I. MASALAH UTAMA
Defisit Perawatan Diri
II. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000). Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).
B. Faktor prediposisi
1. Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
2. Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.
3. Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
4. Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
C. Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri. Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
1. Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain – lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
D. Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
1. Fisik
Badan bau, pakaian kotor. Rambut dan kulit kotor. Kuku panjang dan kotor Gigi kotor disertai mulut bau penampilan tidak rapi
2. Psikologis
Malas, tidak ada inisiatif. Menarik diri, isolasi diri. Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3. Sosial
Interaksi kurang. Kegiatan kurang
Tidak mampu berperilaku sesuai norma. Cara makan tidak teratur BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
4. Pasien merasa lemah
5. Malas untuk beraktivitas
6. Merasa tidak berdaya.
7. Rambut kotor, acak – acakan
8. Badan dan pakaian kotor dan bau
9. Mulut dan gigi bau.
10. Kulit kusam dan kotor
11. Kuku panjang dan tidak terawat
E. AKIBAT
Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene.
1. Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.
F. Jenis–Jenis Perawatan Diri
1. Kurang perawatan diri : Mandi / kebersihan
Kurang perawatan diri (mandi) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi/kebersihan diri.
2. Kurang perawatan diri : Mengenakan pakaian / berhias.
Kurang perawatan diri (mengenakan pakaian) adalah gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan sendiri.
3. Kurang perawatan diri : Makan
Kurang perawatan diri (makan) adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktivitas makan.
4. Kurang perawatan diri : Toileting
Kurang perawatan diri (toileting) adalah gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas toileting sendiri (Nurjannah : 2004, 79 ).
III. Pohon Masalah
Perubahan persepsi sensori
Perilkau Kekerasan Isolasi social : Menarik diri menurunnya motivasi perawatan diri
Gangguan konsep diri : HDR Waham
B. MASALAH PERAWATAN DAN DATA YANG DIKAJI
1. Defisit perawatan diri
Data subyektif : klien mengatakan malas
Data obyektif : badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan kotor, gigi kotor disertai bau mulut, penampilan tidak rapi, cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri
2. Isolasi sosial : menarik diri
Data subyektif : klien mengatakan rendah diri dan merasa hina
Data obyektif : menarik diri, isolasi diri, interaksi kurang, tidak mampu berperilaku sesuai norma
3. Harga diri rendah.
Data subyektif :
a. Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
b. Mengungkaokan tidak ada lagi yang peduli terhadap dirinya
c. Mengungkapkan tidak bisa apa – apa
d. Mengungkapkan dirinya tidak berguna
e. Mengkritik diri sendiri
f. Perasaan tidak mampu
Data obyektif :
a. Merusak diri sendiri
b. Merusak orang lain
c. Ekspresi malu
d. Menarik diri dari hubungan social
e. Mudah tersinggung
f. Tidak mau makan dan tidak mau tidur
4. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
Data subyektif :
Klien mengatakan melihat / mendengar sesuatu, klien tidak mampu mengenal tempat, waktu, ruangan.
Data obyektif :
Tampak bicara dan termenung sendiri, mulut seperti bicara tapi tidak suara, berhenti bicara seolah mendengar / melihat sesuatu, gerakan mata yang cepat.
5. Resiko perilaku kekerasan
Data subyektif :
• Kilen mengungkapkan apa yang dilihat dan yang didengar mengancam dan membuat takut
• Klien mengungkapkan takut
Data obyektif :
• Wajah klien tampak tegang, marah, mata melotot, rahang mengatup, tangan mengepal, mondar – mandir
6. Perubahan proses pikir : waham
Data subjektif :
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat menilai lingkungan/ realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggungu.
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Depkes (2000: 32) diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien defisit perawatan diri, yaitu:
1. Defisit perawatan diri
2. Isolasi social
3. Harga Diri Rendah
4. Halusinasi
5. Risiko perilaku kekerasan
6. Perubahan proses pikir : waham
V. RENCANA TINDAKAN
Diagnosa Keperawatan I : defisit perawatan diri
Tujuan Umum:
Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan kebersihan diri.
Tujuan Khusus
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Kriteria evaluasi:
Dalam berinteraksi klien menunjukan tanda-tanda percaya pada perawat:
a. Wajah cerah, tersenyum
b. Mau berkenalan
c. Ada kontak mata
d. Menerima kehadiran perawat
e. Bersedia menceritakan perasaannya
Intervensi:
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.
TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
Kriteria evaluasi:
Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan, mampu menyebutkan kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan cara merawat diri.
Intervensi :
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan sore, sikat gigi minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting kuku jika panjang.
TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.
Kriteria evaluasi :
Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai air sampai bersih, mengganti pakaian bersih sehari–hari, dan merapikan penampilan.
Intervensi :
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan cara memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri, seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti odol, sikat gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.
TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.
Kriteria evaluasi
Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara rutin dan teratur tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi.
Intervensi :
Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci rambut, menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
Kriteria evaluasi
Klien selalu tampak bersih dan rapi.
Intervensi :
Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.
TUK VI : Klien dapat dukungan keluarga dalam meningkatkan kebersihan diri.
Kriteria evaluasi :
Keluarga selalu mengingatkan hal–hal yang berhubungan dengan kebersihan diri, keluarga menyiapkan sarana untuk membantu klien dalam menjaga kebersihan diri, dan keluarga membantu dan membimbing klien dalam menjaga kebersihan diri.
Intervensi :
a. Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang tindakanyang telah dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan dan kemajuan yang telah dialami di RS.
c. Anjurkan keluarga untuk memutuskan memberi stimulasi terhadap kemajuan yang telah dialami di RS.
d. Jelaskan pada keluarga tentang manfaat sarana yang lengkap dalam menjaga kebersihan diri klien.
e. Anjurkan keluarga untuk menyiapkan sarana dalam menjaga kebersihan diri.
f. Diskusikan bersama keluarga cara membantu klien dalam menjaga kebersihan diri.
g. Diskusikan dengan keluarga mengenai hal yang dilakukan misalnya: mengingatkan pada waktu mandi, sikat gigi, mandi, keramas, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall.2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.
Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Nurjanah, Intansari S.Kep. 2001. Pedoman Penanganan Pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta : Momedia
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Stuart, Sudden, 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa edisi 3. Jakarta : EGC
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta.
Townsend, Marry C. 1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Perawatan Psikiatri edisi 3. Jakarta. EGC
Thursday, 19 July 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment