KOMPLIKASI/ PENYULIT PERSALINAN KALA I
Definisi distosia
Yang dimaksud dengan distosia adalah persalinan yang sulit yang ditandai adanya hambatan kemajuan dalam persalinan. Persalinan yang normal (Eutocia) ialah persalinan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung spontan dalam 18 jam.
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Dapat disebabkan kelainan tenaga, kelainan letak, dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir
Mekanisme distosia
Pada akhir kehamilan, agar dapat melewati jalan lahir kepala harus dapat mengatasi tebalnya segmen bawah rahim dan servik yang masih belum mengalami dilatasi. Perkembangan otot uterus di daerah fundus uteri dan daya dorong terhadap bagian terendah janin adalah faktor yang mempengaruhi kemajuan persalinan kala I.
Setelah dilatasi servik lengkap, hubungan mekanis antara ukuran dan posisi kepala janin serta kapasitas panggul (fetopelvic proportion) dikatakan baik bila sudah terjadi desensus janin.
Gangguan fungsi otot uterus dapat disebabkan oleh regangan uterus berlebihan dan atau partus macet [obstructed labor]. Dengan demikian maka persalinan yang tidak berlangsung secara efektif adalah merupakan tanda akan adanya fetopelvic disproportion.
Membedakan gangguan persalinan menjadi disfungsi uterus dan fetopelvic disproportion secara tegas adalah tindakan yang tidak tepat oleh karena kedua hal tersebut sebenarnya memiliki hubungan yang erat.
Kondisi tulang panggul bukan satu-satunya penentu keberhasilan berlangsungnya proses persalinan pervaginam. Bila tidak ada data objektif untuk mendukung adanya disfungsi uterus dan FPD, harus dilakukan TRIAL of LABOR untuk menentukan apakah persalinan pervaginam dapat berhasil pada sebuah persalinan yang diperkirakan akan berlangsung tidak efektif.
1. DISTOSIA POWER
a. Pengertian
Yang dimaksud dengan distosia power adalah tenaga persalinan/his yang tidak normal, baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancaran persalinan.
Kelainan tenaga (kelainan his). His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan bahwa rintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat di atasi, sehingga persalinan mengali hambatan atau kemacetan.
Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik atau inersia uteri hipertonik.
Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia karena kelainan tenaga (his)yang tidak normal, baik kekuatan maupun sifatnya, sehingga menghambat kelancranpersalinan.
b. Etiologi
Kelainan his sering dijumpai pada primigravida tua sedangkan inersia uteriseringdijumpai pada multigravida dan grandemulti. Faktor herediter mungkin memegang pulaperanan dalam kelainan his dan juga factor emosi (ketakutan) mempengaruhi kelainanhis. Salah satu sebab yang penting dalam kelainan his inersia uteri, ialah apabila bahwajanin tidak berhubungan rampat dengan segmen bawah rahim ini dijumpai padakesalahan-kesalahan letak janin dan disproporsi sefalopelvik. Salah pimpinan persalinanatau salah pemberian obat-obatan seperti oksitosin dan obat penenang. Kelainan padauterus misalnya uterus birkornis unikolis dapat pula mengakibatkan kelainan his.
1) Inersia uteri hipotonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik.
Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun pada kala pengeluaran.
Inertia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :
1) Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat ( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
2) Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
Penanganan :
a) Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus diperhatikan.
b) Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan tentang kemungkinan-kemungkinan yang ada.
c) Teliti keadaan serviks, presentasi dan posisi, penurunan kepala / bokong bila sudah masuk PAP pasien disuruh jalan,
d) bila his timbul adekuat dapat dilakukan persalinan spontan, tetapi bila tidak berhasil maka akan dilakukan sectio cesaria.
2) Inersia uteri hipertonik
Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar. Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. Contoh misalnya “tetania uteri” karena obat uterotonika yang berlebihan. Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter. Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai infeksi, dan sebagainya.
Penanganan
Dilakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi tonus otot, nyeri, mengurangi ketakutan. Denyut jantung janin harus terus dievaluasi. Bila dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus diakhiri dengan sectio cesarea.
2. DISTOSIA PASSAGE (Distosia kelainan jalan lahir)
Gangguan persalinan akibat passage ini, biasanya berkaitan dengan kelainan panggul wanita. Bentuk dan ukuran panggul sangat menentukan kelancaran persalinan. Karena proses persalinan merupakan suatu proses mekanik, dimana janin didorong melalui jalan lahir oleh his. Tetapi, kesalahan tidak selalu terletak pada ukuran panggul, karena pada panggul normal pun bisa saja terjadi gangguan persalinan. Misalnya, panggul normal tersebut bisa saja dinilai sempit jika diperimbangkan dengan janinnya. Pada kasus janin yang terlalu besar, sehingga tidak muat. Dengan demikian bisa terjadi sebaliknya, kendati panggulnya sempit, jika janinnya kecil maka tak ada masalah gangguan jalan lahir.
Distosia karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan adanya kelainan pada jaringan keras / tulang panggul, atau kelainan pada jaringan lunak panggul.
a) Distosia karena kelainan panggul/bagian keras
1) Pengertian
Distosia karena kelainan panggul adalah persalinan yang sulit yang disebabkan oleh adanya kelainan dari bentuk panggul atau ukuran panggul.
2) Patofisiologi
Menurut Caldwell dan Moloy bentuk panggul di bagi dalam empat jenis pokok. Jenis – jenis panggul ini dengan ciri – ciri pentingnya ialah
• Panggul Ginekoid
Ciri pentingnya pintu panggul yang bundar, atau dengan diameter transversa yang lebih panjang sedikit daripada diameter anteroposterior dan dengan panggul tegah serta pintu bawah panggul yang cukup luas.
• Panggul Antropoid
Ciri pentingnya diameter anteroposterior yang lebih panjang daripada diameter transversa dan dengan arkus pubis menyempit sedikit.
• Panggul Android
Ciri pentingnya pintu atas panggul yang berbentuk sebagai segitiga berhubungan dengan penyempitan kedepan dengan spina iskiadika menonjol kedalam dan dengan arkus pubis menyempit.
• Panggul Platipelloid
Ciri pentingnya dengan diameter anteroposterior yang lebih jelas lebih pendek daripada diameter transversa pada pintu atas panggul dan dengan arkus pubis yang luas.
Bentuk panggul dipengaruhi oleh banyak factor terutama ras dan social ekonomi, frekuensi, dan ukuran – ukuran jenis – jenis panggul yang berbeda diantara berbagai bangsa. Dengan demikian standar panggul normal pada seorang wanita Eropa berbeda dengan standar seorang wanita Asia Tenggara.
Pada panggul dengan ukuran normal, apapun pokoknya, kelahiranpervaginam janin dengan berat badan yang normal tidak akan mengalami kesukaran. Akan tetapi karena pengaruh gizi , lingkungan atau hal – hal lain, ukuran – ukuran panggul dapat lebih kecil daripada standar normal, sehingga bisa terjadi kesulitan dalam persalinan pervaginam terutama kelainan pada panggul android dapat menimbulkan distosia yang sukar diatasi.
Selain dari ukuran – ukuran empat jenis panggul diatas yang kurang dari normal, terdapat pula penyebab panggul sempit yang lain, yang umumnya juga disertai perubahan dalam bentuknya.
Menurut Munro Kery perubahan panggul itu digolongkan sebagai berikut
a) Perubahan Bentuk Karena Kelainan Pertumbuhan Uterin
• Naegele ; hanya punya sebuah sayap pada sacrum, sehingga pnggul tumbuh sebagai panggul miring.
• Panggul Robert ; kedua sayap sacrum tidak ada , sehingga sempit dalam ukuran melintang.
• Spit Pelvis ; penyatuan tulang – tulang panggul pada simfisis tidak terjadi sehingga panggul terbuka didepan.
• Panggul Asimilasi ; sacrum terdiri atas 6 os vertebrata ( asimilasi tinggi ) atau 4 os vertebrata (asimilasi rendah ). Ini bisa menimbulkan kesukaran dalam turunnya kepala kedalam rongga panggul.
b) Perubahan bentuk karena penyakit pada tulang – tulang panggul dan/atau sendi panggul :
• Rakitis : Ciri pokok panggul karena rakitis adalah mengecilnya dimeter anteroposterior pada pintu atas panggul.
• Osteomalasis : penyakit karena gangguan gizi dan kekurangan sinar matahari, bentuk panggul bisa menjadi sempit ( rongganya ), ini jarang terjadi.
c) perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang
• Kifosis ; timbul panggul corong ( tunnel pelvis ) dengan pintu atas panggul yang luas dan bidang lain menyempit.
• Skoliosis ; panggul jadi miring.
• Spondilolistesis
d) Perubahan bentuk karena penyakit kaki
Koksitis, Luksasio Koksa, Atofi atau kelumpuhan satu kaki : beban kaki tidak sempurna sehingga jadi miring.
3) Pengaruh Kesempitan Panggul Terhadap Mekanisme Persalinan
Kesempitan panggul bukan factor satu – satunya yang menentukan apakah persalinan normal bisa lancer. Semuanya itu tergantung dari dimana kesempitan itu terjadi. Berikut mekanisme persalinan sesuai dengn tingkat kesempitan :
• Kesempitan pada pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila konjugatavera kurang dari 10 cm atau diameter transversal kurang dari 12 cm.
Seperti kita ketahui bahwa pada pintu atas panggul ditentukan tiga ukuranpenting yaitu ukuran muka belakang ( konjugata vera = 11 cm ). Ukuran lintang yaitu jarak kedua linea terminalis ( dimeter transversa = 12,5 cm ). Ukuran oblique ( jarak antara artikulasio sacroiliaca menuju tuberkulum pubikum yang bertentangan dan tidak bisa diukur ).
Pada proses persalinan karena panggul sempit, kepala tertahan oleh pintu atas panggul sehingga servik kurang mengalami tekanan kepala. Ini bisa menimbulkan inersia uteri serta lambannya pedataran dan pembukaan serviks. Apabila pada panggul sempit pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh kepala janin, ketuban bis pecah pada pembukaan kecil dan bahaya Prolapsus Funikuli. Pada panggul picak turunnya belakang kepala bisa tertahan sehingga bisa terjadi defleksi kepala. Ini merupakan penyebab presentasi kepala. Moulase kepala yang berlebihan akan menimbulkan cedera intra cranial.
• Kesempitan panggul tengah
Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding – dinding panggul tidak berkonvergensi, foramen iskiadikum mayor cukup luas, dan spina iskhiadika tidak menonjol kedalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri rontgenologik ialah distantia interspinarum, Apabila kurang dari 9,5 cm kemungkinan sukar. Pada panggul tengah yang sempit, sering ditemukan posisi oksipitalis posterior atau presentasi kepala dalam posisi lintang tetap.
• Kesempitan pintu bawah panggul
Kesempitan pintu bawah panggul biasanya diartikan sebagai keadaan dimana distantia tuberum 8 cm atau lebih kecil. Agar bayi dapat lahir diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian belakang pintu bawah panggul. Dengan diameter sagitalis posterior cukup panjang persalinan pervaginam bisa terjadi dengan pembukaan. Bila ukuran kurang dari 15 cm bisa timbul kemacetan bila bayi normal.
• Kesempitan panggul umum
Karena kesempitan panggul melibatkan semua bagian dari rongga panggul, persalinan tidak cepat selesai setelah kepala janin melewati pintu atas panggul. Pemanjangan persalinan ini bukan hanya terjadi karena tekanan oleh panggul tapi karena banyak kedaan yang abnormal dari panggul.
4) Diagnosa
a) Pemeriksaan umum
Anamnesis tentang riwayat hidup penyakit sangat menentukn diagnosis misalnya adanya tuberculosis pada kolumna vertebra, luksasiokoksa kongenitalis dan poliomyelitis.
Pada wanita yang pendek kemungkinan panggul lebih kecil perlu dipikirkan , tetapi tidak semua wanita pendek anggulnya sempit.
Anamnesis riwayat persalinan juga dapat memberi petunjuk apabila persalinan terdahulu normal dengan berat badan bayi normal maka kecil kemungkinan wanita tersebut menderita kesempitan panggul yang berarti.
b) Pengukuran panggul ( pelvimetri ) merupakan cara pemeriksaan yang penting
Pelvimetri luar tidak banyak artinya, kecuali untuk pengukuran pintu bawah panggul dan panggul miring. Pelvimetri dalam dengan tangan artinya sangat penting untuk menilai secara agak kasar pintu atas panggul serta panggul tengah, dan gambaran yang jelas pada pintu bawah panggul.
Pelvimetri roentgenologik diperoleh gambaran jelas tentang bentuk panggul dan angka – angka mengenai ukuran ketiga bidang panggul. Pemeriksaan ini mengandung resiko terutama pada janinnya. Oleh karena itu pemeriksaan hanya berdasarkan indikasi.
c) Pemeriksaan ukuran kepala janin
Besarnya ukuran kepala janin dalam perbandingan dengan luasnya panggul menentukan apakah ada disproporsi sefalopelvik atau tidak. Diameter biparietalis dapat diukur dengan USG atau roentgen.
5) Prognosis
a) Bahaya pada ibu
• Partus lama disertai dengan pecahnya ketuban pada pembukaan kecil dapat menimbulkn dehidrasi serta asidosis.
• Dengan his kuat, sedang kemajuan janin tertahan, timbul regangan segmen bawah rahim dan lingkaran Bandl bisa timbul rupture uteri.
• Dengan persalinan tidak maju karena CPD, jalan lahir pada suatu tempat mengalami tekanan lama. Timbul gangguan sirkulasi sampai terjadi iskemia dan kemudian nekrosis. Setelah pest parum timbul; fistula vesikoservikalis atau fistula vesikovaginalis dan fistula rektovaginalis.
b) Bahaya pada janin
• Partus lama bisa menimbulkan kematian pevinatal
• Prolalpsu Funikulli
• Moulage yang berlebihan bisa terjadi sobekan pada tentorium merebeili dan perdarahan intracranial.
• Tekanan oleh promontorium/simfisis pada panggul picak menyebabkan permukaan pada jaringan di atas tulang kepala janin sampai fraktur os parietalis.
6) Penanganan
Tindakan yang sudah lama ditinggalkan karena membahayakan janin yaitu cunam tinggi dengan ekstraksi foreeps dan induksi persalinan.
Tindakan yang masih digunakan dan sering yaitu seksiop sesrea dan parius
percobaan. Kadang – kadang ada indikasi untuk simfisiotomia dan raniotomia, tetapi simfisiotomia jarang dilakukan di Indonesia, sedangkan kraniotomia hanya pada janin mati.
a) Seksio sesare
Dapat dilakukan elektif atau primer yakni sebelum persalinan mulai atau pada awal pesalinan berlangsung selama beberapa waktu. Seksio elektif dilakukan pada kehamilan cukup bulan dengan disproporsi sefalopelvik yang nyata atau pada yang ringan tapi dengan factor komplikasi seperti primigravida tua, kelainan letak, penyakit jantung dan lain – lain.
Sedangkan seksio sekunder dilakukan apabila percobaan persalinan dianggap gagal atau harus segera dilakukan persalinan sedang pervaginam idak mungkin.
b) Persalinan percobaan
Dilakukan bila pemeriksaan menunjukkan ada kemungkinan bisa pervaginam dengan syarat kehamilan tidak lebih dari 42 minngu. Yang perlu diperhatikan pada persalinan ini adalah :
Pengawasan yang sama pada ibu dan janin. Cegah dehidrasi dan asidesis pada ibu, berikut makanan dan cukup istirahat.
Pengawasan turunnya kepala janin ketuban dan adanya moulage
c) Simfisiotemi
Simfisiotemi adalah tindakan untuk memisahkan tulang panggul kiri dari tulang panggul kanan pada simfisis supaya rongga panggul menjadi lebih luas. Hal ini jarang dilakukan satu – satunya indikasi adalah apabila janin masih hidup terdapat infeksi intra partum, sehingga seksio dianggap berbahaya
d) Kraniotomi
Pada persalinan yang dibiarkan berlarut –larut dan dengan janin dudah meninggal, sebaiknya persalinan diselesaikan dengan kraniotomi dan kranioklasi. Tetapi apabila panggulnya sempit harus dilakukan seksio sesaria.
b) Kelainan jalan lahir lunak
Adalah kelainan serviks uteri, vagina, selaput dara dan keadaan lain pada jalan lahir yang menghalangi lancarnya persalinan.
1) Distosia Servisis
Adalah terhalangnya kemajuan persalinan disebabkan kelainan pada servik uteri. Walaupun harus normal dan baik, kadang – kadang permukaan servik menjadi macet karena ada kelainan yang menyebabkan servik tidak mau membuka.
Ada 4 jenis kelainan pada servik uteri :
• Servik kaku (rigid cervix)
Adalah suatu keadaan dimana seluruh serviks kaku. Keadaan ini sering dijumpai pada primigravida tua, atau karena adanya parut-parut bekas luka atau bekas luka infeksi atau pada karsinoma serviksis
kejang atau kaku serviks dibagi 2 :
a. Primer
karena takut atau pada primi gravida tua
b. Sekunder
karena bekas luka-luka tau infeksi yang sembuh dan meninggalkan luka parut
Diagnosis
Diagnosis distosia persalinan karena serviks kaku dibuat bila terdapat his yang baik dan normal pada kala I disetai pembukaan, dan setelah dilakukan beberapa kali pemeriksaan dalam waktu tertentu. Juga pada pemeriksaan terasa serviks tegang dan kaku.
Penanganan:
Bila setelah pemberian obat-obatan seperti valium dan petidin tidak merubah kekauan, tindakan kita melakukan seksio sesaria
• Servik gantung (hanging cervix)
Adalah suatu keadaan dimana ostium uteri eksternum dapat terbuka lebar, sedangkan ostium uteri internum tidak mau membuka. Serviks akan tergantung seperti corong. Bila dalam observasi keadaan tetap dan tidak ada kemajuan berkembang pembukaan ostium eksternum, maka pertolongan yang tepat adalah dengan seksio sesaria.
• Servik konglumer (conglumer cervix)
Adalah suatu keadaan dimana ostium uteri internum dapat terbuka sampai lengkap, sedangkan ostium uteri eksternum tidak mau terbuka.
Keadaan ini sering dijumpai pada ibu hamil dengan prolaps uteri disertai servik dan porposi yang panjang (elongation services at portionis). Dalam hal ini servik menjadi tipis, namun ostium uteri eksternum tidak membuka atau hanya terbuka 5 cm.
Penanganan
Penanganan tergantung pada keadaan turunnya kepala janin:
a. Coba lebarkan pembukaan ostium uteri eksternum secara digital atau memakai dilatator
b. Bila hal-hal diatas tidak berhasil atau tidak mungkin sebaiknya dilakukan seksio sesarea.
• Edema servik
Bila dijumpai edema yang hebat pada serviks dan disertai hematoma serta nekrosis, maka ini merupakan tanda adanya obstruksi. Bila syarat-syarat untuk ekstraksi vakum atau forsep tidak dipenuhi, lakukan seksio sesaria
c. Distosia Karena Kelainan Vulva dan Vagina
1) Atresia vulva
Atresia vulva (tertutupnya vulva) ada yang bawaan dan ada yang diperoleh misalnya karena radang atau trauma. Atresia yang sempurna menyebabkan kemandulan dan yang menyebabkan distosia hanya atresia yang inkomplit.
2) Edema vulva
Edema bisa timbul pada waktu kehamilan. Biasanya sebagai gejala pre-eklamsi akan tetapi dapat pula timbul karena sebab lain misalnya gangguan gizi atau malnutrisi atau pada persalinan yang lama. Edema dapat juga terjadi pada persalinan dengan dispoporsi sefalopelvik atau wanita mengejan terlampau lama (terus menerus), sedangkan kepala belum cukup turun. Hal itu mempersulit pemeriksaan dalam dan menghambat kemajuan persalinan yang akhirnya dapat menimbulakn kerusakan luas pada jalan lahir. Kelainan ini umumnya jarang merupakan rintangan bagi kelahiran pervaginam.
3) Stenosis vulva
Stenosis pada vulva biasanya terjadi sebagai akibat perlukaan dan radang, yang menyebabkan ulkus-ulkus dan yang sembuh dengan parut-parut dapat menimbulkan kesulitan, walaupun umumnya dapat diatasi dengan melakukan episiotomi yang cukup luas agar persalinan berjalan lancar. Penanganannya dengan melakukan sayatan median secukupnya untuk melahirkan kepala janin
4) Tumor vulva
Dapat berupa abses bartholini atau kista atau suatu kondilomata, tetapi apabila tidak terlalu besar tidak akan menghalangi persalinan.
Kista kelenjar bartholin
Kista kelenjar bartholin merupakan bentuk radang menahun kelenjar bartholin. Abses kelenjar bartholin diserap isinya, sehingga tinggal kantung yang mengandung cairan yang disebut kista bartholin. Pengobatan kista bartholin adalah dengan mengangkat seluruh kista dan marsivialisasi. Operasi ini memerlukan keahlian sehingga perlu dilakukan di rumah sakit. Bidan dilapangan yang menemukan kista bartholin perlu merujuk ke rumah sakit sehingga mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.
5) Stenosis vagina kongenital
Stenosis vagina kogenital jarang terjadi. Lebih sering ditemukan septum vagina yang memisahkan vagina secara lengkap atau tidak lengkap dalam bagian kiri dan bagian kanan. Septum lengkap adalah septum yang terbentang dalam seluruh vagina dari serviks sampai introitus vagina. Septum yang lengkap sangat jarang mengalami distosia, karena separuh vagina yang harus dilewati oleh janin biasanya cukup melebar baik untuk coitus maupun untuk lahirnya janin. Akan tetapi septum yang tidak lengkap kadang- kadang menghambat turunnya kepala janin pada persalinan dan harus dipotong terlebih dahulu. Stenosis dapat terjadi karena parut-parut akibat perlukaan dan radang. Pada stenosis vagina yang tetap kaku dalam kehamilan dan merupakan halangan untuk lahirnya janin, perlu dipertimbangkan seksio sesaria.
6) Kista vagina
Kista vagina berasal dari duktus Gartner atau duktus Muller, biasanya berukuran kecil dan dapat menjadi besar sehingga bukan saja mengganggu coitus namun bisa juga menyulitkan persalinan. Letaknya lateral dalam vagina bagian proksimal, ditengah, distal dibawah orificium uretra eksternum. Isi kista adalah cairan jernih dan dindingnya ada yang sangat tipis ada pula yang agak tebal. Wanita tidak mengalami kesulitan waktu coitus dan persalinan, karena jarang sekali kista ini demikian besarnya sehingga menghambat turunnya kepala dan perlu di punksi, atau pecah akibat tekanan kepala. Bila kecil dan tidak ada keluhan dibiarkan tapi bila besar dilakukan pembedahan. Marsupialisasi sebaiknya 3 bulan setelah lahir.(Ilmu kebidanan, 2005)
Penanganan dalam kehamilan muda adalah di ekstirpasi setelah kehamilan 3-4 bulan. Dalam persalinan yaitu jika kista berukuran kecil maka tidak akan menghalangi turunya kepala dan tidak mengganggu persalinan. Setelah 3 bulan pasca persalinan dilakukan ekstirpasi tumor. Bila besar dan menghalangi turunnya kepala, untuk mengecilkannya dilakukan aspirasi cairan tumor. (Sinopsis Obstetri Jilid 1,1998)
Adakalanya pada kista terjadi peradangan, bahkan dapat pula terjadi abses. Biasanya abses akan pecah spontan bila ukuranya sudah besar. Apabila tidak, maka perlu dilakukan insisi. Terapi kista vagina pada umumnya tergantung pada besarnya, tempatnya dan saat ditemukannya. Kista kecil yang tidak melebihi buah duku biasanya tidak diketahui oleh penderita dan tidak perlu penanganan. Akan tetapi, kista yang besar dan disadari oleh wanita atau apabila disertai keluhan sebaiknya diangkat. Saat yang paling baik untuk pembedahan adalah diluar kehamilan. Dalam kehamilan tua atau apabila kista baru pertama kali diketahui sewaktu wanita dalam persalinan sikap konservatif lebih baik.
7) Tumor vagina
Tumor vagina dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin pervaginam. Berupa kista gardner yang kalau besar dapat menghalangi jalannya persalinan. Adanya tumor vagina bisa pula menyebabkan persalinan pervaginam dianggap mengandung terlalu banyak resiko. Tergantung dari jenis dan besarnya tumor, perlu dipertimbangkan apakah persalinan dapat berlangsung pervaginam atau harus diselesaikan dengan seksio cesarea.
d. Karena Kelainan Uterus
1) Kelainan bawaan uterus
a) Uterus didelfis atau uterus dupleks separatus terjadi apabila kedua saluran muller berkembang sendiri- sendiri tanpa penyatuan sedikitpun, sehingga terdapat 2 korpus uteri, 2 serviks dan 2 vagina.
b) Uterus subseptus terdiri atas 1 korpus uteri dengna septum tidak lengkap, 1 serviks dan 1 vagina ; kavum uteri kanan dan kiri terpisah secra tidak lengkap. Pada uterus bikornis unikollis pemisahan korpus uteri sebelah kanan dan sebelah kiri lebih jelas lagi; serviks uteri tetap menjadi satu.
c) Uterus arkuatus hanya mempunyai cekungan di fundus uteri. Kelainan ini paling ringan sifatnya dan paling sering dijumpai.
d) Uterus bikornis unilateral rudimentarus terdiri atas 1 uterus dan disampingnya terdapat tanduk lain yang sangat terbelakang perkembangnnya.
e) Uterus unikornis terdiri atas 1 uterus dan 1 serviks yang berkembang dari 1 saluran Muller, kanan atau kiri. Saluran lain yang tidak berkembang sama sekali. Sering kelainan ini disertai pula oleh tidak berkembangnya saluran kencing secara unilateral.
Jalannya partus pada kelainan bawaan uterus umumnya kurang lancar, karena his kurang baik. Mungkin fungsi uterus kurang baik karena miometrium tidak normal akibat perkembangan uterus yang tidak wajar. Kala pembukaan berlangsung lama dengan segala akibat yang kurang baik bagi ibu dan anak. Kelainan letak terutama letak lintang pada uterus arkuatus dan uterus subseptus, menyebabkan resiko bagi ibu dan anak lebih tinggi. Biasanya indikasi seksio sesaria baru timbul apabila partus sudah berlangsung, kecuali apabila kelainan bawaan uterus yang dianggap tidak memungkinkan partus pervaginam dengan cukup aman diketahui sebelumnya, misalnya dengan histerogram.
Diagnosis
Untuk membuat diagnosis kadang- kadang mudah juga sukar. Anamnesis abortus habitualis dan beberapa partus prematurus bersama- sama dengan histerogram membantu ke arah diagnosis yang tepat. Sayang sekali banyak diagnosis baru dapat dibuat pada waktu partus, saat plasenta dikeluarkan secara manual atau ketika seksio sesarea. Diagnosis yang pasti hanya mungkin dengan histerografi atau dengan USG.
Penanganan
Apabila kehamilan mencapai 36 minggu atau lebih dan persalinannya berlangsung lancar, maka partus spontan dapat diharapkan. Jikalau ada indikasi, maka partus diakhiri dalam kala II.
Bidan melakukan kolaborasi dan rujukan dalam menangani hal ini. Apabila partus tidak maju setelah ibu diberikan uterotonika, sebaiknya dilakukan seksio sesarea.
Prognosis
Seperti telah disebut di atas prognosis baik pada kelainan bawaan uterus yang ringan. Partus prematurus terjadi 2- 3 kali lebih sering, disertai angka kematian perinatal antara 15- 30 %. Frekuensi abortus sangat tinggi.
2) Kelainan letak uterus
a) Anteversio uteri
Kelainan letak uterus ke depan dijumpai pada perut gantung (abdomen pendulum) dan setelah operasi ventrofiksasio.
Perut gantung terdapat pada multipara karena melemahnya dinding perut, terutama multipara yang gemuk. Uterus membengkok ke depan sedemikian rupa, sehingga letak fundus uteri dapat lebih rendah daripada simfisis. Wanita mengeluh tentang rasa nyeri di perut bawah dan pinggang bawah, menderita intertrigo di lipatan kulit, dan kadang- kadang varises atau edema di vulva. Selain itu perut gantung menghalangi masuknya kepala kedalam panggul, sehingga sering terjadi kelainan letak anak, seperti letak sungsang dan letak lintang. Dalam persalinan kala 1 pembukaan serviks kurang lancar karena tenaga his salah arah, serviks terdorong ke sakrum. Karena sumbu uterus tidak sesuai dengan sumbu jalan lahir, maka bagian janin terendah masih tinggi tidak mungkin memasuki pintu atas panggul, dan bagian terendah yang sebagian sudah melewati pintu atas panggul terdorong ke arah promontorium atau sakrum, sehingga sulit untuk turun lebih lanjut. Akan tetapi, sekali bagian terendah itu masuk di dalam panggul, persalinan selanjutnya akan berlangsung dengan lancar.
Pemakaian ikat perut yang kencang, seperti korset dan angkin atau bengkung, sehingga perut bawah kosong, dapat mengurangi penderitaan. Menjelang persalinan wanita disuruh tidur terlentang terus menerus untuk memperbesar kemungkinan masuknya kepala kedalam panggul dan mencegah terjadinya kelainan letak janin pada saat- saat terakhir kehamilan. Karena perut gantung menyebabkan banyak kesulitan dalam persalinan, maka pimpinan partus harus mendapat perhatian khusus. Setiap ada his, fundus uteri didorong ke atas supaya tenaga his terarah lebih baik sampai bagian terendah masuk betul di dalam panggul. Kelemahan dinding perut menyebabkan tenaga meneran kurang sempurna, sehingga partus kala II perlu diakhiri dengan forseps atau ekstraktor vakum.
Ventrofiksasio untuk memperbaiki retrofleksi uteri untuk sekarang sudah tidak dilakukan lagi, karena wanita yang menjadi hamil setelah pembedahan itu mengalami banyak kesulitan, baik dalam kehamilan maupun persalinan. Bagian uterus yang melekat pada dinding depat uterus dan bagian dibawahnya tidak mengikuti perkembangan membesarnya rahim, sehingga uterus bagian atas diregangkan lebih dari pada biasa, serviks ditarik keatas, sehingga kadang- kadang portio letaknnya lebih tinggi dari pada promontorium. Sering terjadi ketuban pecah dini dan kepala tidak turun. Ruptur uteri merupakan bahaya yang mengancam apabila persalinan tidak lekas diakhiri dengan SC.
b) Retrofleksio uteri
Retrofleksio uteri tidak selalu menyebabkan keluhan. Kadang- kadang menyebabkan kemandulan, karena kedua tuba tertekuk atau terlipat, sehingga patensi kurang juga karena ostium uteri eksternum tidak tetap bersentuhan dengan air mani sewaktu dan setelah persetubuhan . Apabila wanita menjadi hamil, biasanya kopus uteri naik ke atas sehingga lekukan uterus berkurang. Selanjutnya uterus yang hamil lebih tua keluar dari panggul dan kehamilan berlangsung terus sampai cukup bulan. Kadang- kadang hal itu tidak terjadi dan uterus gravidus yang bertumbuh terus pada sewaktu- waktu terkurung dalam ronga panggul (retrofleksio uteri gravidi inkarserata ). Terkurungnya uterus dapat disebabkna oleh uterus yang tertahan oleh perlekatan- perlekatan atau oleh sebab lainya yang tidak diketahui.
Keluhan muncul pada kehamilan diatas 16 minggu, dimana uterus hamil mengisi rongga panggul. Portio tertarik ke atas dan leher uretra ikut tertarik. Kemudian uterus yang menjadi lebih besar menekan urethra pada sympisis dan rektum pada sakrum. Dengan demikian dapat diterangkan gejala- gejala kelainan miksi dan defekasi, seperti retensio urin, iskuria, paradoksa (air kencing menetes dengan kandung kencing penuh ), dan kadang- kadang retensio alvi. Diagnosis biasanya tidak sulit, apalagi jika wanita hamil 16 minggu mengeluh tentang iskuria paradoksa. Satu- satunya kesalahan yang dapat dibuat adalah apabila kandung kencing yang penuh dan tegang disangka uterus gravidus.
Terdapat empat kemungkinan dari kehamilan :
• Koreksi spontan : dimana pada kehamilan 3 bulan korpus dan fundus naik masuk kedalam rongga perut.
• Abortus : hasil konsepsi terhenti berkembang dan keluar, karena sirkulasi terganggu. Adanya gangguan sirkulasi dalam uterus dan panggul dengan peredaran kedalam decidua.
• Koreksi tidak sempurna : dimana bagian yang melekat tetap tertinggal, sedangkan bagian uterus yang hamil naik masuk kedalam rongga perut disebut retrofleksi uteri gravidi partialis. Kehamilan dapat mencapai cukup bulan, atau dapat terjadi abortus, partus prematurus, terjadinya kesalah letak, dan bersalin biasa.
• RUGI (Retrofleksio Uteri Gravidi Inkarserata)
Penanganan bila tidak terjadi perlekatan dapat dilakukan :
a. Posisi digital jika perlu dalam narkose
b. Koreksi dengan posisi genu-pektoral selama 3x15 perhari atau langsung koreksi melalui vagina dengan 2 jari mendorong korpus uteri kearah atas keluar rongga atas panggul.
c. Posisi trendelenberg dan istirahat.
d. Reposisi operatif.
Inkarserasi uterus didalam panggul jarang terjadi, akan tetapi bila terjadi akan menimbulkan gejala-gejala yang nyata, dengan atau tanpa kateterisasi dapat terjadi sistitis, bahkan inkarserasi dapat menyebabkan perdarahan dan gangren kandung kencing. Terapi RUGI biasanya tidak sulit, asal saja keadaan itu tidak disebabkan oleh perlekatan. Setelah kateterisasi wanita diletakkan dalam posisi lutu-bahu: dengan 2 jari melalui vagina, korpus uteri didorong perlahan-lahan ke luar rongga panggul. Setelah koreksi wanita ditidurkan dalam letak trendelenberg untuk mencegah kembalinya uterus kedalam panggul. Kadang-kadang uterus kembali kedalam posisi semula, sehingga menyebabkan keluhan lagi. Dalam hal demikian kateterisasi dan reposisi perlu diulang dan dipasang pessarium atau tampon vaginam yang mengisi seluruh pelvis minor. Setelah 2-4 hari uterus telah menjadi lebih besar dan apabila tampon diangkat, maka uterus tidak bisa masuk lagi kedalam rongga panggul. Jarang sekali sampai diperlukan penarikan serviks kebawah dengan cunam serviks dalam usaha reposisi. Dalam hal ini diperlukan anastesi.
c) Prolapsus uteri
Turunnya uterus dari tempat yang biasa disebut desensus uteri dan ini dibagi dalam tiga tingkat :
Tingkat I: Apabila serviks belum keluar dari vulva
Tingkat II: Apabila serviks sudah keluar dari vulva, akan tetapi korpus uteri belum keluar.
Tingkat III: Apabila korpus uteri sudah berada diluar vulva.
Kehamilan dapat terjadi pada prolapsus uteri tingkat I dan II dengan lanjutnya kehamilan korpus uteri naik keatas dan bersama dengan itu serviks tertarik pula ke atas. Apabila uterus yang makin lama makin besar tetap di dalam panggul pada suatu waktu timbul gejala- gejala :
a. Inkarserasi dalam kehamilan 16 minggu dan kehamilan akan berakhir dengan keguguran.
b. Kehamilan dapat berlangsung sampai aterm
c. Persalinan dapat berjalan dengan lancar namun sesekali terjadi kesulitan pada kala I dan kala II yaitu pembukaan berjalan pelan dan tidak sampai lengkap. Bila ada indikasi penyelesaian dapat dikerjakan insisi Duhrssen dan janin dilahirkan dengan ekstraksi vakum dan forseps.
d. Koreksi prolaps dengan jalan operasi dilakukan setelah tiga bulan melahirkan.
3) Kelainan-kelainan lain pada jalan lahir
a) Tumor jalan lahir lunak, seperti kista vagina, polip serviks, mioma uteri, kista ovari dan sebagainya
b) Kandung kemih yang penuh atau batu kandung kemih yang besar
c) Rectum yang skibala atau tumor
d) Kelainan letak serviks, seperti dijumpai pada multipara dengan perut gantung
e) Ginjal yang turun kedalam rongga pelvis
f) Kelainan-kelainan bentuk uterus, seperti uterus bikornis, uterus septus, uterus arkuatus, dan sebagainya.
g) Dasar panggul atau perineum yang ketat dan tegang dan tidak elastis, penanganannya dengan melakukan episiotomi.
3. DISTOSIA PASSANGER (Distosia kelainan janin dan plasenta)
Distosia passenger/janin ini sangat tergantung pada besar janin dan posisinya. Sebab berat janin melebihi kapasitas jalan lahir.
a. Pertumbuhan janin yang berlebihan (bayi besar)
Janin besar adalah bila berat badan melebihi dari 4000 gram. Frekuensi bayi yang lahir dengan berat badan lebih dari 4000 gr adalah 5,3 % dan yang lebih dari 4500 gr adalah 0,4 %. Pernah dilaporkan berat bayi lahir pervaginam 10,8-11,3 kg.
b. Hidrosefalus
Penimbunan cairan serebrospinal dalam ventrikel otak sehingga kepala menjadi besar serta ubun-ubun menjadi lebar.hidrosefalus memungkinkan terjadinya kepala tidak masuk pintu atas panggul pada panggul yang normal sedangkan his baik dan kepala teraba besar di atas panggul.
c. Anensefalus atau hemifalus : badan ada tetapi pembentukan otak dan tengkorak kepala tidak ada atau terkebelakang
d. Kembar siam yaitu penyatuan dua janin kembar
e. Gawat janin
4. DISTOSIA POSITIONS (Distosia karena kelainan letak)
a. Presentasi belakang kepala oksiput posterior menetap
b. Presentasi belakang kepala oksiput melintang
c. Presentasi puncak kepala
d. Presentasi dahi
e. Presentasi muka
f. Presentasi rankap
g. Letak sungsang
h. Letak lintang
i. Presentasi ganda
j. Kehamilan ganda
a. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang/membujur dengan kepala difundus uteri dan bokong dibagian bawah kavum uteri.
.
Macam –Macam Letak Sungsang :
1) Presentasi bokong (frank breech) (50-70%).
Pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala janin. Dengan demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong.
2) Presentasi bokong kaki sempurna (complete breech) ( 5-10%).
Pada presentasi bokong kaki sempurna disamping bokong dapat diraba kaki
3) Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (incomplete or footling) (10-30%).
Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya terdapat satu kaki di samping bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat ke atas. Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki
Tanda Dan Gejala
Kehamilan dengan letak sungsang seringkali oleh ibu hamil dinyatakan bahwa kehamilannya terasa lain dari kehamilan sebelumnya, karena perut terasa penuh dibagian atas dan gerakan lebih hanyak dibagian bawah. Pada kehamilan pertama kalinya mungkin belum bisa dirasakan perbedaannya. Dapat ditelusuri dari riwayat kehamilan sebelumnya apakah ada yang sungsang.
Pada pemeriksaan luar berdasarkan pemeriksaan Leopold ditemukan bahwa Leopold I difundus akan teraba bagian yang keras dan bulat yakni kepala. Leopold II teraba punggung disatu sisi dan bagian kecil disisi lain. Leopold III-IV teraba bokong dibagian bawah uterus. Kadang-kadang bokong janin teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala. Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi pusat atau sedikit lebih tinggi daripada umbilicus.
Pada pemeriksaan dalam pada kehamilan letak sungsang apabila didiagnosis dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat oleh karena dinding perut tebal, uterus berkontraksi atau air ketuban banyak. Setelah ketuban pecah dapat lebih jelas adanya bokong vang ditandai dengan adanya sakrum, kedua tuberositas iskii dan anus. Bila dapat diraba kaki, maka harus dibedakan dengan tangan. Pada kaki terdapat tumit, sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari vang letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan panjang jari kurang lebih sama dengan panjang telapak tangan. Pada persalinan lama, bokong mengalami edema sehingga kadang-kadang sulit untuk membedakan bokong dengan muka. Pemeriksaan yang teliti dapat membedakan bokong dengan muka karena jari yang akan dimasukkan ke dalam anus mengalami rintangan otot, sedangkan jari yang dimasukkan kedalam mulut akan meraba tulang rahang dan alveola tanpa ada hambatan, mulut dan tulang pipi akan membentuk segitiga, sedangkan anus dan tuberosis iskii membentuk garis lurus. Pada presentasi bokong kaki sempurna, kedua kaki dapat diraba disamping bokong, sedangkan pada presentasi bokong kaki tidak sempuma hanya teraba satu kaki disamping bokong. Informasi yang paling akurat berdasarkan lokasi sakrum dan prosesus untuk diagnosis posisi
Etiologi Letak Sungsang :
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam terjadinya letak sungsang diantaranya ialah prematuritas, rnultiparitas, hamil kembar, hidramnion, hidrosefalus, plasenta previa dan panggul sempit. Kadang-kadang juga disebabkan oleh kelainan uterus (seperti fibroid) dan kelainan bentuk uterus (malformasi). Plasenta yang terletak didaerah kornu fundus uteri dapat pula menyebabkan letak sungsang, karena plasenta mengurangi luas ruangan didaerah fundus. Kelainan fetus juga dapat menyebabkan letak sungsang seperti malformasi CNS, massa dileher, aneuploidi
Diagnosis Letak Sungsang :
Diagnosis letak sungsang pada umumnya tidak sulit. Diagnosis ditegakkan berdasarkan keluhan subyektif dan pemeriksaan fisik atau penunjang yang telah dilakukan. Dari anamnesis didapatkan kalau ibu hamil akan merasakan perut terasa penuh dibagian atas dan gerakan anak lebih banyak dibagian bawah rahim. Dari riwayat kehamilan mungkin diketahui pernah melahirkan sungsang. Sedangkan dari pemeriksaan fisik Leopold akan ditemukan dari Leopold I difundus akan teraba bagian bulat dan keras yakni kepala, Leopold II teraba punggung dan bagian kecil pada sisi samping perut ibu, Leopold III-IV teraba bokong di segmen bawah rahim. Dari pemeriksaan dalam akan teraba bokong atau dengan kaki disampingnya. Disini akan teraba os sakrum, kedua tuberosis iskii dan anus. Pemeriksaan penunjang juga dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis seperti ultrasonografik atau rontgen
Syarat Partus Pervagina Pada Letak Sungsang :
1) Janin tidak terlalu besar
2) Tidak ada suspek CPD
3) Tidak ada kelainan jalan lahir
Jika berat janin 3500 g atau lebih, terutama pada primigravida atau multipara dengan riwayat melahirkan kurang dari 3500 g, sectio cesarea lebih dianjurkan.
Penatalaksanaan
Menolong persalinan letak sungsang diperlukan lebih banyak ketekunan dan kesabaran dibandingkan dengan persalinan letak kepala. Pertama-tama hendaknya ditentukan apakah tidak ada kelainan lain yang menjadi indikasi seksio, seperti kesempitan panggul, plasenta previa atau adanya tumor dalam rongga panggul .
Pada kasus dimana versi luar gagal/janin tetap letak sungsang, maka penatalaksanaan persalinan lebih waspada. Persalinan pada letak sungsang dapat dilakukan pervaginam atau perabdominal (seksio sesaria). Pervaginam dilakukan jika tidak ada hambatan pada pembukaan dan penurunan bokong (1,4). Syarat persalinan pervaginam pada letak sungsang: bokong sempurna (complete) atau bokong murni (frank breech), pelvimetri, klinis yang adekuat, janin tidak terlalu besar, tidak ada riwayat seksio sesaria dengan indikasi CPD, kepala fleksi. Mekanisme persalinan letak sungsang berlangsung melalui tiga tahap yaitu:
1. Persalinan bokong
a. Bokong masuk ke pintu atas panggul dalam posisi melintang atau miring.
b. Setelah trokanter belakang mencapai dasar panggul, terjadi putaran paksi dalam sehingga trokanter depan berada di bawah simfisis.
c. Penurunan bokong dengan trokanter belakangnya berlanjut, sehingga distansia bitrokanterika janin berada di pintu bawah panggul.
d. Terjadi persalinan bokong, dengan trokanter depan sebagai hipomoklion.
e. Setelah trokanter belakang lahir, terjadi fleksi lateral janin untuk persalinan trokanter depan, sehingga seluruh bokong janin lahir.
f. Terjadi putar paksi luar, yang menempatkan punggung bayi ke arah perut ibu.
g. Penurunan bokong berkelanjutan sampai kedua tungkai bawah lahir.
2. Persalinan bahu
a. Bahu janin memasuki pintu atas panggul dalam posisi melintang atau miring.
b. Bahu belakang masuk dan turun sampai mencapai dasar panggul.
c. Terjadi putar paksi dalam yang menempatkan bahu depan dibawah simpisis dan bertindak sebagai hipomoklion.
d. Bahu belakang lahir diikuti lengan dan tangan belakang.
e. Penurunan dan persalinan bahu depan diikuti lengan dan tangan depan sehingga seluruh bahu janin lahir.
f. Kepala janin masuk pintu atas panggul dengan posisi melintang atau miring.
g. Bahu melakukan putaran paksi dalam.
3. Persalinan kepala janin
a. Kepala janin masuk pintu atas panggul dalam keadaan fleksi dengan posisi dagu berada dibagian posterior.
b. Setelah dagu mencapai dasar panggul, dan kepala bagian belakang tertahan oleh simfisis kemudian terjadi putar paksi dalam dan menempatkan suboksiput sebagai hipomiklion.
c. Persalinan kepala berturut-turut lahir: dagu, mulut, hidung, mata, dahi dan muka seluruhnya
d. Setelah muka, lahir badan bayi akan tergantung sehingga seluruh kepala bayi dapat lahir.
e. Setelah bayi lahir dilakukan resusitasi sehingga jalan nafas bebas dari lendir dan mekoneum untuk memperlancar pernafasan. Perawatan tali pusat seperti biasa. Persalinan ini berlangsung tidak boleh lebih dari delapan menit
Mekanisme letak sungsang dapat dilihat dalam gambar berikut:
Komplikasi persalinan letak sungsang antara lain:
1. Dari faktor ibu:
a. Perdarahan oleh karena trauma jalan lahir atonia uteri, sisa placenta.
b. Infeksi karena terjadi secara ascendens melalui trauma (endometritits)
c. Trauma persalinan seperti trauma jalan lahir, simfidiolisis.
2. Dari faktor bayi:
a. Perdarahan seperti perdarahan intracranial, edema intracranial, perdarahan alat-alat vital intra-abdominal.
b. Infeksi karena manipulasi
Trauma persalinan seperti dislokasi/fraktur ektremitas, persendian leher, rupture alat-alat vital intraabdominal, kerusakan pleksus brachialis dan fasialis, kerusakan pusat vital di medulla oblongata, trauma langsung alat-alat vital (mata, telinga, mulut), asfiksisa sampai lahir mati
b. Presentasi muka
Adalah keadaan dimana kepala dalam kedudukan defleksi maksimal, sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian terendah menghadap kebawah.
Primer bila terjadi sejak kehamilan, sekunder bila terjadi pada proses persalinan.
1) Diagnosis :
a) Tubuh janin dalam keadaan fleksi, sehingga pada pemeriksaan luar dada akan teraba punggung.
b) bagian kepala menonjol yaitu belakang kepala berada di sebelah yang berlawanan dengan letak dada.
c) Didaerah itu juga dapat diraba bagian-bagian kecil janin dan DJJ lebih jelas.
d) Periksa dalam meraba dagu, mulut, hidung, pinggir orbita.
2) Etiologi :
Penyebabnya keadaan – keadaan yang memaksa terjadi defleksi kepala atau keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi kepala.
1) Sering ditemukan pada janin besar atau panggul sempit.
2) Multiparitas, perut gantung
3) Anensefalus, tumor leherbagian depan.
3) Mekanisme Persalinan
Kepala turun melalui PAP dengan sirkum ferensiatrakelo-parietalis dan dengan dagu melintang / miring.Setelah muka mencapai dasar panggul terjadi PPD, sehingga dagu memutar kedepan dan berada di bawah arkus pubis.Dengan daerah submentum sebagai hipomoklion kepala lahir dengan gerakan fleksi sehingga dahi, UUB, belakang kepala melewati perineum.Setelah kepala lahir terjadi PPL dan badan janin lahir seperti pada presentasi kepala.kalau dagu bedara dibelakang pada waktu putaran dalam dagu harus melewati jarak yang jarak yang lebih jauh supaya dapat berada di depan. Kadang dagu tidak memutar ke depan dan tetap berada di belakang.Keadaan ini disebut posisi mento posterior persisten dan janin tidak dapat lahir spontan, kecuali bila janin mati atau kecil.Hal ini karena kepala sudah berada dalam fleksi maksimal dan tidak mungkin menambah defleksinya lagi, sehingga kepala dan bahu terjepit dalam pangguldan persalinan tidak akan maju.
4) Penanganan
Pada persalinan cek ada tidaknya CPD.
a) Bila tidak ada CPD, dagu didepan persalinan spontan
b) Bila dagu dibelakang beri kesempatan dagu memutar ke depan dengan memasukkan 1 tangan dalam vagina.
c) Keadaan tertentu dicoba merubah menjadi presentasi belakang kepala dengan memasukkan tangan dalam vagina, kemudian memutar muka padadaerah mulut dan dagu keatas. Bila gagal, coba perasat Thorn.
Indikasi ekstraksi cunam : bila dagu di depan.
Indikasi SC pada ; posisi mento posterior persisten, kesempitan panggul dan kesulitan turunnya kepala dalam rongga panggul
b. Presentasi dahi
Adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi menjadi bagian terendah. Sebagian besar berubah menjadi belakang kepala.
1) Diagnosis
a) Pemeriksaan liuar seperti pada presentasi muka , tapi bagian belakang kepala tidak seberapa menonjol.
b) DJJ terdengar dibagian dada, disebelah yang sama dengan bagian-bagian kecil janin.
c) Pada persalinan : kepala janin tidak turun ke dalam rongga panggul bila pada persalinan sebelumnya normal.
d) Periksa dalam : meraba sutura frontalis, ujung satu teraba UUB dan ujung lain teraba pangkal hidung dan lingkaran orbita., mulut dan dagu tidak teraba.
2) Etiologi
Sama dengan presentasi muka.
3) Mekanisme Persalinan
Kepala masuk melalui PAPdengan sirkumferensia maksilo-parietalis dan dengan sutura frontalis melintang / miring.Setelah terjadi moulage dan ukuran terbesar kepala telah melalui PAP ,dagu memutar ke depan. Setelah dagu didepan dengan fosa kanina sebagai hipomoklion terjadi fleksi sehingga UUB,dan belakang kepala melewati perineum.Kemudian terjadi dfleksi sehingga mulut dan dagu lahir dibawah simpisis. Yang ,menghalangi presentasi dahi untuk menjadi presentasi muka , biasanya terjadi karena moulage dan kaput sucsedaneum yang besar padadahi waktu kepala memasuki panggul, sehingga sulit terjadi penambahan defleksi .
4) Penanganan
Janin kecil mungkin lahir spontan, bila normal dan besar tidak dapat lahir spontan. Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal, tidak akan dapat lahir spontan pervaginam, sehingga harus dilahirkan secara seksio sesaria. Pada janin yang kecil dan panggul yang luas pada garis besarnya sikap dalam menghadapi persalinan presentasi dahi sama dengan sikap menghadapi persalinan presentasi muka. Bila persalinan menunjukkan kemajuan, tidak perlu dilakukan tindakan. Demikian pula bila harapan presentasi dahi dapat berubah menjadi presentasi belakang kepala atau presentasi muka. Jika pada akhir kala I kepala belum masuk ke dalam rongga panggul, dapat diusahakan dengan mengubah presentasi dengan perasat Thorn, tetapi jika tidak berhasil, sebaiknya dilakukan seksio sesaria. Meskipun kepala telah masuk ke rongga panggul, tetapi bila kala II tidak mengalami kemajuan sebaiknya juga dilakukan seksio sesaria. Bayi yang lahir dalam presentasi dahi menunjukkan kaput seksudanium yang besar pada dahi serta moulage kepala yang hebat.
c. Letak lintang
Letak lintang ialah suatu kehamilan dimana letak janin melintang terhadap rahim ibu, atau sumbu panjang janin melintang terhadap sumbu panjang ibu. Sesungguhnya tidak ada letak lintang sejati, atau letak lintang dimana sumbu panjang janin dan ibu membentuk sudut 90o. Biasanya letak anak itu seikit miring, dengan bokong atau kepala yang lebih rendah mendekati pintu atas panggul.
Letak lintang lebih penting artinya dibandingkan presentasi bokong, karena pada umumnya letak lintang tidak dapat dilahirkan pervaginam sehingga jika tidak mendapat pertolongan, akan menimbulkan bahaya besar baik terhadap anak ataupun ibu.
Letak lintang dapat dibagi menjadi 2 macam, yang dibagi berdasarkan:
1) Letak kepala
a) Kepala anak bisa di sebelah kiri ibu
b) Kepala anak bisa di sebelah kanan ibu
2) Letak punggung
a) Jika punggung terletak di sebelah depan ibu, disebut dorso-anterior
b) Jika punggung terletak di sebelah belakang ibu, disebut dorso-posterior
c) Jika punggung terletak di sebelah atas ibu, disebut dorso-superior
d) Jika punggung terletak di sebelah bawah ibu, disebut dorso-inferior
Frekuensi letak lintang dalam literatur disebutkan sekitar 0,5%-2%. Sedangkan di Indonesia sekitar 0,5%.
Letak lintang lebih banyak pada multipara daripada primipara, karena yang menjadikan letak lintang pada umumnya hampir sama dengan kelainan yang menyebabkan presentasi bokong .
Namun harus dikemukakan satu faktor yang terpenting , yaitu jika ruang rahim memberi kesempatan bagi janin untuk bergerak lebih leluasa. Ini mungkin, jika dinding uterus dan dinding perut ibu sudah begitu lembek, misalnya pada wanita grandemultipara, atau malah pada panggul sempit
.
1) Diagnosis
Dengan pemeriksaan luar, biasanya tidak begitu sulit untuk menentukan letak lintang, kecuali pada keadaan-keadaan pada primipara dengan perut yang sangat kencang, atau pda hidramnion, gemelli (kembar), atau jika ada tumor.
Pada inspeksi kelihatan perut membuncit tidak dalam ukuran memanjang, melainkan dalam ukuran melintang. Pada palpasi menunjukkan fundus uteri lebih rendah jika dibandingkan dengan usia kehamilan. Selain itu pada sebelah bawah di atas simfisis tidak teraba bagian besar, sedangkan kepala anak dapat diraba di samping kiri atau kanan. Kadan dapat teraba jelas bagian kecil , ini jika punggung anak terletak di sebelah belakang. Denyut jantung janin kerapkali terdengar di sebelah belakang.
Pada periksa dalam, pada permulaan partus, jika ketuban belum pecah, umumnya dengan periksa dalam masih sukar untuk menentukan dengan pasti diagnosis letak lintang. Hanya kita harus memfokuskan bahwa dapat dirasakan rongga panggul masih kosong , atau dalam waktu his, tidak teraba dengan nyata bagian-bagian kecil dari janin yang terdapat di atas pintu atas panggul.
Dengan kata lain, diagnosis akan lebih pasti jika pembukaan sudah cukup luas. Dalam pemeriksaan kita harus berusaha dengan periksa dalam yang dilakukan tidak malah memecahkan ketuban. Ini berhubungan dengan kemungkinan apakah kita masih dapat merubah letak anak menjadi letak kepala, yaitu dengan versi luar.
Jika ketuban sudah pecah, dan pembukaan sudah lebih luas, maka barulah periksa dalam memberi kenyataan yang cukup dan diagnosis menjadi lebih mudah. Jika mungkin, supaya jelas, periksa dalam dilakukan dengan 4 jari atau tangan seluruhnya. Dengan demikian bisa diketahui dengan pasti bagian-bagian tubuh anak yang dapat diraba.
Bagian tubuh anak yang jelas diraba ialah dimana terdapat tulang keras dan berhubung dengan ini sebagai pokok diagnosis letak lintang, ialah jika dapat diraba tulang-tulang iga, lebih nyata lagi jika disamping itu dapat diraba tulang belikat (scapula) yang berbentuk segitiga, atau tulang scapula.
Pada letak lintang seringkali terjadi dengan tangan letak terkemuka, artinya tangan sudah turun terlebih dahulu dan dapat diraba di dalam vagina, atau selurh lengan sudah menumbung dan kelihatan tangan di luar vulva.
Tangan harus dibedakan dengan kaki, yaitu jika kaki akan teraba tulang kalkaneus, dan jari-jari lebih pendek dan rapat, bahkan hampir sama panjang. Berbeda dengan tangan yang lebih jarang dan jari-jari berbeda panjangnya. Jika betul tangan , untuk membedakannya tangan kanan atau kiri, dapat dilakukan dengan menjabat tangan tersebut. Jika cocok dalam berjabat tangan kanan, maka tangan yang menumbung itu adalah tangan kanan.
2) Mekanisme Persalinan Pada Letak Lintang
Pada permulaan persalinan dalam letak lintang, pintu atas panggung tidak tertutup oleh bagian bawah anak seperti pada letak memanjang. Oleh karena itu seringkali ketuban sudah lebih dulu pecah sebelum pembukaan lengkap atau hampir lengkap. Setelah ketuban pecah, maka tidak ada lagi tekanan pada bagian bawah, sehingga persalinan berlangsung lebih lama.
His berperan dalam meluaskan pembukaan, selain itu dengan kontraksi yang semakin kuat, maka anak makin terdorong ke bawah. Akibatnya tubuh anak menjadi membengkok sedikit, terutama pada bagian yang mudah membengkok, yaitu di daerah tulang leher. Ini pun disebabkan karena biasnaya ketuban sudah lekas pecah dan karena tak ada lagi air ketuban, maka dinding uterus lebih menekan anak di dalam rahim. Dengan demikian bagian anak yang lebih rendah akan masuk lebih dulu ke dalam pintu atas panggul, yaitu bahu anak.
Karena pada letak lintang pintu atas panggul tidak begitu tertutup, maka tali pusat seringkali menumbung, dan ini akan memperburuk keadaan janin.
Bila pembukaan telah lengkap, ini pada awalnya tidak begitu jelas tampaknya. Karena tidak ada tekanan dari atas oleh bagian anak pada lingkaran pembukaan, makan lingkaran ini tidak dapat lenyap sama sekali, senantiasa masih berasa pinggirnya seperti suatu corong yang lembut. Penting untuk diketahui, bahwa tidak ada pembukaan yang benar-benar lengkap pada letak lintang seperti halnya pembukaan lengkap pada letak memanjang. Tandanya pembukaan itu sudah lengkap adalah lingkaran pembukaan itu mudah dilalui oleh kepalan tangan pemeriksa, sedangkan pada pembukaan yang belum lengkap, kepalan tangan pemeriksa sukar untuk memasuki lingkaran tersebut.
Lain halnya dengan letak memanjang, pada letak lintang setelah pembukaan lengkap, karena his dan tenaga mengejan, badan anak tidak dapat dikeluarkan dari rongga rahim, akan tetapi sebagian besar masih di dalam uterus, meskipun tubuh anak menjadi semakin membengkok.. Jika ini terjadi terus menerus, maka akan terjadi suatu letak lintang kasep, dimana tubuh anak tidak dapat lagi didorong ke atas. Letak lintang kasep terjadi bukanlah karena lamanya persalinan, namun faktor yang penting ialah karena faktor kuatnya his. Pada letak lintang kasep, biasanya anak telah mati, yang disebabkan karena kompresi pada tali pusat, perdarahan pada plasenta, ataupun cedera organ dalam karena tubuh anak terkompresi dan membengkok.
Bila keadaan kasep ini dibiarkan saja, makan dapat terjadi ruptur uteri yang sangat berbahaya pada bagi ibu.
Persalinan Pervaginam Pada Letak Lintang
Kadangkala dalam letak lintang anak dapat dilahirkan secara pervaginam, ini dapat terjadi pada anak yang kecil (preterm), atau pada anak yang telah mati. Pada anak yang normal dan hidup, hal ini sama sekali tidak diharapkan
Evolutio Spontanea
Karena tenaga his dan tenaga mengejan, maka bahu anak turun dan masuk ke dalam rongga panggul, sedangkan kepala tertekan dan tinggal di atas. Pada suatu waktu, bahu itu lahir di bawah simfisis, dan sekarang dengan bahu itu sebagai hipomoklion, lahirlah berturut turut bagian atas badan, yaitu samping dada diikuti oleh perut, bokong , kaki dan kepala. Cara ini disebut cara DOUGLAS.
Evolutio Spontanea cara Douglas
Ada keadaan dimana bahu dan kepala anak tertekan dan tinggal di atas pintu atas panggul. Yang tertekuk adalah punggung dan pinggang. Dengan demikian maka pada suatu ketika bokong sama tingginya dengan bahu dan selanjutnya lahir lebih dahulu bokong, dan kaki, dilanjutkan dengan badan dan kepala. Cara ini disebut cara DENMAN
Evolutio Spontanea Cara Denman
Conduplicatio Corpore
Hal ini berlaku terutama pada panggul luar dan anak yang kecil, yaitu kepala anak tidak tertahan di atas, sehingga kepala dan perut sama-sama turun ke dalam rongga panggul dan dengan keadaan terlipat lahirlah kepala dan perut, dilanjutkan dengan bokong dan kaki.
Conduplicatio Corpore
3) Penatalaksanaan Pada Letak Lintang
a) Saat Hamil
Pada saat hamil, pada usia kehamilan 34-36 minggu dapat dianjurkan untuk dilakukan knee chest position sampai usia kehamilan >36 minggu. Setelah itu , jika masih dalam letak lintang, maka dapat dilakukan versi luar jika syarat memenuhi
b) Saat Persalinan
Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam pertolongan persalinan pada letak lintang, yaitu ketuban dan pembukaan.
c) Jika ketuban belum pecah, dan pembukaan masih kecil
4) Tanda gawat janin
a) Air ketuban bercampur dengan mekonium
b) Denyut jantung janin irreguler
c) Gerak anak berkurang atau hiperaktif ( gerak konfulsif).
d. Diagnosis
1) Keadaan umum ibu
a) Dehidrasi, panas
b) Meteorismus, shock
c) Anemia, oliguri.
2) Palpasi
a) His lemah
b) Gerak janin tidak ada
c) Janin mudah diraba
3) Auskultasi
a) Denyut jantung janin, takikardia, irreguler, negatif (jika janin sudah mati).
4) Pemeriksaan dalam
a) Keluar air ketuban yang keruh dan berbau bercamput dengan mekoniu
b) Bagian terendah anak sukar digerakkan, mudah didorong jika sudah terjadi rupture uteri
c) Suhu rectal lebih tinggi 37,50c.
e. Diagnosa Banding
Kehamilan / persalinan dengan infeksi ektra genital, disini suhu aksila lebih tinggi dari rectal dan ketuban biasanya masih utuh.
f. Komplikasi
1) Ibu
a) Infeksi sampai sepsis
b) Asidosis dengan gangguan elektrolit
c) Dehidrasi, syock, kegagalan fungsi organ-organ
d) Robekan jalan lahir
e) Fistula buli-buli, vagina, rahim dan rectum
2) Janin
a) Gawat janin dalam rahim sampai meninggal
b) Lahir dalam asfiksia berat sehingga dapat menimbulkan cacat otak menetap
c) Trauma persalinan, fraktur clavicula, humerus, femur
g. Tindakan
1) Memperbaiki keadaan umum ibu
a) Koreksi cairan ( rehidrasi)
b) Koreksi keseimbangan asam basa
c) Koreksi keseimbangan elektrolit
d) Pemberian kalori
e) Pemberantasan infeksi
f) Penurunan panas
2) Mengakhiri persalinan dengan cara tergantung dari penyebab kemacetan atau anakhidup atau mati.
Sebaiknya tindakan pertama dilakukan lebih dahulu sampai kondisi ibu optimal untuk dilakukan tindakan kedua, diharapkan dalam 2-3 jam sudah ada perbaikan
Bila pembukaan lengkap dan syarat-syarat persalinan pervaginam terpenuhi maka dapat dilakukan ekstraksi vacum, ekstraksi forcep, atau perforasi kranioflasi
Bila pembukaan belum lengkap dilakukan sectio caesarea
Persalinan normal berlangsung lebih kurang 14 jam, dari awal pembukaan sampai lahirnya anak
Apabila terjadi perpanjangan dari
a) Fase laten (primi : 20 jam, multi : 14 jam)
b) fase aktif (primi: 1,2 cm/ jam, multi 1 ½ cm/ jam)
c) kala III (primi : 2 jam, multi : 1jam)
maka disebut partus lama
a) Air ketuban bercampur dengan mekonium
b) Denyut jantung janin irreguler
c) Gerak anak berkurang atau hiperaktif ( gerak konfulsif).
d. Diagnosis
1) Keadaan umum ibu
a) Dehidrasi, panas
b) Meteorismus, shock
c) Anemia, oliguri.
2) Palpasi
a) His lemah
b) Gerak janin tidak ada
c) Janin mudah diraba
3) Auskultasi
a) Denyut jantung janin, takikardia, irreguler, negatif (jika janin sudah mati).
4) Pemeriksaan dalam
a) Keluar air ketuban yang keruh dan berbau bercamput dengan mekoniu
b) Bagian terendah anak sukar digerakkan, mudah didorong jika sudah terjadi rupture uteri
c) Suhu rectal lebih tinggi 37,50c.
e. Diagnosa Banding
Kehamilan / persalinan dengan infeksi ektra genital, disini suhu aksila lebih tinggi dari rectal dan ketuban biasanya masih utuh.
f. Komplikasi
1) Ibu
a) Infeksi sampai sepsis
b) Asidosis dengan gangguan elektrolit
c) Dehidrasi, syock, kegagalan fungsi organ-organ
d) Robekan jalan lahir
e) Fistula buli-buli, vagina, rahim dan rectum
2) Janin
a) Gawat janin dalam rahim sampai meninggal
b) Lahir dalam asfiksia berat sehingga dapat menimbulkan cacat otak menetap
c) Trauma persalinan, fraktur clavicula, humerus, femur
g. Tindakan
1) Memperbaiki keadaan umum ibu
a) Koreksi cairan ( rehidrasi)
b) Koreksi keseimbangan asam basa
c) Koreksi keseimbangan elektrolit
d) Pemberian kalori
e) Pemberantasan infeksi
f) Penurunan panas
2) Mengakhiri persalinan dengan cara tergantung dari penyebab kemacetan atau anakhidup atau mati.
Sebaiknya tindakan pertama dilakukan lebih dahulu sampai kondisi ibu optimal untuk dilakukan tindakan kedua, diharapkan dalam 2-3 jam sudah ada perbaikan
Bila pembukaan lengkap dan syarat-syarat persalinan pervaginam terpenuhi maka dapat dilakukan ekstraksi vacum, ekstraksi forcep, atau perforasi kranioflasi
Bila pembukaan belum lengkap dilakukan sectio caesarea
Persalinan normal berlangsung lebih kurang 14 jam, dari awal pembukaan sampai lahirnya anak
Apabila terjadi perpanjangan dari
a) Fase laten (primi : 20 jam, multi : 14 jam)
b) fase aktif (primi: 1,2 cm/ jam, multi 1 ½ cm/ jam)
c) kala III (primi : 2 jam, multi : 1jam)
maka disebut partus lama
DAFTAR PUSTAKA
Obstetri fisiologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Unversitas Padjajaran Bandung, 1993.
Mochtar, Rustam. Sinopsis obstetrik. Ed. 2. Jakarta: EGC, 1998.
Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana. Jakarta: EGC, 1998.
Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan maternitas. Alih bahasa: Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugerah. Jakarta: EGC. 2004
Heller, Luz. Gawat darurat ginekologi dan obstetric. Alih bahasa H. Mochamad martoprawiro, Adji Dharma. Jakarta: EGC, 1997.
Obstetri fisiologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Unversitas Padjajaran Bandung, 1993.
Mochtar, Rustam. Sinopsis obstetrik. Ed. 2. Jakarta: EGC, 1998.
Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana. Jakarta: EGC, 1998.
Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan maternitas. Alih bahasa: Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugerah. Jakarta: EGC. 2004
Heller, Luz. Gawat darurat ginekologi dan obstetric. Alih bahasa H. Mochamad martoprawiro, Adji Dharma. Jakarta: EGC, 1997.
0 comments:
Post a Comment