. Petunjuk Teknik Asuhan Keperawatan Ed. 8. Jakarta : EGC
Keliat dkk . 1998 .
Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Maramis, WF . 2004.
Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press
Stuart, GW, Sundeen, SJ .
1995. Pocket Guide To Psychiatric Nursing, Edisi 3, Alih Bahasa Achir Yani S. Hamid. Jakarta :
Penerbit buku Kedokteran EGC
Townsend, Mary C . 1998 . Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada
Keperawatan Psikiatrik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
0 comments:
Post a Comment