RSS
Facebook
Twitter

Sunday, 29 July 2012

LUKA BAKAR (combustio)

A. Pengertian Luka bakar adalah suatu luka yang terjadi karena adanya kontak antara kulit dengan panas kering, panas basah, bahan kimia, arus listrik dan radiasi (Long, 1996). Luka bakar adalah suatu luka yang disebabkan karena adanya perpindahan energi dari sumber panas ketubuh, dan panas tersebut bisa dihantarkan melalui konduksi atau radiasi elektromagnetik (Effendy, 1999). B. Etiologi Penyebab dari luka bakar yang terbanyak dikarenakan oleh sengatan api akibat dari kelalaian, ceroboh dan sifat ingin tahu dari anak-anak sehingga banyak sekali korban luka bakar adalah anak- anak. Radiasi,bahan kimia. C. Patofisiologi Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III. Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya diuresis. Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik. Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman Gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dari toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah. Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga jaringan yang didarahinya nanti. Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di darah. Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang. Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium. Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling. Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi prognosis luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar D. Klasifikasi Luka Bakar Luka bakar diklasifikasikan : 1. Keparahannya : a. Luka bakar minor, yakni cedera luka bakar ketebalan partial yang kurang dari 15 % LPTT pada orang dewasa dan 10 % LPTT pada anak- anak. b. Luka bakar sedang yakni cedera ketebalan partial dengan 15 % sampai 25 % dari LPTT pada orang dewasa atau 10 % sampai 20 % LPTT pada anak- anak. c. Luka bakar mayor, yakni cedera ketebalan partial lebih dari 25 % LPTT pada orang dewasa atau 20 % pada anak- anak, mengenai daerah mata, wajah, telinga, kaki dan perineum. 2. Lokasi : Luka bakar pada kepala, leher dan dada seringkali mempunyai kaitan erat dengan komplikasi pulmonal. Luka bakar yang mengenai wajah erat kaitannya mengenai mata yang dapat menyebabkan abrasia kornea. Bila pada telinga dapat menyebabkan kordritis aurikuler dan rentan terhadap infeksi serta kehilangan jaringan lebih lanjut. Bila luka bakar mengenai ekstrimitas akan menyebabkan kehilangan waktu yang lama untuk dapat bekerja kembali. Luka bakar yang mengenai daerah peritoneum akan memudahkan terjadinya infeksi akibat autokontaminasi oleh urine dan feses. 3. Ukuran luka bakar Ukuran luka bakar ditentukan dengan salah satu dari dua metode yaitu role of nine atau diagram Lund & Browder. Ukuran luka bakar ditunjukan dengan presentasi LPTT (luas permukaan tubuh total). Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine atau rule of wallace yaitu: a) Kepala dan leher : 9% b) Lengan masing-masing 9% : 18% c) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36% d) Tungkai masing-masing 18% : 36% e) Genetalia/perineum : 1% Total : 100% Diagram bagan Lund & Browder. Metode yang digunakan untuk menghitung LPT luka bakar sesuai dengan golongan usia. Lahir 1 Tahun 5 Tahun 10 Tahun 15 Tahun Dewasa Setengah kepala 9½% 8 ½ % 6 ½ % 5 ½ % 4 ½ % 3 ½ % Setengah paha 2¾% 3 ¼ % 4 % 4 ¼ % 4 ½ % 4 ¾ % Setengah tungkai bawah 2½% 2 ½ % 2 ¾ % 3 % 3 ¼ % 2 ½ % 4. Berat Ringannya Luka Bakar Untuk mengkaji beratnya luka bakar harus dipertimbangkan beberapa faktor antara lain : a) Persentasi area (Luasnya) luka bakar pada permukaan tubuh. b) Kedalaman luka bakar. c) Anatomi lokasi luka bakar. d) Umur klien. e) Riwayat pengobatan yang lalu. f) Trauma yang menyertai atau bersamaan. American college of surgeon membagi dalam: a) Parah - critical: 1) Tingkat II : 30% atau lebih. 2) Tingkat III : 10% atau lebih. 3) Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah. 4) Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fraktur, soft tissue yang luas. b) Sedang - moderate: 1) Tingkat II : 15 - 30% 2) Tingkat III : 1 - 10% c) Ringan - minor: 1) Tingkat II : kurang 15% 2) Tingkat III : kurang 1% 5. Usia korban luka bakar Usia sangat mempengaruhi keparahan dan keberhasilan dalam perawatan luka bakar. Angka kematian terjadi lebih tinggi jika luka bakar terjadi pada anak-anak yang berusia kurang dari 4 tahun, terutama mereka kelompok uasia 0- 1 tahun dan klien berusia 65 tahun. 6. Dalamnya Luka Bakar Klasifikasi Combustio a) Luka Bakar Tingkat I 1) Kedalaman : Ketebalan partial superfisial 2) Penyebab : Jilatan api, sinar ultra violet (terbakar oleh matahari). 3) Penampilan : Kering tidak ada gelembung, oedem minimal atau tidak ada, pucat bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas. 4) Warna : Bertambah merah. 5) Perasaan : Nyeri b) Luka Bakar Tingkat II 1) Kedalaman : Lebih dalam dari ketebalan partial, superfisial, dalam. 2) Penyebab : Kontak dengan bahan air atau bahan padat, jilatan api kepada pakaian, jilatan langsung kimiawi, sinar ultra violet. 3) Penampilan : Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar, pucat bila ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali. 4) Warna : Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat. 5) Perasaan : Sangat nyeri c) Luka Bakar Tingkat III 1) Kedalaman : Ketebalan sepenuhnya 2) Penyebab : Kontak dengan bahan cair atau padat, nyala api, kimia, kontak dengan arus listrik. 3) Penampilan : Kering disertai kulit mengelupas, pembuluh darah seperti arang terlihat dibawah kulit yang mengelupas, gelembung jarang, dindingnya sangat tipis, tidak membesar, tidak pucat bila ditekan. 4) Warna : Putih, kering, hitam, coklat tua, hitam, merah. 5) Perasaan : Tidak sakit, sedikit sakit, rambut mudah lepas bila dicabut. E. Penatalaksanaan Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan penatalaksanaan luka bakar yaitu ; penyembuhan luka, infeksi dan penganan luka. 1. Penyembuhan luka proses penyembuhan luka terbagi dalam tiga fase yaitu inflamasi, fibroblastik dan maturasi. 2. Infeksi Masalah yang sering terjadi yaitu adanya infeksi yang nantinya akan diikuti terjadinya sepsis, sehingga perlu diperhatikan adanya tanda-tanda infeksi meliputi merah, bengkak, nyeri dengan jumlah mikroorganisme lebih dari 100.000/gram jaringan. 3. Penanganan luka Penanganan luka merupakan hal yang penting untuk mencegah terjadinya infeksi maupun menghindari terjadinya sindrom kompartement karena adanya luka bakar circumferencial. F. Pathways G. Diagnosa keperawatan 1. Defisit volume cairan b/d luka bakar yang luas, kehilangancairan melalui rute abnormal 2. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d kehilangan integritas kulit yang disebabkan oleh luka bakar 3. Nyeri b/d kerusakan kulit / jaringan, pembentukan odema 4. Kerusakan integritas kulit s/d adanya luka bakar dalam 5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d status hipermetabolik 6. Kerusakan pertukaran gas b/d cidera inhalasi asap / sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada dan leher 7. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b/d perubahan bentuk, kemungkinan kontraktur sekunder terhadap luka bakar ketebalan penuh 8. resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan b/d luka bakar melingkari ekstrimitas H. Implementasi 1. Dx I : Defisit volume cairan b/d luka bakar yang luas, kehilanagn cairan melalui rute abnormal. Kriteria Evaluasi : Tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi odema, elektrolit serum dalam batas normal, haluaran, urine diatas 30 ml/jam, TTV dalam batas normal. Intervensi a. Awasi tanda-tanda vital R/ memberikan pedoman untuk pengantian cairan dan mengkaji respon kardiovaskuler b. Awasi haluaran urine dan berat jenis R/ secara umum penggantian cairan harus dititrasi untuk meyakinkan rata-rata haluaran urine c. Pertahankan pencatatan komulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan R/ mencegah ketidakseimbangan dan kelebihan cairan d. Timbang BB tiap hari R/ penggantian cairan tergantung pada BB pertama dan perubahan selanjutnya e. Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, dan membantu mencegah komplikasi. R/ resusitasi cairan menggantikan kehiangan cairan / elektrolit, plasma, albumin. f. Awasi pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, elektrolit) R/ kebutuhan penggantian cairan dan elektrolit 2. Dx II : Resiko tinggi terhadap infeksi b/d kehilangan integritas kulit yang disebabkan oleh luka bakar Kriteria Evaluasi : tak ada pembentukan jaringan granulasi tetap bebas dari infeksi Intervensi : a. Implementasikan teknik isolasi yang tepat sesuai dengan indikasi R/ tergantung pada tipe dan luasnya luka b. Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dengan klien R/ mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi. c. Gunakan skort, sarung tangan, masker, dan teknik aseptik ketat selama perawtan luka langsung dan berikan pakaian steril / baju juga linen / pakaian R/ mencegah terpajan pada organisme infeksius d. Awasi / batasi pengunjung bila perlu jelaskan isolasi terhadap pengunjung bila perlu R/ mencegah kontaminasi silang dari pengunjung e. Awasi TTV untuk demam, peningkatan frekuensi pernafasan, penurunan jumlah trombosit. R/ indikator sepsis memerlukan evaluasi cepat dan intervensi f. Ambil kultur rutin dan sensitifitas luka / drainase R/ memungkinkan pengenalan dini dan pengobatan khusus infeksi 3. Dx III : Nyeri b/d kerusakan kulit / jaringan, pembentukan odema Kriteria Evaluasi : Melaporkan nyeri berkurang, ekspresi wajah rileks, berpartisipasi dalam aktififitas dengan tepat. Intervensi a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-1) R/ perubahan lokasi atau intensitas, karakter nyeri dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi b. Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat, penutup tubuh hangat R/ pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar dan untuk mencegah menggigil c. Jelaskan prosedur / berikan informasi yang tepat, khususnya pada debridemen R/ membantu menghilangkan nyeri / meningkatkan relaksasi d. Dorong penggunaan teknik manajemen strees contoh relaksasi progresi, nafas dalam, dll R/ memfokuskan kembali perhatian, meningkatan teknik relaksasi dan untuk meningkatkan rasa kontrol e. Berikan analgesik (narkotik dan non narkotik ) sesuai indikasi R/ menghilangkan rasa nyeri f. Berikan aktifitas terapeutik tepat untuk usia / kondisi R/ membantu mengurangi konsentrasi rasa nyeri , memfokuskan kembali perhatian g. Berikan tempat tidur yang nyaman sesuai dengan indikasi R/ peninggian linen dari luka membantu mengurangi rasa nyeri. 4. Dx IV : Kerusakan integritas kulit s/d adanya luka bakar dalam Kriteria Evaluasi : menunjukkan regenerasi jaringan mencapai penyembuhan tepat waktu Intervensi a. Kaji ukuran, warna, kedalaman luka bakar, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka R/ memberikan dasar informasi tentang kebutuhan penambahan kulit. b. Berikan perawatan luka bakar yang tepat dan tindakan kontrol infeksi R/ menyiapkan jaringan untuk penanaman dan menurunkan resiko terjadinya infeksi c. Siapkan / bantu prosedur bedah atau balutan biologis d. Tinggikan area graft bila mungkin atau tepat. Pertahankan posisi yang diingin kan dan immobilisasi area bila diindikasikan R/ menurunkan pembengkakan resiko pemisahan graft e. Pertahankan balutan di atas area graft baru dan atau sisi donor sesuai indikasi R/ menghilangkan robekan dari epitel baru atau melindungi jaringan sembuh 5. Dx V : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d status hipermetabolik Kriteria Evaluasi : menunjukkan pemasukan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik dibuktikan oleh BB stabil, dan regenerasi jaringan Intervensi a. Auskultasi bising usus b. Pertahankan jumlah kalori ketat, timbang tiap hari R/ pedoman tepat untuk pemasukan kalori c. Berikan makan dan makanan kecil sedikit tapi sering R/ membantu mencegah distensi gaster atau ketidaknyamanan dan meningkatkan masukan d. Berikan kebersihan oral sebelum makan R/ meningkatkan rasa dan membantu nafsu makan yang baik e. Barikan diit TKTP dengan tambahan vitamin R/ memnuhi peningkatan kebutuhan metabolik, mempertahankan BB dan mendorong regenerasi jaringan. f. Pastikan makanan yang disukai dan yang tidak disukai R/ meningkatkan masukan dalam tubuh. 6. Dx VI : Kerusakan pertukaran gas b/d cidera inhalasi asap / sindrom kompartemen torakal sekunder terhadap luka bakar sirkumfisial dari dada dan leher Kriteria Evaluasi : Frekuensi pernafasan 12-24 per jam warna kulit normal, GDA dalam batas normal bunyi nafas bersih tak ada kesulitan bernafas. Intervensi a. Awasi frekuensi, irama, kedalaman pernafasan, sianosis R/ menentukan intervensi medik selanjutnya b. Latih nafas dalam dan perubahan posisi sering R/ meningkatkan ekspansi paru, memobilisasi dan drainase sekret c. Awasi / gambarakan seri GDA R/ mengidentifikasikan kemajuan / penyimpanan dari hasil yang diharapkan d. Pertahankan posisi semi fowler, bila hipotensi takada R/ untuk memudahkan vebtilasi dengan menurunkan tekanan abdomen terhadap diafragma e. Anjurkan pernafasan dalam dengan menggunakan spirometri insentif setiap 2 jam selama tira baring R/ pernasan dalam mengembangkan alveoli, dapat menurunkan resiko atelektasis 7. Dx VII : resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b/d perubahan bentuk, kemungkinan kontraktur sekunder terhadap luka bakar ketebalan penuh Kriteria Evaluasi : Mengungkapkan harapan realistis dari tindakan mengungkapkan kenyataan positif tentang diri Intervensi a. Sediakan waktu untuk pasien dan orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan R/ mengekspresikan perasaan membantu memudahkan koping b. Anjurkan latihan gerak aktif setiap 2 jam R/ untuk mencegah pengencangan jaringan parut progresif dan kontraktur c. Anjurkan klien untuk memenuhi aktifitas kehidupan sehari hari dengan bantuan perawat (sesuai dengan kebutuhan) R/ Melakukan aktifitas sehari-hari memberikan latihan aktif, memudahkan pemeliharaan flesibilitas sendi dan tonus otot. 8. Dx VIII : resiko tinggi terhadap kerusakan perfusi jaringan b/d luka bakar melingkari ekstrimitas Kriteria Evaluasi : warna kulit normal menyangkal kebas dan kesemutan nadi perifer dapat diraba Intervensi a. Untuk luka bakar melingkari ekstrimitas pantau status neurovaskuler dari ekstrimitas setiap 2 jam R/ Untuk mengidentifikasi indikasi-indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan b. Pertahankan ekstrimitas bengkak di tinggikan R/ untuk meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan pembengkakan c. Kolaborasi dengan tim medis bila terjadi penuruan nadi, pengisian kapiler buruk / penurunan sensasi R/ Temuan ini menandakan kerusakan sirkulasi distal DAFTAR PUSTAKA Brunner and Suddarth. (1996). Text book of Medical- Surgical Nursing. EGC. Jakarta. Doengoes Merillynn. (1999) (Rencana Asuhan Keperawatan). Nursing care plans. Guidelines for planing and documenting patient care. Alih bahasa : I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. EGC. Jakarta. Effendi Christantie, (1999). Perawatan pasien luka bakar. EGC. Jakarta

0 comments:

  • Total Pageviews

    Ns.Tursino.Skep. Powered by Blogger.
  • Contact Form

    Name

    Email *

    Message *